20. Being Human

1.5K 310 77
                                    

Hari ini kita double up, yaa. Jadi, vote sama komennya juga double. Oke?

“Jar, beneran, deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Jar, beneran, deh. Gue pulang sendiri aja,” ucap Kania, untuk kesekian kali.

“Gue lagi gak mood buat debat, Ni,” balas Jarvis dengan nada rendah.

“Kalau lo mau latihan buat olimpiade, ya, latihan aja. Ngapain juga perlu ditungguin sama gue segala, sih?”

Perlahan, kepala Jarvis terangkat. Dia menatap Kania dengan tajam. “Gue bilang, lo balik sama gue. Kenapa bawel banget, sih?” dengkusnya, terlihat sangat kesal. “Lo tinggal duduk di sini, main HP, diem. Bagian mananya yang bikin lo susah?”

Dengan kasar, Kania membanting tubuhnya ke kursi yang ada di samping Jarvis. Dia mengeluarkan ponsel dan headphone, lalu memutar musik dengan volume lumayan tinggi, sampai Kania tidak bisa mendengar apa yang Jarvis katakan.

“Nih, gue juga udah beliin makanan buat lo. Udah, jangan rese lagi. Makan aja, jangan ngomong apa-apa. Gue pusing denger lo ngoceh dari tadi!”

Kania hanya menatap datar lelaki itu, lalu kembali memainkan ponselnya. Dia tidak ada minat untuk menyentuh roti, keripik, dan juga cokelat yang disajikan oleh Jarvis di atas meja. Yang menjadi fokusnya saat ini hanya artikel tentang kesehatan jiwa.

“Eh, itu Kak Kania, kan? Pacarnya Kak Jarvis?” bisik Rahma.

“Iya, itu Kania,” jawab Selin, ikut berbisik. “Kak Jarvis segitunya sama Kania. Sampai latihan olimpiade aja harus ditungguin.”

“Aku gak nyangka kalau Kak Jarvis bisa bucin. Kirain, dia tipe pacar yang pura-pura biasa aja sama pacarnya, jual mahal, pendiem. Kayak di novel-novel gitu, lho, Kak.”

Selin mengangguk setuju. “Iya, gue juga mikirnya begitu. Ternyata, Kak Jarvis manja juga sama pacarnya.”

Saat asyik membicarakan si bintang sekolah, keduanya terperanjat ketika mata Jarvis menangkap kehadiran mereka. Kedua gadis itu mengangguk dan tersenyum sopan, lalu melangkah mendekati Jarvis.

“Halo, Kak,” sapa Rahma.

Jarvis mengangguk singkat, “Iya, halo.” Ia paham dengan tatapan penuh arti kedua adik kelasnya. “Gak apa-apa kalau gue ditemenin Kania, kan? Dia bakal sibuk sama HP, kok, gak akan ganggu. Bahkan, dia gak denger kalau sekarang gue lagi ngomong.”

Sebelum menjawab, Selin dan Rahma melirik Kania lebih dulu. Benar, gadis itu sibuk menggulir layar ponsel, seperti sedang membaca.

“Gak apa-apa, Kak. Lagian, kita juga ngerti, kok. Pasti Kak Jarvis maunya deket sama Kak Kania terus. Apalagi kemarin Kak Kania sempet gak sekolah karena sakit, pasti Kak Jarvis kangen.” Karena sering menghabiskan waktu bersama, Rahma jadi tidak sungkan untuk melayangkan candaan pada Jarvis.

Caliginous [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang