Setelah latihan panjang, akhirnya olimpiade sains datang juga. Tahun ini, SMA Lentera Bangsa menjadi tuan rumah. Para guru senang dengan penuh bangga, para siswa senang karena diliburkan. Namun, tentu saja, mereka semua mendukung Jarvis sepenuhnya. Mereka menaruh harapan akan meraih juara melalui pemuda itu.
Dan seperti tahun-tahun sebelumnya, Jarvis selalu keluar bersama teman-temannya sebelum menguras otak di meja olimpiade. Dia tidak belajar karena sedikit memberi ruang supaya tidak stres. Karena meski selalu menjadi juara, beban yang Jarvis tanggung tetap membuatnya merasa bertanggung jawab atas nama baik sekolah.
“Kak Jarvis!”
Bukan hanya sang pemilik nama, beberapa orang yang ada di sana langsung menoleh mendengar teriakan itu. Hanya beberapa detik perhatian mereka tertuju pada sumber suara, mereka kembali sibuk menikmati makanan tanpa ada minat menyambut orang yang pasti akan duduk di samping Jarvis.
“Siapa yang kasih tahu Deswita kalau kita kumpul di sini?” tanya Irfan.
Tian mendelikkan bahu. “Gue juga gak tahu. Dan gak mungkin gue yang kasih tahu. Itu anak gak suka banget sama gue, kan?” Lalu, ia menoleh pada Caca yang sedari tadi sibuk memotret makanan. “Lo udah update di Instastory?”
“Udah,” jawab gadis itu, acuh tak acuh.
“Pake share-lock?” sahut Irfan.
“Pake.”
“Pantesan,” ucap Tian dan Irfan secara bersamaan. Mereka langsung bungkam saat mendengar suara derit kursi yang menggeser.
Dengan senyum lebar, Deswita mendaratkan bokongnya di samping Jarvis. “Hai, Kak,” sapanya.
Mau tidak mau, Jarvis menampilkan senyum tipis untuk gadis itu. “Hai, Des. Kok, lo tahu gue ada di sini?”
“Lihat Instastory Kak Caca,” jawab Deswita, masih dengan senyum lebar. Lalu, dia menyimpan sebuah kotak tepat di hadalan Jarvis, sampai menggeser pizza yang lebih dulu ada di sana. “Aku bawa ini buat Kak Jarvis.”
“Ini apaan?”
“Di dalam sini ada lilin aroma terapi, teh kamomil tinggal seduh, vitamin, sama cokelat. Semoga olimpiade besok berjalan dengan lancar, ya, Kak.”
Jarvis sempat melirik teman-temannya. Namun, mereka tampak tak peduli. Lebih tepatnya, menghindari urusan dengan Deswita. Bukan rahasia lagi kalau gadis itu pejuang cinta Jarvis. Hanya saja, beberapa waktu ini jarang muncul karena tahu Jarvis sudah resmi berpacaran dengan Kania.
“Thanks, ya,” singkat Jarvis. Walaupun setengah hati, ia tetap menerima kotak itu. Nasib selanjutnya akan diputuskan nanti.
“Sama-sama, Kak.” Deswita mengedarkan pandangan, mencari sosok yang paling dia benci. “Dia gak datang ke sini?”
“Maksudnya Kania?”
Dengan berat hati, Deswita mengangguk. Untuk menyebutkan namanya saja dia tidak sudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Caliginous [Tamat]
General FictionJangan terlalu percaya dengan apa yang matamu tunjukkan tentang dunia dan isinya. Dunia selalu penuh tipu daya dan manusia selalu berkamuflase. Begitu pula tentang Jarvis dan Kania. Mereka memiliki banyak rahasia yang ditutupi dengan kepura-puraan. ...