PART 36

19.3K 2.6K 216
                                    

Malam gelap sunyi, sesunyi rumah mewah yang seperti tak berpenghuni. Para penghuni rumah sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Terlebih 3 orang utama yang menempati rumah itu.

Tak ada tawa gembira dari bibir ketiganya, hanya terdiam dengan sesekali linangan air mata mengalir membasahi wajah mereka. Melamun putus asa, dan masing-masing menyalahkan diri sendiri, mereka sama hancurnya akan masa lalu.

Pria mungil yang terduduk diam diatas ranjangnya, menatap nanar kearah depan, melamun dengan pikiran kosong. Seperti tak ada secercah harapan lagi dalam hidupnya, seolah-olah inilah saatnya dirinya hancur berkeping-keping hingga mati.

Kamarnya yang terlihat kosong hanya dia abaikan, beberapa benda hancur karena dirinya dan itu harus dibuang. Rasanya mau sepenuh dan sekosong apapun kamarnya semuanya tak merubah keadaan, hatinya akan tetap hancur.

Bunyi pintu terbuka, terdengar bunyi berdecit yang cukup nyaring karena pintu itu sudah rusak. Taeyong tak menyadari sosok yang membuka pintu itu, pikirannya tenggelam terlalu dalam.

Bu Kim, orang yang membuka pintu itu dengan membawa nampan ditangannya menatap sedih kepada Taeyong yang hanya duduk melamun diatas ranjang seraya memeluk kedua kakinya. Hatinya sakit melihat anak asuh yang dirawatnya sedari kecil itu begitu terlihat terluka, tak pernah dirinya melihat Taeyong serapuh ini.

Langkahnya berjalan mendekati Taeyong, mendudukkan tubuh ditepi ranjang, membawa nampan yang berisi makanan itu mendekat pada Taeyong. Setidaknya pria mungil itu harus mengisi perutnya meski hanya sedikit.

Bu Kim menatap Taeyong, mencoba mengajaknya berbicara. Tapi pria mungil itu hanya diam bergeming. "Tuan Muda, ayo makan." Bu Kim menyendokkan nasi dan lauk untuk Taeyong makan, menyodorkannya tepat dibibir tipis itu.

"Tuan Muda harus makan agar tidak sakit." bujuk Bu Kim karena Taeyong tak bergerak sama sekali.

Bibir tipis itu sedikit terbuka, "Aku..." mata sembabnya menatap kosong kedepan. "Rasanya untuk makanpun aku tak pantas." ucapnya pelan, suaranya terdengar serak karena terlalu banyak menangis.

"Aku membuat orang-orang terluka, bahkan pria yang kucintai terluka karenaku." matanya mulai berair seolah-olah matanya yang sudah banyak mengeluarkan air mata itu seakan tak pernah kering.

Kepalanya menoleh, menatap Bu Kim dengan matanya. Hancur, satu kata yang bisa dideskripsikan oleh Bu Kim, mata itu terlihat kosong dan hancur. "Pantaskah aku meneguk sesuap nasi setelah ini, Bu Kim?" bibirnya bergetar.

Bu Kim tak kuasa untuk menahan air matanya, kepalanya menggeleng pelan. "Semua ini bukan salah Tuan Muda. Tolong berhentilah menyalahkan diri sendiri."

Taeyong yang mendengar itu menggeleng pelan, "Aku tak bisa, aku tak bisa berhenti menyalahkan diriku sendiri disaat aku tau Ibuku membunuh orangtua pria itu, Bu Kim." air matanya kembali jatuh pada pipinya yang bahkan belum sepenuhnya kering.

"Aku anak dari seorang pembunuh." ucapnya dengan perasaan yang begitu tersiksa, hatinya terasa perih dengan kenyataan yang Taeyong dapatkan.

Bu Kim menangis, tangannya menangkup wajah Taeyong tak perduli lagi jika pria mungil itu tak bisa disentuh, "Tidak, Tuan. Tidak." Bu Kim menggeleng pelan, menangis melihat betapa hancurnya Taeyong.

"Harusnya aku mati saja karena aku tak pantas hidup." ucapan Taeyong membuat Bu Kim meraung dan memeluk pria mungil itu erat.

Kepala Bu Kim menggeleng keras, "Tidak, Tuan Muda. Tolong berhenti mengatakan itu." Bu Kim memeluk kepala Taeyong membiarkan tangis Taeyong kembali tumpah dipelukannya.

Taeyong meraung pilu dalam pelukan Bu Kim, menangisi bagaimana takdir begitu jahat padanya. "Aku minta maaf. Aku minta maaf, maafkan aku." racaunya tanpa henti, mulutnya terus meminta maaf entah kepada siapa.

My Bodyguard (JAEYONG) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang