23. pertama

122 10 16
                                    

Semangat membaca😊

Hari senin bagi kebanyakan orang mungkin dianggap hari yang kurang menyenangkan. Dimana hari pertama melanjutkan pekerjaan atau sekolah setelah menikmati libur yang masih terasa kurang. Apalagi bagi para pelajar. Bagi mereka, hari senin adalah waktu untuk mereka menderita dibawah teriknya matahari bagaikan ikan asin yang sedang dijemur.

Sudah empat puluh lima menit sejak upacara bendera dimulai dan amanat pembina upacara masih belum selesai menyampaikan hal yang bahkan tiap hari senin diucapkan. Matahari yang dengan semangat bersinar hari ini juga membuat siswa siswi SMA Andaru kian semangat untuk mengeluh dan mengumpat, teguran sudah sering disampaikan oleh pembina upacara karena kebisingan tersebut, tapi hasilnya nihil.

"Gila parah, panas banget mataharinya. Otak gue kayaknya mau mendidih deh." Aura berkata sembari mengelap keringat yang ada didahinya dengan menggunakan tisu yang ia minta dari Shelin.

"Iya parah banget... eeh tapi kayaknya panas mataharinya cocok deh buat lo Ra. Siapa tahu panas matahari yang panasnya sampek mau bikin otak lo mendidih itu bisa buat lo tambah pinter." Sahut Sarah ngacok.

"Gak gitu juga konsepnya. Lo Sarah... yang otaknya sebelas dua belas hampir sama kayak otak gue gak cocok ngomong gitu." Seru Aura tidak terima.

"Seenggaknya gue lebih pinter dari pada lo, buktinya peringkat gue lebih tinggi dari pada lo." Jawab sarh pongah.

"Selisih satu aja kok bangga." Jengah Aura.

Sarah yang ingin menjawab perkataan Aura harus tertunda saat ada yang mendahului perkataannya.

"Wahai kalian orang-orang yang tidak pintar, jangan selalu bertengkar. Karena jika kalian bertengkar akan terlihat bodohnya." Kata Nathan dengan berekspresi orang bijak.

"Lo yang bodoh." Sentak Aura dan Sarah berucap bersamaan.

Nathan kaget dengan suara keduanya, sedangkan teman kelas mereka cekikikan melihat ekspresi Nathan yang kocak.

"ADA APA ITU? KENAPA BARISAN KELAS XI IPA 2 RAMAI?" seketika anak-anak dibarisan kelas Deva diam mematung saat suara pembina upacara menyebut kelas mereka. Takut dihukum satu kelas.

Tapi ada satu guru yang mendekat dan berbisik kepada pembina upacara yang merupakan kepala sekolah itu. Tak lama ada guru lain yang datang dengan membawa nampan berisi piala.

"SAYA HAMPIR LUPA MENYAMPAIKAN, BAHWA SEKOLAH KITA HARUS BERBANGGA DENGAN PENCAPAIAN YANG TELAH DIDAPAT OLEH SISWA DAN SISWINYA. YANG NAMANYA DISEBUT TOLONG MAJU KEDEPAN." ucapan kepala sekolah yang hari ini menjadi pembina upacara membuat suasana dilapangan menjadi sunyi.

"SAYA SAMPAIKAN TERIMA KASIH KEPADA SISWA SISWI YANG TELAH MENGIKUTI OLIMPIADE SAINT KEMARIN. DAN KITA PATUT BERSYUKUR KARENA TAHUN INI DIANTARA KALIAN ADA YANG MENJADI JUARA PERTAMA DAN JUARA KETIGA." riuh tepuk tangan terdengar dilapangan upacara itu.

"SELAMAT KEPADA RENDA AL-FATIH DARI KELAS XII IPA 1 YANG TELAH MERAIH JUARA KETIGA DALAM OLIMPIADE SAINT."

Ditengah ramainya lapangan Deva sangat tegang. Juara tiga sudah diraih Rendra, rasanya mustahil untuk menjadi juara pertama mengingat dia baru kali ini mengikuti olimpiade ini, sedang Rendra sudah tiga kali mengikuti.

"Tenang Dev. Kalau pun lo gak berhasil tahun ini, masih ada tahun depan kan?" Kata Bara menenangkan.

"DAN YANG MERAIH JUARA PERTAMA DALAM OLIMPIADE SAINT ADALAH DEVARA AURORA DARI KELAS XI IPA 2." Deva mematung, ia merasa salah dengar, bagaimana mungkin?

Sedangkan teman-teman kelas Deva bersorak keras sambil menyebut nama Deva berulang kali.

"Maju Dev!" Bara berucap menyadarkan Deva.

"Bener gue?" Bara hanya mengangguk.

Anak-anak kelas Deva tambah ramai menyoraki nama Deva saat Deva berjalan kedepan.

Piala diberikan pada Deva dan Rendra yang dilanjutkan foto bersama kepala sekolah dan beberapa guru sebagai dokumentasi. Kemudian Deva dan Rendra kembali kebarisan kelas mereka.

Teman-teman Deva ikut bahagia dengan pencapaian Deva, banyak dari mereka yang mengucapkan semangat pada Deva hingga barisan kelas mereka menjadi sangat ramai.

"BARISAN DIKELAS XI IPA 2 BISA DIAM!? BERHUBUNG DEVARA JUGA MERUPAKAN SISWA KELAS KALIAN SAYA MEMUTUSKAN MEMBEBASKAN KALIAN DARI HUKUMAN." Mereka berbisik senang karena terbebas dari hukuman.

●●●

"Wih.. emang ya kalo Deva emang gak bisa diraguin kalo masalah otak, encer banget kayak es batu dibawah panas matahari. Belum lulus SMA udah terjamin keterima Universitas favorit." Seru Sarah.

"Itu cair, heh." Sahut Aura ngegas.

Deva hanya menggeleng kepala, jengah dengan perdebatan dua orang itu. Sama halnya dengan Shelin yang sedari tadi hanya menjadi pendengar. Aura dan Sarah memang sering berdebat beberapa hari ini, hal ini bermula saat pembagian soal fisika beberapa hari lalu, dimana mereka dijadikan satu kelompok. Mereka yang sama-sama kurang ahli dimata pelajaran itu tentunya tidak dapat menjawab hingga mereka harus melakukan remidial. Saat itu Deva tidak dapat membantu karena jarak bangku mereka sangat jauh sebab tempat diduk diatur oleh guru mata pelajaran fisika.

"Suka-suka gue lah."

"Oiya Dev, coba lo liat si Dea! mukanya asem banget. Gue yakin pasti dia kesel karena kalah lagi sama lo." Aura mulai membuka topik ghibah.

"Bener banget Ra. Pasti dia tambah kesel sama si Deva. Secara, tiap semester, Deva pasti peringkat pertama ehh sekarang olimpiade dia juga kalah sama Deva. Pasti hatinya tambah dengki." Timpal Sarah, seakan lupa kalau sedang marahan dengan Aura.

"Setuju gue. Si Dea kan obses banget pengen jadi peringkat satu dikelas tapi mana bisa, dia aja sekelas sama Deva yang udah jadi juara umum sejak dahulu kala." Aura menjeda, melihat ke arah Dea sekilas. "Terus gue inget banget, waktu kelas sepuluh kemaren, waktu Deva gak masuk karena sakit. Kalian inget, kan?" Shelin dan Sarah menganggukkan kepala.

"Nah, waktu itu kan. Anak kelas kita gak ada yang selesai cuma dia doang yang selesai. Kita sekelas sampek bujukin dia biar anak sekelah dapet contekan. Ehh dianya malah sok jual mahal, bahkan si Desi yang temen  sebangkunya aja gak dikasih nyontek." Kata Aura menggebu-gebu.

"Inget banget gue, gara-gara dia kita dihukum sekelas. Ternyata jawabannya dia banyak yang salah, jadi dia juga ikut dihukum bareng kita, puas banget gue waktu itu." Lanjut Sarah sambil tersenyum puas.

"Dia tuh pelit banget, padahal kalo dia gak tahu ngejawab soal dia juga kadang masih nanya ke Deva." Kali ini Shelin dan Aura hanya mengangguk setuju dengan perkataan Sarah.

"Udah, lanjut ngerjain tugas." Kata Deva yang dari tadi hanya menjadi pendengar sembari mengerjakan tugasnya akhirnya bersuara saat merasa Aura dan Sarah sudah akur.

"Siap suhu." Kata Aura dan Sarah bersamaan.

"Lo ngerjain pilihan ganda kan Dev?" Sarah bertanya.

"Iya"

"Kita bagi kayak aja kali ya? biar cepet." Sarah melihat ketiga temannya, saat mendapat persetujuan dia melanjukan perkataannya. "Dev pilgan nomer 1-30, Shelin nomer 31-50. Gue sama Aura bagian yang soal uraian masing-masing 5 soal. Setuju ya?."

"Iya."


Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang