19. Good News

1.5K 304 50
                                    

Karena beberapa hari ini Jarvis sibuk ke rumah sakit, dia tidak sempat untuk berbelanja kebutuhan dapur. Maka dari itu, setelah memastikan Kania benar-benar sembuh, ia langsung menyeretnya ke super market. Tugasnya hanya mendorong troli ke sana kemari, Jarvis yang memilih segala kebutuhannya.

“Mau sampai kapan pasang muka begitu? Udah jelek, malah cemberut,” tukas Jarvis sembari memasukkan beberapa bungkus roti.

Kania membuang napas kasar. “Sejak kapan gue jadi jongos lo begini, ya, Jar? Kalau lo butuh orang buat dorong belanjaan lo, tinggal telepon aja temen-temen lo. Pasti mereka seneng banget bisa ngabisin hari libur bareng lo.”

“Kalau ujungnya mereka minta main ke rumah gue, gimana?” tanya Jarvis, sembari menoleh.

“Kalau gitu, lo pake jasa ojek online aja. Kayaknya ada layanan belanja kebutuhan kayak gini.”

“Gue gak bisa percaya. Tanggal kedaluwarsa, merk, jenis makanannya bisa aja beda sama yang biasa gue pakai.” Jarvis maju, mulai memilih selai cokelat untuk sarapannya. “Ini namanya shopping date. Nikmati aja.”

“Lo yang menikmati, gue enggak sama sekali.”

“Daripada bengong di rumah, mending jalan sama gue. Lagian, bukannya lo sendiri yang bilang bokap lo gak bisa datang? Dia liburan ke Puncak, kan?” Jarvis melirik Kania. Senyum miringnya terbit. “Sama Deswita,” lanjutnya.

Kania berdecak. “Gak perlu ngejek kayak gitu. Gue gak masalah kalau mereka pergi liburan. Sampai minggu depan juga gak apa-apa. Gue gak berekspektasi apa-apa lagi sama bokap.”

“Kok, gitu?”

“Gak apa-apa. Gak mau aja,” jawab Kania seraya mengangkat bahunya santai.

Untuk beberapa saat, mereka hanya saling bertukar pandang. Jarvis merasa ada yang tidak beres dengan tatapan polos yang ditunjukkan Kania. Dan gadis itu merasa asing dengan sikap Jarvis yang berusaha menyelami pikirannya.

Kegiatan mereka terhenti saat ponsel Jarvis berdering. Dengan cepat, pemuda itu mengangkat panggilan dari sang bunda.

“Halo, Sayang,” sapa bunda Jarvis—Bu Elmi—di seberang sana. Suaranya terdengar lelah, tetapi tetap hangat.

“Halo, Bun,” jawab Jarvis. Dia menyimpan selai cokelat ke troli dan kembali melangkah, siap memilih makanan selanjutnya. “Ada apa?”

“Kok, nanya ada apa, sih? Emang bunda gak boleh telepon kamu? Lagian, di Jakarta juga lagi jam 11, kan? Bunda gak ganggu kamu, kan?”

“Enggak. Cuma agak aneh aja. Bunda sering banget telepon akhir-akhir ini,” ucap Jarvis. Dia berbalik dan bersitatap dengan Kania. “Duduk aja dulu. Gue terima telepon dulu.”

“Oke,” singkat Kania sembari mendaratkan bokng di kursi yang ada di dekatnya.

“Bunda denger, lho, Jar. Lagi jalan sama cewek, ya? Lagi nge-date, ya? Aduh, bunda ganggu kamu kalau begini ceritanya,” goda Bu Elmi di seberang sana.

Jarvis terkekeh ringan, supaya tidak terkesan dingin pada ibu kandungnya. “Ya, begitulah. Jarvis lagi belanja kebutuhan bulanan, sekalian nge-date sama pacar.”

Bu Elmi terpekik di seberang sana. “Ya ampun! Kamu beneran udah punya pacar? Enggak bohong, kan? Bunda pengen ngobrol sama pacar kamu, dong. Eh, eh, video call aja. Bunda pengen lihat wajah pacar kamu.”

“Iya, Bun. Iya.”

Masih dengan kekehan ringan, Jarvis melangkah mendekati Kania. Lalu, ia duduk di samping gadis itu. Tanpa aba-aba, Jarvis mengarahkan ponselnya ke wajah Kania. Dia juga merangkul bahun Kania sehingga mereka tampak seperti pasangan muda lainnya yang sedang dimabuk asmara.

Caliginous [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang