11. Hurtless

1.8K 310 50
                                        

Saat Kania turun dari ojek online, dia tidak sengaja melihat Bagas baru keluar dari rumahnya. Untuk beberapa saat, mereka hanya saling memandang. Hingga akhirnya, Bagas melemparkan senyum mengejek pada gadis itu.

"Kenapa? Muka lo sepet amat," usil Bagas sembari memamerkan wajah menjengkelkan.

Kania menanggapi dengan tenang. "Kan, muka gue emang selalu begini."

"Bukannya baru jalan sama Jarvis, ya? Kok, udah balik lagi? Pakai naik ojol segala lagi. Lo enggak ditinggalin sama cowok itu, kan?"

"Gak usah rese, deh. Gue lagi sebel, nih."

Tawa Bagas meledak mendengar ucapan Kania itu. Namun, dia segera lari saat Kania mendekatinya sembari mengepalkan tangan.

Dan di sinilah mereka sekarang, di taman yang selalu menjadi tempat mereka bermain saat masih SMP. Bibir keduanya sibuk menikmati es krim. Kepala mereka menengadah, menatap langit dari sela daun pohon flamboyan. Rambut panjang Kania bergerak mengikuti angin yang terus menari.

"Jadi, kenapa kali ini pulangnya cepet? Biasanya pergi pagi pulang sore. Kalau jalan habis pulang sekolah juga, baliknya baru pas jam makan malem," celetuk Bagas, memulai pembicaraan.

"Gue pengen pulang aja."

"Kenapa naik ojol, enggak dianter Jarvis?"

"Gue pengen naik ojol aja."

Bagas mendengkus mendengar jawaban Kania barusan. "Semenjak kenal sama Jarvis, lo selalu bersikap sok misterius. Gue gak pernah lihat lo keluar rumah. Eh, tahu-tahunya udah di sekolah. Lo juga gak pernah bilang tiap pulang sekolah selalu mampir ke mana dulu sama Jarvis. Gak tahu kapan berangkatnya, tiap gue dateng ke rumah lo, pasti lo udah gak ada."

"Emangnya gue harus laporan setiap kegiatan gue ke lo, ya? Enggak, kan?"

"Enggak, sih. Tapi, seenggaknya lo luangin waktu buat sekedar ngobrol sama gue, kek. Lo cuma sibuk sama Jarvis selama sebulan ini."

Barulah Kania menoleh sekarang. "Lo enggak lagi cemburu, kan?"

Sontak saja Bagas tersedak. Dengan mata melotot dan wajah memerah, dia mendorong bahu Kania tanpa ampun. "Gue? Cemburu?" Ia memalingkan wajah dan teebatuk lebih heboh. "Enggak, lah!"

Kania hanya mengangkat bahu tak acuh dan terus menikmati es krim di tangannya. Meski tidak bisa merasakan dingin, tetapi ia bisa menikmati enaknya vanilla.

Setelah batuknya benar-benar reda, Bagas kembali menegakkan duduknya. Dia berdeham dan melirik Kania. Gadis itu memang tampak tenang-seperti biasanya-tetapi Bagas yakin ada yang telah terjadi. Pasti Jarvis telah melakukan kesalahan sehingga Kania pulang lebih cepat, tanpa diantar pemuda itu.

"Dia baik sama lo, kan? Maksud gue ... Jarvis. Jarvis baik, kan?" Bagas kembali memecah keheningan.

"Kayaknya, antara gue sama dia gak ada yang namanya baik atau jahat. Ya, kita cuma jadi diri sendiri aja," jawab Kania, tanpa menoleh pada Bagas sedikit pun.

"Maksudnya?"

"He knows I have CIPA. And I know his big secret."

Bagas bungkam. Entah mengapa hatinya merasa tercubit mendengar itu.

Bertahun-tahun Kania tinggal di kompleks itu-Palmerah Indah-tidak pernah ada yang tahu bahwa dia memiliki keistimewaan yang amat langka. Hanya Bagas. Dari SMP sampai beberapa saat yang lalu, Bagas masih berpikir dirinyalah yang menyimpan rahasia itu, sebagai teman. Ternyata, kini ada orang lain yang mengetahuinya.

Dan Kania bilang, dia juga mengetahui rahasia besar Jarvis. Jelas membutuhkan kedekatan dan rasa percaya tinggi untuk berbagi rahasia. Dan semua itu dimulai dengan penilaian bahwa orang itu baik.

Caliginous [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang