16. Kunjungan

202 46 38
                                    

Semangat membaca😊

Deva terbangun dari tidurnya lalu melihat kearah jam dinding yang ada dikamarnya, jam setengah delapan itu berarti ia tidak masuk sekolah hari ini. Deva mendudukkan dirinya dengan posisi bersandar pada kepala ranjang, memandang kosong kearah dinding.

Pintu kamar terbuka membuyar lamunan Deva. Ternyata Dania, Bundanya yang datang dengan membawa nampan makanan. Dania pun duduk di tempat tidur putrinya.

"Gimana, sudah enakan?" Kata Dania sembari mengelus kepala Deva dengan sayang. Deva hanya mengangguk.

"Dimakan, dihabisin jangan sampai ada sisa. Kamu biasanya sakit karena kurang makan, kurang minum sama banyak pikiran." inilah yang Deva suka saat dirinya sakit, Bundanya mejadi banyak bicara seperti dulu.

Tanpa disadari sebenarnya bukan hanya Deva yang berubah setelah kejadian itu tapi Bundanya juga. Tapi hanya Deva yang tahu dan sadar akan hal itu.

"Bunda." panggil Deva dengan suara agak serak, mungkin efek bangun tidur.

"Ya?" Dania yang sedang mengeluarkan beberapa obat dari bungkusnya memandang putrinya penasaran.

"Aku pengen denger cerita."

"Kamu kayak anak kecil aja pengen denger cerita, emang kamu mau denger cerita apa?" Dania tertawa pelan.

"Tentang Ayah." mendengar penuturan putrinya Dania diam terpaku untuk sejenak, kemudian melanjutkan menyiapkan obat untuk Deva.

"Jangan lupa makan! Bunda kebawah dulu." tanpa mengabulkan permintaan putrinya Dania keluar dari kamar putrinya.

Melihat kepergian bundanya Deva kembali merasa bersalah, tidak sepantasnya dia menanyakan hal yang sudah berusaha dikubur bertahun-tahun oleh bundanya.

●●●

Dengan tangan memegang sebuah buku, Deva duduk dikursi yang ada dibalkon kamarnya memandang keluar dengan tatapan kosong, Akhir-akhir ini Deva memang sering melamun memikirkan banyak hal, mungkin itu yang membuatnya sakit.

"Kak Deva." Deva terkejut dengan suara lengkingan yang baru saja masuk keindra pendengarannya.

Dengan spontan dia melihat keasal suara. Diambang pintu kamarnya terlihat beberapa orang, Deva pun mengembangkan senyumnya tidak menyangka akan mendapat kunjungan dari dua bocah cilik kesayangannya.

"Angga, Anggi, kalian disini? Kalian gak sekolah?" Deva baru saja akan menghampiri bocah kembar kesayangannya tapi urung karena melihat keduanya berlari menghampirinya.

"Mereka mau liat kamu pas denger kamu sakit, mereka bahkan gak mau ikut Papanya keluar kota seperti biasanya." kata Dania menjelaskan.

"Terus kenapa gak sekolah?" Tanya Deva lagi.

"Udah ijin ke bu guru." Angga menjawab, tapi Deva masih kurang paham dengan  jawaban yang diberikan Angga.

Deva memandang bundanya dengan pandangan bertanya, Dania yang sudah berdiri dihadapan mereka pun mengerti maksud Deva.

"Papa mereka udah ijin tadi malam kalau mereka gak bisa sekolah hari ini karena harus keluar kota ikut sama Papanya, tapi karena dengar kamu sakit mereka merengek ingin kesini melihat keadaan kamu." jelas Dania lagi.

Dania meletakkan beberapa kue kering dimeja yang ada dibalkon, lalu kembali memandang senyum cerah ketiganya, rasanya lama tidak melihat senyum cerah putrinya karena hal-hal sepele seperti ini, dengan hanya dikunjungi anak kecil seperti Angga dan Anggi.

"Papa kalian mana?" Deva kembali bertanya.

"Papa udah berangkat." Anggi menjawab.

"Naik pesawat." lanjut Angga.

"Angga dan Anggi akan menginap disini beberapa hari sampai Papa mereka balik." mendengar perkataan bundanya Deva tidak berkata apapun tapi senyumnya semakin lebar menandakan Deva sangat senang.

Dania pun keluar setelah memberikan alasan pada ketiganya, meninggalkan mereka dengan obrolan seru mereka.

"Katanya kak Deva sakit? Kok gak tiduran?" Anggi berceloteh.

"Iya ya, Angga kalo sakit tiduran terus, soalnya kepala Angga sakit." Angga menambahi

"Kakak udah enakan kok, makanya gak tiduran. Kalo tiduran terus kakak makin pusing." Angga dan Anggi hanya mengangguk-anggukan kepala mereka.

Pada dasarnya Deva adalah orang yang jarang sakit, sekali sakit dia juga cepat sembuh, paling lama dia sakit hanya tiga hari tak heran jika dalam waktu semalam dia sudah merasa lebih enakan.

Mereka berbicara tentang banyak hal, walaupun yang berbicara kebanyakan Angga dan Anggi, Deva tetap senang. Dia merasa dengan adanya bocah kembar ini dirinya merasa lebih terhibur di rumahnya ini, seperti memiliki saudara.

Dania memasuki kamar Deva kembali dengan membawa minuman, bahkan karena keseruan berbicara mereka tidak menyentuh kue kering disediakan oleh Dania.

"Masih belum dimakan juga? Kalian pasti keasyikan bicara sampai nganggurin makanan." Angga dan Anggi tertawa pelan sedangkan Deva hanya tersenyum menyetujui perkatan bundanya.

"Deva sayang, bunda bakal keluar sebentar, gak papa kan kalau Bunda tinggalin Angga dan Anggi sama kamu?" Dania meminta persetujuan.

"Kemana bun?"

"Keluar sebentar, Deva sayang" Deva merasa aneh dengan jawaban sang bunda. Tidak biasanya bundanya tidak memberi jawaban pasti kepergiannya. Tapi dia mencoba abai karena tak ingin memperpanjang.

"Kalian jangan nakal ya!" Dania memperingati Angga dan Anggi dengan nada bercanda.

"Siap bunda." Angga dan Anggi berkata kompak.

"Angga bakal jaga kak Deva sama Anggi, Angga kan cowok pemberani." mereka pun tertawa mendengar perkata Angga.

●●●

Dania melangkah memasuki tempat pemakaman umum, dengan tangan memegang seikat bunga, juga kepala yang terlindung dengan kerudung berwarna hitam.

Setelah sampai dimakam yang dituju, Dania memandang nisan yang terukir nama Darka dengan keadaan masih berdiri. Dania pun mulai berjongkok meletakkan seikat bunga yang dibawanya dimakam yang sedang ia kunjungi.

Matanya menunjukkan sejuta luka. Dia kembali mengingat potongan-potongan kejadian buruk dimasa lalu tanpa bisa dia ungkapkan, batinnya lelah tapi juga harus bertahan demi putri satu-satunya.

Dania mulai membersihlan makam yang sudah lama tak ia kunjungi karena setiap berkunjung kemakam ini dia selalu merasa lukanya yang akan mengering kembali basah dan semakin menganga lebar.

Sesetes demi setetes air mata bergulir dipipinya, tanpa mempedulikan matahari yang semakin panas dia tetap pada posisinya, tangannya berpindah kearah nisan mengusapnya pelan seolah yang diusapnya adalah kepala seseorang.

"Kehadiranmu sangat dinanti, tapi kamu harus tetap menjadi rahasia agar tak terlalu menambah rasa sakit dan duka Deva. Tuhan sangat menyayangi kamu sampai tuhan mengambilmu dariku. Deva pasti akan sangat senang dengan kehadiranmu tapi akan semakin menambah luka jika tahu kepergianmu. Sebagian orang memang tidak menganggapmu berharga, tapi yang sebenarnya kamu lebih dari kata berharga sayang."



Ayo siapa yang dimaksud Dania alias bundanya Deva, apa mungkin selingkuhan Dania?
Ada yang penasaran ngak

Semoga kalian suka
Luv yu🥰

Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang