13. Sandaran

219 58 37
                                    

Semangat membaca😊

Deva berada di toilet hotel, tempat dimana Shelin mengadakan pesta ulang tahun yang ke tujuh belas. Pestanya belum di mulai karena lagi-lagi Shelin menunggu papanya.

Tepat saat membuka pintu toilet, Deva melihat Shelin melewati toilet entah mau kemana. Karena penasaran Deva pun mengikuti Shelin. Dari tempatnya berdiri Deva bisa melihat Shelin sedang menghampiri seseorang yang ia kenal sebagai teman sekelasnya sekaligus pacar dari Sarah, Zaki.

Entah apa yang mereka lakukan di tangga darurat, tempat yang jarang di datangi orang. Deva yang melihat interaksi mereka menjadi semakin heran. Lalu Deva teringat kejadian di toilet sekolah.

"Dev, bisa tolong pegangin dompet sama hp gue gak? Gue udah kebelet banget nih." tanpa menunggu jawaban Deva, Shelin langsung mengambil salah satu tangan Deva dan meletakkan dompet dan smartphone-nya pada tangan Deva. Shelin masuk ke toilet dengan terburu-buru.

Sedangkan Deva yang belum siap menerima smartphone dan dompet Shelin pun tanpa sengaja menjatuhkan dompet Shelin. Dalam hati Deva bersyukur karena dompet Shelinlah yang jatuh dan bukan smarphone-nya.

Mungkin karena Shelin tidak rapat mengancing dompet, membuat dompetnya jatuh dengan keadaan terbuka. Deva mengambilnya, berniat menutup dan mengancing dompetnya. Tapi tanpa sengaja matanya menangkap sebuah foto, foto Shelin yang di cium pipinya oleh seorang pemuda.

Deva tidak bisa melihat dengan jelas rupa pemuda yang mencium Shelin karena hanya terlihat dari samping, tapi rasa-rasanya Deva kenal dengan pemuda ini. Tapi sebelum mengamati lebih jelas, Deva lebih dulu mendengar suara pintu di buka. Dengan terburu-buru menutup dompet Shelin.

"Kamu ngapain nyuruh aku kesini, kalo ada yang liat gimana?" Shelin berkata sambil melihat sekitar dengan cemas.

Disisi lain, entah pikiran dari mana Deva mengambil smartphone-nya dan merekam interaksi Shelin dan Zaki.

"Gak usah khawatir, di sini sepi kok. Jadi kamu tenang aja." ujar Zaki meyakinkan.

"Tapi tetep aja, kalo ada orang yang gak sengaja ada yang lewat, kita kan gak tahu." ucap Shelin semakin kesal.

"Nah ini dia tantangannya, kamu sendiri kan yang bilang hubungan kita ini sangat menantang." Deva bisa melihat Zaki memndang Shelin dengan pandangan jahil.

"Tapi kan..." Zaki meletakkan jari telunjuknya tepat di depan bibir Shelin. Memotong perkataan Shelin.

"Sayang...." mendengar kalimat 'sayang' terlontar dari mulut Zaki yang di tujukan pada Shelin membuat Deva tidak mendengarkan kelanjutan pembicaraan Zaki dan Shelin.

Deva mempunyai banyak pertanyaan dalam otaknya. Tentang hubungan Shelin dan Zaki.

"Aku balik dulu ya, takut ada yang nyariin"  Deva yang juga mendengar Shelin berkata pada Zaki, dengan segera dia merapatkan dirinya ke dinding agar tidak terlihat oleh Shelin.

Setelah memastikan Shelin dan Zaki pergi dari tempat itu, Deva keluar dari tempat persembunyiannya.

●●●

Melihat pemandangan didepan matanya Deva jadi tahu kalau Shelin dan Elin adalah satu orang yang sama. Masa lalu, entah mengapa Deva merasa ia akan terlibat kembali dengan orang-orang dari masa lalunya. Memikirkannya saja sudah membuat Deva merasa nyeri pada ulu hatinya, tak cukupkah dengan menjadi masa lalu, sampai harus dipertemukan kembali.

Ditengah ruangan tempat pesta ulang tahun Shelin diadakan. Deva melihat sebuah kebahagiaan dan keharmonisan pada sebuah keluarga, keharmonisan keluarga yang pernah ia rasakan juga. Tapi sayang itu dulu.

Shelin dengan diapit oleh orang tua, memasang senyum lebar yang baru saja mendapatkan doa dari Papa dan Mamanya. Deva merasa teriris, wajahnya memang tampak datar tapi matanya sudah memerah.

Dengan perlahan Deva melangkah mundur, menuju tempat sepi yang tidak di datangi orang. Deva mendudukkan dirinya pada sebuah kursi yang ada disudut taman hotel.

'Dulu aku hanyalah anak kecil yang tak mengerti kesedihan bunda yang harus menahan duka hanya untuk kebahagiaanku.

Aku hanya melihat satu kali keharmonisan dan kebahagiaan keluarga mereka tapi rasanya sangat sakit, apalagi bunda. 'Terlalu egoiskah aku, jika sampai sekarang masih berharap bisa memiliki keluarga utuh dengan Ayah didalamnya.'

Deva menangis dengan menggigit bibir bawahnya agar suara isakannya tidak terdengar. Mungkin hari ini adalah hari paling menyedihkan dalam hidup Deva. Tapi lagi-lagi dia tidak bisa berbagi dukanya dengan orang lain.

Tapi kali ini sepertinya Deva salah, karena dia merasa ada yang memeluknya dari samping. Deva tidak peduli siapa orang itu karena rasanya ia lelah menjadi kuat untuk hari ini.

"Menangislah jika setelah itu lo bisa jadi lebih kuat. Jangan pendam semua duka yang lo rasain jika itu menyiksa. Menangislah  sekeras yang lo bisa" mendengar suara Deva tahu siapa orang yang tengah memeluknya.

"Ceritain semua yang lo rasakan. Gue disini siap dengerin semua tentang lo, jangan ragu buat nangis dipelukan gue, jangan ragu buat bersandar di pundak gue, dan jangan ragu buat berbagi duka lo sama gue. Karena dulu lo sendiri yang bilang lo ada buat gue dan sekarang giliran gue yang ada buat lo." mendengar kalimat meyakinkan dari orang yang memeluknya, Deva yang awalnya dipeluk dari samping memutar tubuhnya membalas pelukan dari orang yang memeluknya.

Deva menangis dengan keras, menumpahkan semua duka yang selama ini ia pendam seorang diri. Entah apa yang membuat Deva percaya pada orang yang yang memeluknya ini.

"Gue masih Bara yang sama Ra. Bara yang bakal selalu ngelindungi lo, Bara yang selalu dengerin cerita lo Ra, dan juga Bara yang selalu iri sama seorang Ara." tangis Deva sudah mulai surut, dengan masih dengan posisi memeluk orang itu Deva mendengarkan semuanya

"Dulu waktu kita masih kecil gue iri karena lo punya orang tua yang sangat sayang sama lo, lo dengan mudah berteman dengan banyak orang. Sedangkan gue, orang tua gue terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan gue gak punya teman sama sekali selain lo, mereka semua ngejauhin gue. Dan sekarang gue iri karena lo kuat banget, mungkin kalo gue atau orang lain yang ngalamin, entah apa yang dilakuin buat jadi pelarian. Lo kuat Ra, sangat kuat."

Hari ini Deva sadar, dia tidak sekuat yang ia bayangkan, ia tak bisa menanggung dukanya seorang diri. Dia memerlukan seorang yang bisa menjadi sandarannya dalam hidup. Dan mungkin dia sudah menemukan orang itu, Bara.





















































Semoga suka ya
Makasih udah baca sampai part ini

Duka DevaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang