8. Sebuah Harapan

235 78 30
                                    

Semangat membaca😊

Hari ini Deva merasa sangat ceroboh. Dia merasa amat bersalah karena sudah menabrak seseorang dan yang lebih parahnya dia membuat barang mahal orang yang di tabraknya rusak, tapi di sisi ĺain dia merasa lega karena tidak perlu mengganti smarphone orang yang di tabrak dan Deva sangat yakin walaupun dengan memberi uang tabungannya selama tiga tahun ini, dia masih belum tentu bisa mengganti smarphone cowok yang tidak ia ketahui namanya itu.

Kemudian Deva di kejutkan dengan suara yang berasal dari snarphone-nya, menandakan ada panggilan masuk. Dia pun melihat smarphone-nya tenyata dari bundanya, buru-buru Deva mengangkat telpon tersebut.

"Assalamualaikum bun."

"Walaikum salam, ada dimana nak?"

"Masih di rumah."

"Loh, gak ke toko?"

"Ini juga mau berangkat bun."

"Oh yaudah, kamu hati-hati ya."

"Iya, assalamualaikum."

"Walaikumsalam."

Hampir saja Deva lupa kalau hari ini dia harus membantu bundanya ditoko kue. Sebenarnya itu bukan sebuah keharusan, tapi berkunjung ke toko kue bundanya sudah seperti rutinitas sejak Bundanya punya toko kue.

Cepat-cepat Deva bersiap, lalu membuka smarphone-nya untuk mencari ojek online. Di garasi rumahnya sudah ada sepeda motor yang di sediakan oleh bundanya, tapi Deva adalah tipe orang yang malas untuk menyetir, walaupun sudah mahir dalam menyetir sepeda motor. Jadinya dia sering bepergian dengan di antar jemput Aura atau ojek online, bahkan sepeda motornya hanya di pakai saat waktu-waktu mendesak.

●●●

Di penjalanan ojek yang di tumpangi Deva malah bermasalah karena bannya bocor, awalnya tukang ojek itu menyuruh Deva untuk bayar setengah tapi Deva menolak dan memilih membayar full karena sudah dekat dengan toko kue Bundanya.

Jadilah Deva berjalan kaki menuju toko ku bundanya. Langkah kakinya terhenti saat melihat anak perempuan berusia sekitar lima atau enam tahun menangis di pinggir jalan sambil melihat sekitar, Deva yang merasa sangat kasian menghampiri anak itu.

"Dek." panggil Deva sambil berjongkok di depan anak itu mensejajarkan tinggi badannya dengan anak kecil itu.

Anak itu melihat ke arah Deva, tatapannya seakan bertanya siapa orang ini.

"Kamu kenapa nangis?" Tanyanya lembut.

"Tadi Anggi beli es krim, terus Papa sama abang gak ada hua..." ucap anak itu terbata yang di akhiri dengan tangisan keras.

"Ehh jangan nangis dek. Kamu sekarang ikut kakak, nanti kakak minta ke Bundanya kakak buat cari Papa sama kakak kamu. Gimana, mau?" Sambil berbicara Deva mengusap dahi berkeringat anak kecil itu.

"Janji cariin papa sama abangnya Anggi ya kak." katanya sambil menyodorkan jari kelingkingnya kepada Deva, yang di balas dengan menautkan jari kelingkingnya pada gadis kecil bernama Anggi itu.

Deva yang awalnya berjalan sendiri ke toko kue bundanya sekarang di temani oleh gadis kecil ini. Gadis kecil bernama Anggi itu dengan tangan kanan di gandeng Deva tapi matanya melihat ke sekelilingnya.

"Kamu duduk di sini dulu ya, jangan kemana-mana, kakak mau panggil bundanya kakak." saat sudah sampai di toko kue Bundanya Deva mendudukan Anggi di salah satu kursi yang ada di toko kue bundanya.

Dulu saat awal Bundanya membuka toko kue, toko kue Bundanya tidak sebesar ini hanya berupa toko kue kecil yang hanya menyediakan dua kursi panjang untuk pembeli yang menunggu pesanan. Tapi sekitar tiga tahunan toko kue ini memiliki banyak pelanggan, hingga Bundanya berniat membeli tanah kosong di samping toko kuenya untuk memperluas toko.

Deva dan Bundanya keluar dari dapur tak lama kemudian, mereka berjalan menghampiri meja dimana tempat anak kecil itu berada. Saat memanggil Bundanya di dapur tadi Deva sudah menceritakan tentang pertemuannya dengan gadis kecil yang ia temui.

Deva dan Bundanya pun duduk di meja yang sama dengan Anggi, mereka masih menunggu Anggi menghabiskan kue yang sudah Deva pesankan untuk gadis kecil itu. Setelah memastikan Anggi selesai dengan makanannya Dania, bunda Deva pun bersuara.

"Nama kamu Anggi kan?" Di jawab anggukan oleh Anggi.

"Kamu tahu rumah kamu dimana?" Tanya Dania lagi.

Gadis itu terdiam sejenak, kemudian mengambil sesuatu pada saku roknya.

"Anggi gak tahu, tapi kalau Anggi keluar rumah. Anggi sama abang pasti di kasih ini sama papa." kata gadis itu, sambil memberikan sesuatu pada Dania.

Dania pun menerimanya, kemudian melihat dan ternyata itu sebuah kartu nama seseorang. Dia mencoba menghubungi nomor telpon yang ada di kartu nama itu.

"Papa kamu lagi jalan ke sini, jadi kamu tenang aja ya." ujar Dania tersenyum tulus yang di sambut kegirangan oleh gadis itu.

Deva pun merasa bahagia melihat kebahagiaan gadis itu. Dulu saat seumuran anak itu dia juga selalu bahagia tapi kebahagiaan yang ia rasakan itu tidak bertahan lama. Sambil menunggu Papa Anggi menjemput gadis itu mereka pun bicara dengan santai, walaupun yang banyak berbicara adalah Anggi.

"Anggi." panggil seorang pria yang menggandeng anak kecil laki-laki seumuran Anggi sambil berjalan menuju gadis kecil itu.

"Papa." Anggi pun memeluk papanya dengan tangan kecilnya.

"Maaf ya tadi papa nganter abang kamu ke toilet, pas balik kamu udah gak ada." ucap pria itu menjelaskan.

Kemudian pria itu melihat ke arah wanita yang menolong putrinya, melihat wanita yang ada di depannya pria itu merasa tak asing dengan orang tersebut.

"Dania?"

"Gio?"

●●●

Deva mengingat Bundanya yang tertawa lepas dengan pria bernama Gio itu, yang ternyata adalah ayah si kembar Angga dan Anggi sekaligus teman SMA bundanya dulu.

Deva berjalan menuju meja belajar yang ada di dekat jendela kamarnya, mengambil buku hariannya, kemudian menulis sesuatu di sana.

Bunda...
Dua belas tahun sudah berlalu. Tapi ini hari pertama aku melihat Bunda tertawa lepas dengan seorang pria .
Mungkin ini saatnya untuk Bunda bahagia. Dia sudah bahagia dengan keluarga barunya. Begitu pun Bunda., Bunda bahkan lebih pantas bahagia dari pada dia.
Aku sama seperti anak di luar sana yang lebih menginginkan orang tuanya kembali bersama. Tapi dua belas tahun lamanya aku menunggu dia untuk menjemput kita tapi itu hanya sebuah harapan.
Hari ini aku menyerah pada harapan itu, aku ingin bunda bahagia dengan pria yang bisa lebih menghargai dan mencintai Bunda lebih dari pada dia.

Tertanda
Devara Aurora




















Kok aku ngerasa kurang sreg ya sama part ini, tapi beneran deh si kembar sama bapaknya itu bakal ada di part-part selanjutnya walaupun gak sering.
Tolong comen dong tentang part ini, gimana sih menurut kalian?
Part selanjutnya kayaknya judulnya ANAK BARU, tapi gak tahu juga sih
Jangan bosen ya baca ceritaku dan semoga kalian suka ya.

Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang