Kedekatan Jarvis dan Kania semakin intens. Bahkan, sudah 1 bulan mereka menjalin hubungan yang entah apa namanya.
Jarvis sering mengantarkan Kania ke kelas, makan siang di meja yang ditempati gadis itu, lalu mengantarnya pulang. Tak jarang, ia juga membawa Kania ke apartemen. Tentu, untuk melampiaskan obsesi gila yang tidak bisa ia tahan. Dan semakin ke sini, lirikan tajam dan ucapan ketus gadis itu semakin terdengar renyah dan lucu di telinga Jarvis.
Dan Kania juga berhasil membuat Deswita semakin bungkam. Tidak peduli hari ini Deswita berusaha menjatuhkan Kania dengan menyebarkan berita tidak mendasar, besoknya Kania akan membuat hatinya semakin panas dengan mempertontonkan kedekatan dengan Jarvis. Kania juga mulai terbiasa dengan luka sayatan atau lebam di bagian tubuh tertentu.
Dan akhir minggu ini mereka sepakat untuk pergi ke sebuah kafe. Jarvis bersedia mengajarkan beberapa materi fisika yang belum Kania kuasai. Setelah melihat kertas ulangan harian dihias angka 30, Jarvis suka rela menawarkan diri untuk menjadi guru privat Kania.
Ponsel Kania berdering. Walaupun hanya sekilas, tetapi Jarvis bisa melihat tulisan papa tercantum di layar.
"Gue terima telepon dulu," ucap Kania.
"Oke," singkat Jarvis sembari mengangguk. Lalu, dia turun dari motor dan menatap punggung Kania yang semakin menjauh.
"Halo, Pa?" sapa Kania begitu panggilannya terhubung. Dia sempat menengok ke belakang, memastikan Jarvis tidak mendengar pembicaraannya dengan sang papa.
"Halo, Sayang," balas Pak Mehram di seberang sana. "Papa enggak ganggu kamu, kan?"
"Enggak. Aku lagi nyantai, kok. Kenapa, Pa?"
"Begini, Sayang. Papa mau minta maaf karena hari ini gak bisa ke rumah kamu. Papa punya banyak sekali pekerjaan, dan harus selesai Senin nanti. Gak apa-apa, ya?"
Untuk beberapa saat Kania hanya diam. Dia menunduk menatap sneaker putih yang dibelikan papanya minggu lalu. "Iya, gak apa-apa."
"Tapi, kamu tenang aja, besok papa usahakan bisa ketemu kamu, kok."
Karena merasa bosan menunggu Kania, Jarvis memutuskan untuk mendekati anak kecil yang berdiri di halte depan kafe. Anak laki-laki itu sedang bermain dengan miniatur dinosaurus. Dengan bibir mungilnya, ia menirukan suara makhluk purba itu dengan asal.
"Yang abu-abu namanya Ankylosaurus," ucap Jarvis sembari duduk di samping anak itu.
Sotak saja sang bocah menengadah. Dia menatap Jarvis dengan polos. "Kok, Kakak tahu?"
"Tahu, lah. Kakak juga suka sama dinosaurus." Lalu, Jarvis mengambil mainan yang lain. "Kalau yang ini namanya Sauropoda. Dia salah satu hewan darat terbesar di dunia."
Bibir bocah itu membulat. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya pada pengetahuan Jarvis. "Kalau yang ini?"
"Albertosaurus," jawab Jarvis dengan penuh keyakinan. "Dia pemakan bangkai dan larinya sangat cepat."
Anak itu mengangguk paham. Ia menatap satu per satu mainan dinosaurusnya dengan mata berbinar. Dan pemandangan itu tidak lepas dari pengawasan Jarvis. Dia senang melihat tatapan polos itu. Di saat yang sama, setan dalam diri Jarvis berteriak untuk menyakiti anak itu.
"Tapi mainan kamu ini masih sedikit. Masih banyak dinosaurus lain yang gak kalah keren. Archaeopteryx, Deinonychus, Coelophysis, sampai Edmontosaurus, masih banyak dinosaurus yang unik-unik."
Si bocah melirik ke arah Jarvis. "Masih ada dinosaurus yang lain, ya, Kak? Kakak punya?"
Jarvis mengangguk mantap. "Punya, dong. Kakak tahu nama mereka karena kakak punya mainan dinosaurus. Bahkan, kakak juga punya kostum T-Rex." Lalu, terbit senyum penuh arti di wajah Jarvis. "Dan kalau kamu mau, kakak bisa kasih mainan kakak buat kamu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Caliginous [Tamat]
Ficción GeneralJangan terlalu percaya dengan apa yang matamu tunjukkan tentang dunia dan isinya. Dunia selalu penuh tipu daya dan manusia selalu berkamuflase. Begitu pula tentang Jarvis dan Kania. Mereka memiliki banyak rahasia yang ditutupi dengan kepura-puraan. ...