12. Ara atau Deva

230 62 23
                                    

Semamgat membaca😊

Jam menunjukkan pukul 19.00 wib. Deva sudah siap dengan menggunakan dress sederhana berwarna baby pink juga rambut yang sudah di tata apik oleh sang bunda tersayang.

Sudah lima belas menit tapi Aura belum juga tiba. Mungkin saja Aura sedang sibuk berdandan. Biasanya jika ada acara seperti ini Aura akan berdandan habis-habisan tanpa memikirkan bedaknya yang akan cepat habis. Dan jika Deva menyinggungnya dia selalu berkata 'biarin aja sih siapa tahu nanti gue ketemu jodoh.'

Deva duduk di sofa ruang tamu di rumahnya, sambil menunggu Aura Deva memutuskan untuk mengotak-atik smartphone-nya. Deva mengalihkan pandangannya ke arah langkah suara kaki, tepatnya suara kaki bundanya.

" Loh, belum berangkat?" Tanya Bundanya heran.

"Masih nunggu Aura bun." jawab Deva.

Dania melangkah menghampiri Deva lalu mendudukan diri tepat di sebelah putrinya. Dania memandang Deva dengan sendu.

"Waktu cepat berlalu, tidak terasa kamu sudah sebesar ini. Kamu sangat cantik sesuai dengan yang dia perkirakan." Dania menjeda perkataannya.

"Sampai saat ini Bunda tidak menyangka bisa membesarkanmu seorang diri, entah Bunda berhasil atau tidak." lanjutnya lagi. Saat ini Dania hanya ingin melihat rupa putri kecilnya yang tanpa ia sadari sudah beranjak remaja.

"Bunda berhasil, sangat berhasil." mendengar perkataan Bundanya yang mempertanyakan dirinya sendiri, membuat Deva spontan memeluk tubuh Bundanya erat. Deva memejamkan matanya menghalau rasa panas pada matanya yang akan mengeluarkan air mata.

Deva sudah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia akan berusaha menyembunyikan air matanya dari banyak orang terutama bundanya. Deva hanya ingin membuktikan pada dunia, bahwa dirinya bukan gadis lemah, dia adalah gadis yang kuat yang bisa menghadapi kepedihan yang dia alami. Walaupun harus menyimpan kepedihan seorang diri tanpa bisa membaginya pada siapapun.

Dia juga tidak akan berharap pada siapapun kecuali Bundanya. Dulu dia juga berharap pada orang yang dia sebut sebagai Ayah, tapi kejadian dua belas tahun lalu mengharuskan dirinya membuang harapan pada orang itu.

"Princess Ayah masih kecil aja udah cantik apalagi kalo udah besar nanti, pasti jadi rebutan." ucap Dewa mengelus rambut coklat terurai putrinya.

"kenapa rebutan?" Tanya Ara polos.

"Karena princess ayah cantik."

"Kayak ayah sama bunda rebutan Ara?" Dewa mengangguk menjawab pertanyaan sang putri.

"Gak mau, maunya sama yah sama bunda." Ara hanyalah gadis kecil yang tidak terlalu mengerti dengan perkataan sang Ayah, dia hanya menjawab yang ada di pikirannya.

"Iya nanti kalo Ara udah besar, gak akan Ayah biarin orang lain deketin kamu dengan mudah apalagi buat kamu sedih."

"Kamu gak bisa bilang bunda berhasil, karena melihat kamu hari ini, Bunda baru sadar. Bunda seolah tidak peduli dengan perubahan kamu, perubahan dalam diri kamu, Bunda membiarkan jati diri kamu hilang selama dua belas tahun" Dania menjeda

"Kamu bukan orang yang pendiam, kamu bukan orang yang sulit berekspresi, dan yang paling terlihat kamu tidak terlalu suka rambut di kepang. Dua belas tahun itu sangat lama dan selama itu kamu tidak pernah keluar rumah dengan rambut terurai. Mungkin itu hal kecil tapi itulah jati diri Ara, putri kecil bunda" masih di pelukan Bundanya, Deva menegang. Sudah lama bundanya tidak pernah menyebut nama kecilnya, biasanya bundanya memanggilnya dengan sebutan sayang, nak, atau Deva walaupun jarang.

Dengan perlahan Deva melepaskan pelukannya dari sang bunda, menundukkan kepala dan memejamkan mata. Kemudian menatap bundanya yang sedang menatapnya sendu dengan air mata yang berjatuhan.

"Ara udah gak ada Bun, yang ada hanya Deva." Deva memandang bundanya datar.

Setelah mengatakan itu Deva keluar dari rumah memutuskan menunggu Aura di depan rumah agar terhindar dari pembicaraan dengan bundanya

●●●

"Sudah dapat informasinya?" Tanya seorang pria pada seseorang di seberang sana.

"..."

"Jelaskan intinya saja sisanya kirim nanti." jawab pria itu setelah mendengar jawaban dari orang yang sedang tersambung dengannya.

"..."

Pria itu mendengarkan setiap kata yang di ucapkan oleh orang itu dengan saksama. Kadang kala pria itu menghela nafas pelan kadang juga memejamkan mata sesaat. Tidak menyangka bahwa informasi yang ingin ia ketahui tidak sesederhana yang ia bayangkan, apalagi untuk di jalani.

"Baiklah, kirim sisa informasinya nanti. Dan ingat jangan sampai ada orang tahu aku menghubungimu, termasuk keluarga saya." katanya setelah mendengar yang ingin ia dengar, tanpa menunggu jawaban dari orang yang di hubunginya, pria itu memutuskan panggilan.

●●●

Di dalam mobil Deva hanya terdiam dengan tatapan kosong, Deva melamun. Deva teringat dengan dengan bundanya, lelehan air mata bundanya. Dia bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia menyakiti bundanya?. Jika iya? Dia sangat menyesal. Dia sadar dia sempat memandang bundanya dengan datar, yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan pada bundanya.

Sejak Deva menaiki mobil, Aura tak henti-hentinya bercerita tentang kegiatannya pada saat eskul Volly walaupun tidak mendapatkan tanggapan dari Deva, Aura sudah terbiasa dengan Deva yang menjadi pendengar karena menurut Aura lebih baik Deva menjadi pendengar dari pada menanggapi dengan perkataan pedas. Aura tidak sadar kalau Deva melamun dan tidak mendengarkan ceritanya.

"Sumpah Dev gue capek banget. Untung aja tadi gue di bangunin sama Mami. Jadi masih sempet dandan walaupun rambut gue biasa-biasa aja." lanjut Aura bercerita.

Tadi saat di sekolah tepatnya pada jam istirahat ada sebuah pengumuman kalau eskul olah raga aktif hari ini. Jadi dengan terpaksa Aura harus mengikutinya karena memang Aura sudah mengikuti eskul Volly dari kelas 10.

Aura mengikuti eskul Volly bukan karena Aura suka dengan olah raga Volly. Jangankan suka Volly Aura bahkan sangat membenci dengan yang namanya olah raga. Aura masuk eskul Voli karena ingin melihat cogan berlatih Basket, yang kebetulan lapangannya bersebelahan dengan lapangan Volly. Jika ada yang bertanya kenapa Aura tidak masuk eskul Basket maka Aura akan menjawab 'eskul Basket latihan fisiknya keras, dan yang pasti gue gak bakalan kuat.'
























































Semoga kalian suka ya....

Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang