34. sosok lain

210 17 6
                                    

Semangat membaca😊

Apapun yang terjadi sekarang maupun di masa yang akan datang memang kadang sulit untuk ditebak oleh manusia. Seperti sekarang, Deva tidak akan menduga kalau sekarang diakhir cerita masa SMA-nya dia akan kembali merasakan kehilangan, dan kali ini adalah sahabat.

Tapi setidaknya Deva juga harus bersyukur karena masih ada sosok Bara disekitarnya dan berkurangnya kata-kata tak enak didengar terhadap dirinya. Hingga saat ini masih belum tahu siapa dibalik penyebaran berita beberapa bulan lalu yang berhubungan dengan Shelin, Sarah, dan Zaki.

Ada hal lain yang sebenarnya juga ikut mengganggu pikiran Deva yaitu sikap papa sambungnya, Gio. Entah kenapa orang yang berperan sebagai sosok papa dalam hidupnya itu seolah-olah menentang hubungannya dengan Bara, padahal awal-awal perkenalan keduanya tampak cocok dan tak ada masalah. Bahkan bundanya pun dibuat heran akan hal tersebut.

Hari ini, Deva memutuskan kesekolah karena permintaan wali kelasnya yaitu bu Ratih untuk ikut merekap nilai rapot teman-teman kelasnya. Padahal hari ini Deva sudah berencana untuk tak masuk sekolah.

Memangnya apa gunanya dia kesekolah jika tidak ada pelajaran dan hanya untuk menyendiri, Bara kembali pergi mengunjungi neneknya diluar kota sedangkan sahabat dan teman? Deva mungkin sudah bisa dikatakan tak memilikinya.

Langkah kaki Deva menuju kearah ruang TU, disana mungkin sudah ada teman kelasnya yang lain, entah berapa orang. Koridor cukup sepi membuat Deva tanpa ragu melangkah, sejak kejadian beberapa bulan lalu memang membuat Deva agak risih saat berjalan sendiri karena ada sorot mara sinis dan kata-kata sindiran yang mengiringi langkahnya, walaupun sudah mulai berkurang tapi masih saja ada yang kembali mengungkit.

Deva masuk keruang TU dengan mengucapkan salam. Suasana yamg tadinya ceria tiba-tiba berubah karena kedatangan Deva, Deva menghela nafas pasrah. Disana sudah ada Dea dan Desi sebagai sekretaris, Aura dan sarah yang memang biasa membantu merekap raport. Deva menjadi yang terakhir datang.

"Udah lama?" Deva bertanya canggung.

"Barusan kok Dev." Jawab Desi.

"Karena kita udah lengkap, kita bagi tugas biar cepet selesai." Dea bersuara, yang lain hanya mengangguk setuju.

Mereka mengerjakan tugas mereka masing-masing sembari diselingi obrolan tentang rencana akan lanjutan pendidikan mereka. Deva tak ikut serta untuk bersuara karena memang demikian wataknya, pendiam. Tapi Deva juga tak suka ada ditengah obrolan itu karena Deva seakan dianggap tak ada dan tak kasat mata, tanpa ada yang mau mengajaknya bicara.

Berkali-kali Deva ucapkan dalam hatinya bahwa dialah yang bersalah akan kejadian beberapa bulan lalu hingga membuat sikap orang-orang berubah padanya.

"Rencana mau coba daftar ke PTN dulu sih. Siapa tahu beruntung?" Kata Sarah enteng.

"Sip, emang bener-bener besti gue yang satu ini, bikin gue selalu setuju sama pemikiran lo. Yaudah gue ikut lo aja deh! Sapa tahu beruntung." Timpal Aura takjub.

Dea dan Desi saling tatap, merasa aneh dengan pikiran dua orang teman kelasnya itu.

"Lo pikir PTN itu undian apa, ya?" Ujar Desi heran

"Bukannya gimana ya.. tapi kalo diliat dari nilai kalian aja, udah kayak jalan rusak." Sahut Dea menjelaskan.

"Siapa tahu kita beruntung? Ya kan Sar?"

"Ho'oh"

"Terserah." Ujar Dea dan Desi bersamaan.

●●●

Setelah menata rapot didalam lemari wali kelasnya Deva langsung memutuskan untuk pulang atau mungkin ketoko roti bundanya hanya untuk menyibukkan diri disana. Ia berjalan sambil menghubungi sopir yang biasa mengantar jemput dirinya.

Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang