15. Sakit

238 51 36
                                    

Semangat membaca😊


"Kalian ada hubungan apa?" Tanya Aura pada Bara sedangkan Nathan yang sudah ada disamping Aura memandang dua orang didepannya dengan dahi mengernyit. Entah apa yang dipikirkan oleh Nathan.

Karena tak mendapatkan jawaban dari orang yang ditanya Aura pun berganti memandang Deva yang memejamkan mata.

"Ini lagi, gue cariin kemana-mana ternyata disini. Berduan sama cowok, pelukan, sampek ketiduran lagi. Padahal udah khawatir banget sama nih anak."  kesal Aura sama seperti seorang ibu yang memarahi anaknya.

"Dev." Aura menepuk paha Deva pelan, berniat membangunkan Deva.

"Hmm." Deva bergumam.

Karena hanya mendapat gumaman tidak berarti dari Deva Aura pun memutuskan untuk menepuk pipi Pelan.

"Dev." niat akan membangunkan Deva, Aura malah membolak balikkan tangannya dipipi dan dahi Deva.

Aura memandang tangannya heran yang sudah menyentuh pipi dan dahi Deva. Kemudian mengambil tangan Nathan yang ada sebelahnya. Aura memandang bingung tangannya yang sedang bertautan dengan tangan Nathan.

Nathan yang tadinya memandang dua orang didepannya jadi memandang Aura heran, ekspresi Aura seperti orang bodoh pikir Nathan.

"Than, tangan gue dingin ya?" Tanya Aura sambil mendongak memandang Nathan.

"Biasa aja."  jawab Nathan masih dengan memandang Aura heran.

"Kalo tangan gue biasa aja, berarti Deva yang panas." kata Aura mencoba menyimpulkan.

Bara yang dari tadi diam memandang Aura dan Nathan, berubah memandang Deva yang ada didalam pelukannya. Kemudian Bara pun meletakkan tangannya dipipi dan dahi Deva, mencoba mengechek suhu tubuh Deva, seketika raut wajahnya menjadi panik.

Bara berpikir mengapa dia baru sadar sekarang, Bara merutuki dirinya sendiri. Dengan tergesa-gesa Bara menggendong tubuh Deva, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Setelah memastikan Deva aman dan nyaman digendongannya Bara pun melangkah meninggalkan taman belakang hotel.

Tapi baru beberapa langkah Bara melangkah dia dihadang oleh Aura
"Deva mau lo bawa kemana?" Tanya Aura panik, setelah sadar dari kebodohannya.

"Kerumah sakit." jawab Bara, kemudian melanjutkan langkahnya

"Eeh gak usah!" kata Aura.

"Kenapa?" Kali ini Nathan yang bertanya.

"Soalnya Deva gak suka rumah sakit, biasanya Deva itu sakitnya bentar, jadi gak usah kerumah sakit dan juga Bunda pasti khawatir kalo Deva belum pulang apalagi sampek masuk rumah sakit." ujar Aura menjelaskan.

"Ohh." ucap Nathan menanggapi.

"Yaudah gue telepon supir gue dulu."

"Gak usah, lama. Gue anter." Bara pun melanjutkan langkahnya tanpa menunggu Aura dan Nathan.

Aura pun tak menjawab perkataan Bara karena dia setuju, kalau dia masih menunggu sopir sama saja dia memperlambat waktu istirahat Deva.

Aura dan Nathan pun berjalan mengikuti Bara yang menggendong Deva. Langkah kaki Bara yang cepat dan juga lebar membuat Aura harus sedikit berlari agar tidak tertinggal jauh dari Bara dan Nathan.

Dimobil pun tak ada yang bersuara, Aura yang duduk didepan sering kali memutar kepalanya kebelakang. Dalam hatinya dia bertanya-tanya apa hubungan antar keduanya sehingga bisa membuat Deva tak menolak setiap tindakan yang Bara berikan.

"Sumpah, gue penasaran. Apa sih hubungan kalian berdua?" Aura memberi tatapan bertanya-tanya, dan lagi-lagi pertanyaannya seperti angin lalu.

Aura jadi jengah dengan tingkah Bara. Kenapa menjawab pertanyaan sesederhana itu saja sangat sulit untuk menjawab. Apa Bara punya masalah dengan indra pendengarannya, jangankan menjawab melirik Aura saja tidak. Bara malah sibuk mengelus kepala Deva dan merapikan jasnya yang dipakai Deva agar Deva tidak kedinginan.

Aura pun memutar kepalanya, melihat keluar jendela. Memikirkan kemungkin-kemungkinan apa saja yang bisa dia duga dari dua orang yang terlihat sangat dekat yang sedang duduk dikursi mobil bagian belakang.

Sama halnya dengan Aura. Nathan pun memikirkan apa hubungan keduanya hingga bisa sedekat ini dalam waktu singkat, tapi Nathan harus tetap konsentrasi menyetir dan mengesampingkan semua pemikirannya tentang Bara dan Deva.

Setelah menempuh perjalanan hampir tiga puluh menit akhirnya mereka pun sudah ada didepan pintu rumah Deva.
Aura mengetuk pintu rumah Deva.

"Iya, tunggu sebentar." pintu terbuka menampilkan sosok bunda Deva, Dania.

Dania yang melihat Aura pun tersenyum, tapi senyumnya luntur saat melihat sang putri ada digendongan seseorang dengan mata tertutup.

"Deva kenapa?" Tanya Dania panik sembari melangkah kearah pemuda yang menggendong putrinya.

"Badannya panas." Bara menjawab

'Ngomong juga, gue kira bisu nih anak.' batin Aura.

"Tolong bawa Deva kekamarnya ya, tante mau ngambil air buat kompres Deva sekalian ambil minum buat kalian, Aura sayang tolong kasih tahu kamarnya Deva ya."

"Iya Bunda." jawab Aura, kemudian mengarahkan mereka kekamar Deva.

●●●

Dania mendudukkan dirinya disofa ruang tamu menatap remaja yang mengantar putrinya, Deva.

"Makasih ya sudah mau mengantar anak Tante yang sedang sakit." ucap Dania tulus.

"Gimana keadaan Ara Tante?" Tanya Bara.

"Ara?" Tanya Dania memandang Bara heran begitu pun dengan Nathan dan Aura.

"Devara Tante." jelas Bara.

"Kanapa kamu memanggil Deva dengan sebutan Ara, nak?" Tanya Dania lagi sambil tersenyum.

"Karena dia memang Ara." Tukas Bara tenang.

Dania terkejut dengan ucapan teman anaknya ini, setahunya tak banyak orang yang tahu tentang nama kecil Deva. Lalu dari mana pemuda didepannya ini tahu, apa Deva yang memberi tahu? Tapi Dania yakin putrinya Deva tidak akan memberitahukan sembarang orang tentang masa kecil bahkan pada Aura sekalipun.

Dania pun mencoba mengalihkan pembicaraan, kemudian menatap pemuda yang duduk disebelah Aura.

"Deva tidak pernah membawa temannya selain Aura. Kalau boleh tante tahu, siapa nama kalian?" Dania tersenyum lembut.

"Maaf Bunda, Aura lupa ngenalin mereka. Hehehe." Kata Aura sambil cengengesan.

"Ini namanya Nathan." tunjuk Aura pada Nathan.

"Nathan pacar kamu itu, Ra." goda Dania.

"Bukan Bun, tapi mantan." tekan Aura diakhir kalimat.

"Kalo yang itu namanya..." belum sempat Aura mengenalkan Bara, Bara sudah lebih dulu memotongnya.

"Bara, Tante." Bara menjawab lugas. Sedangkan Dania berfikir, dia seperti pernah mendengar nama itu. Kemudian Dania ingat sesuatu.

"Bara teman kecil Deva, waktu masih playgroup? Bara yang pernah buang kotak bekal Deva ketempat sampah?"



























































Halo semua...
Semoga kalian suka sama part ini.

Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang