"Di luar ada Nak Jarvis."
Kania langsung turun dari ranjang dan berlari ke arah ruang tamu. Di sana Jarvis sedang mengobrol dengan Kakek Hasbi, ditemani cangkir yang berisi kopi hitam dan cokelat panas. Keduanya menoleh bersamaan, menyadari kehadiran Kania.
"Akhirnya, yang ditunggu datang juga," ucap Kakek Hasbi, lengkap dengan senyum hangatnya.
"Emang dia udah lama di sini, Kek?"
"Udah sejam yang lalu. Kita udah bahas politik, ekonomi, sampai pembunuhan yang lagi marak. Gue juga udah main catur sama Kakek. Biarpun kalah, sih," jawab Jarvis setelah bertukar pandang dengan kakeknya Kania. "Ganti baju, sana. Kita mau keluar."
"Keluar? Ke mana?"
"Nonton, malmingan."
Kening Kania lantas mengernyit mendegar penuturan Jarvis itu. Ia kira, Jarvis datang untuk menghabiskan waktu di rumah, bukan keluar. Apalagi konteksnya malmingan, benar-benar di luar ekspektasi Kania.
"Yeee, malah bengong. Mau jalan pakai baju itu aja?"
"Jangan, lah," sahut Kania, setelah sekian lama diam. "Tunggu di sini. Gue gak akan lama."
"Iya, Kania, Iya."
Kakek Hasbi terkekeh melihat cucunya kembali masuk, menuju kamar. Kemudian, beliau melirik Jarvis.
Tidak bisa dipungkiri, kehadiran Jarvis membawa warna tersendiri di rumah ini. Kania tidak lagi menjadi gadis pendiam yang banyak menghabiskan waktu di kamar. Ia jadi lebih berekspresi setelah kenal Jarvis. Jika ada Jarvis, mereka juga sering menonton bersama di ruang keluarga. Meski jarang nimbrung, setidaknya Kania tidak lagi menyendiri di kamar.
"Saya titip Kania, Nak Jarvis."
Jarvis menyimpan kembali cangkir cokelat panasnya. "Gimana, Kek?"
"Saya titip Kania, jangan sakiti dia," ulang Kakek Hasbi, lebih jelas dari sebelumnya. "Walaupun Kania gak pernah bicara apa-apa tentang kalian berdua, tapi saya bisa merasakan bahwa dia bahagia bersama Nak Jarvis."
Lelaki itu termenung. Bahagia? Apa iya Kania bahagia sama gue? Dia masih bisa bahagia setelah apa yang gue lakukan selama ini?
"Kania tidak begitu terbuka pada saya ataupun neneknya. Sedari kecil, dia selalu menyimpan masalahnya sendiri. Dia tidak pernah bilang sedih atas kepergian mamanya atau perilaku papanya. Kania selalu menerima apa yang terjadi tanpa ada protes." Kakek Hasbi menoleh pada Jarvis. "Kadang, justru sikapnya itu yang membuat saya dan neneknya merasa tidak berhak untuk menyelami perasaannya."
Jarvis bungkam. Ya, Kania selalu menerima apa yang terjadi dengan begitu mudah. Dia selalu melalui semua jalan tanpa banyak tanya.
"Dan saat bersama Nak Jarvis, saya bisa melihat sisi lain dari Kania. Dia lebih berekspresi, lebih ceria, dan tidak terlalu menutup diri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Caliginous [Tamat]
Ficción GeneralJangan terlalu percaya dengan apa yang matamu tunjukkan tentang dunia dan isinya. Dunia selalu penuh tipu daya dan manusia selalu berkamuflase. Begitu pula tentang Jarvis dan Kania. Mereka memiliki banyak rahasia yang ditutupi dengan kepura-puraan. ...