Kania tidak pernah mengatakan iya untuk ajakan liburan Jarvis dan bundanya. Namun, lelaki itu sudah ada di depan rumah pagi-pagi sekali. Tidak mengendarai sportbike hitamnya—karena sudah terlanjur disumbangkan oleh Bu Elmi—Jarvis datang dengan mobil Jeep abu-abu.
Dengan gaya pertenteng, dia menerobos rumah Kania dan menggedor pintu kamar. Dan sekarang, mereka sibuk mengemas beberapa baju Kania. Katanya, mereka akan tinggal beberapa hari di Lembang, Bandung.
"Sekali lagi lo berani seret gue pergi kayak gini, gue gak akan ampuni lo, Jar," ancam Kania sembari menutup ritsleting kopernya.
Jarvis hanya terkekeh. Dia menurunkan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, lalu mengedip nakal. "Kayak yang iya aja. Gue tahu lo cinta sama gue, gak bisa hidup sama gue."
"Gue serius!"
"Gue ngajak lo liburan, bukan uji nyali. Dan ini juga permintaan bunda gue. Masa gak mau bikin seneng calon mama mertua? Ih, lo menantu durhaka."
Tanpa ampun, Kania menendang kaki Jarvis, tepat di tulang keringnya. "Lo pacar durjana!"
"Sakit, Kania!" Jarvis balas berteriak.
Baiklah, memang hubungan mereka sempat manis di awal pertemuan untuk kedua kalinya. Namun, semakin ke sini, mereka kembali ke tabiat masing-masing. Jarvis yang suka seenaknya, dan Kania yang tetap memakai kekerasan meski ujungnya menuruti kemauan Jarvis juga.
Bukan hanya saat berdua, mereka akan tetap ribut meski di depan orang tua. Kakek nenek Kania dan bunda Jarvis akan memilih diam jika mereka sudah berseteru. Percuma dilerai, hanya akan menguras tenaga. Nanti juga mereka akur sendiri.
"Bawa mobilnya hati-hati, ya, Nak Jarvis. Kalau lelah, istirahat aja, jangan dipaksa," pesan Nenek Sima, untuk kesekian kali.
"Iya, Nek." Dan selalu hanya itu yang bisa Jarvis ucapkan.
"Senang-senang selama di sana, ya. Jangan ribut, lho. Kasihan Ibu Elmi." Sekarang, Kakek Hasbi yang memberi wejangan.
"Iya, Kek." Kania yang menjawab.
Setelah berpamitan, Kania Jarvis segera meninggalkan Perumahan Palmerah. Jarvis hanya melambaikan tangan saat tak sengaja bertemu dengan Bagas di jalan. Jangan lupakan senyum mengejek saat ia memamerkan Kania duduk di sampingnya.
Tidak langsung berangkat, Jarvis dan Kania harus mampir lebih dulu ke salah satu perumahan di Kembangan untuk menjemput Bu Elmi. Karena malas masuk rumah, Jarvis memilih menelepon bundanya begitu sampai di depan gerbang.
"Bun, Jarvis udah di depan," ucap Jarvis seraya mengarahkan kamera ke wajahnya, melakukan panggilan video dengan sang bunda.
"Lho, kamu udah di depan, ya, Jar? Aduh, gimana, dong? Kayaknya bunda gak bisa ikut, deh. Tadi malam bunda dapat undangan untuk nyanyi di pernikahan anak Pak Presiden. Dan hari ini bunda harus meeting sama pihak mereka. Gimana, dong?"
"Gak apa-apa kalau Bunda gak bisa ikut. Berarti aku sama Kania doang yang liburan."
Mendengar itu, Kania langsung menoleh. "Kok, kita doang?"
"Gak denger? Bunda gak bisa ikut karena harus meeting. Ini undangan dari Pak Presiden, masa mau ditolak?" Jarvis tersenyum miring melihat kebungkaman Kania. Lalu, ia kembali bicara pada bundanya. "Ya sudah, Bun, semoga sukses, ya. Aku sama Kania berangkat dulu."
"Iya, Sayang. Hati-hati, jangan ngebut. Jangan berantem mulu sama pacarnya, harus dijaga baik-baik. Nanti bunda traktir kalian makan sebagai permintaan maaf. Oke?"
"Oke, Bun." Dengan senyum lebar, Jarvis menyalakan kembali mobilnya. Dia melirik Kania dan usil mencolek dagunya. "Mau liburan ke mana, nih, Cantik?"
Kania menoleh dengan tatapan tak suka. Dia selalu sebal tiap kali dagunya dicolek. "Bukannya mau ke Lembang, ya? Di sana ada villa keluarga lo, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Caliginous [Tamat]
Narrativa generaleJangan terlalu percaya dengan apa yang matamu tunjukkan tentang dunia dan isinya. Dunia selalu penuh tipu daya dan manusia selalu berkamuflase. Begitu pula tentang Jarvis dan Kania. Mereka memiliki banyak rahasia yang ditutupi dengan kepura-puraan. ...