63.00

231 36 15
                                    

Seminggu berlalu, ternyata berusaha menahan diri bukan suatu hal yang mudah untuk dilalui, berdamai dengan masa lalu seperti apa yang diimpikan oleh Yeji tidak lah semudah membalikkan telapak tangan.

Apalagi saat ini, ia tidak bisa mengendalikan dirinya dengan cepat.

Hyunjin berupaya mengejar Yeji yang pergi begitu saja setelah mendengar penjelasannya yang belum selesai.

Sret

"Dengar dulu!" 

"Apa?! lo mau ninggalin gue? silakan, lo pergi aja!" bentak Yeji dengan mata berairnya.

Hyunjin menghela napas gusar, "Itu belum pasti Ji, lagian aku belum kirim portofolio ke universitas tujuan, pengumuman hasil tes tulis juga belum keluar. Aku mau kasih tau kamu lebih awal, jadi dengerin aku dulu ya," bujuk Hyunjin.

Gadis bermata monolid itu menyeka air matanya yang berjatuhan, "Terus, kalau seandainya kamu lulus, kamu bakal pergi ke London? iya?"

Hyunjin terdiam, ia mempertimbangkan jawabannya. "Hyunjin, jawab aku," pinta Yeji.

"Ya udah, terserah kamu aja. Lagi pula kuliah arsitektur itu impian kamu. Aku gak akan ngelarang, semoga kamu sukses," ujar Yeji, ia berusaha tersenyum tetapi gagal, bibirnya bergetar, ia tidak bisa menahan kesedihannya.

"Aku gak mau egois lagi, ini masa depan kamu," ucapnya getir.

Perlahan Hyunjin menarik tubuh Yeji lalu memeluknya dengan erat, alhasil tangisan Yeji semakin menjadi-jadi. Untung saja mereka sudah keluar dari restoran sehingga tidak mengusik ketenangan para pengunjung yang sedang menikmati makan malam mereka. 

Selama di dalam mobil, Yeji berusaha menampilkan seulas senyuman walau hatinya tidak baik-baik saja. Ia masih memikirkan, bagaimana jadinya jika mereka menjalin hubungan jarak jauh? bukan beda provinsi lagi, tapi sudah beda negara. 

Pikiran itu kembali merasuki dirinya.

"Kita nginep aja," celetuk Hyunjin yang membuat Yeji spontan menoleh ke arahnya.

"Aku udah booking satu apartemen, besok hari sabtu, jadi kita bisa ngabisin waktu berdua sampai hari minggu. Besok, aku mau kita menikmati sunrise dan sunset bersama, gak ada penolakan," tutur Hyunjin sembari fokus menyetir.

Mendengar itu, Yeji menghela napas perlahan. "Aku gak bawa baju ganti, gak bawa buku, gak bawa laptop, dan belum minta izin Dad sama Mom," sahut Yeji lemas.

"Udah ada baju ganti disana, buku maupun laptop kamu juga udah disana. Masalah izin, kemarin aku udah minta izin langsung ke Dad dan Mom, jadi kamu tenang aja."

Lagi-lagi Yeji menghela napas, bukannya ia tidak mau, hanya saja ia membutuhkan waktu untuk sendiri.

"Gak ada skincare Jin," ujar Yeji lagi, ia terus beralasan agar Hyunjin memutar arah mobil sekarang juga menuju rumahnya.

"Segala keperluan kamu udah ada," sahut Hyunjin singkat.

Sesampainya di apartemen, Yeji segera memasuki salah satu dari dua kamar yang tersedia, dan memang kamar yang Yeji masuki adalah kamar untuknya.

Hyunjin membiarkan hal itu, ia tahu bahwa Yeji butuh waktu untuk sendiri. 

"Ji, kalau butuh apa-apa, aku ada di kamar seberang ya."

---

Ryujin melangkah ragu mendekati satu meja yang berjarak 2 meter di depannya. "Fel," panggil Ryujin pelan seakan tidak ingin mengganggu ketenangan laki-laki yang sedang sibuk dengan buku dan kertas di atas meja.

SC-1| ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang