Haiii, apa kabar?
If you like this story, jangan lupa ajak temen kamu untuk ikut baca yaaa!
Happy reading
Jam sudah menunjukkan pukul 11.00 malam. Namun, Athala dan anak Arbani masih nyaman berada di warteg. Ini bukan hal yang jarang mereka lakukan. Karena besok juga hari minggu, mereka bisa menghabiskan waktu untuk tidur.
Ijal sudah tertidur di kursi panjang dengan tangan yang menjadi bantal, sedangkan Bagas yang bersandar di dinding warteg dengan mata yang terpejam. Nail dan Reja juga seperti itu. Mereka sama-sama tertidur di atas meja dengan tas yang menjadi sandaran kepalanya.
Lain dengan Alan dan Athala. Mata kedua lelaki itu masih enggan untuk terpejam. Athala yang sibuk mengotak-atik handphone berlogo apple, dan Alan yang sibuk memperhatikan siaran di TV. Warteg ini sudah seperti rumah kedua bagi anak Arbani. Jika tidak ada tempat untuk berteduh, disini lah mereka berlindung. Bersama-sama dan saling melengkapi, itulah Arbani.
Suara-suara jangkrik mulai terdengar. Begitupun dengan suara dengkuran mereka yang terdengar jelas saat sedang tertidur pulas.
"Ngorok tuh," sahut Alan melihat temannya.
Athala mengarahkan pandangannya untuk melihat dari mana asal suara tersebut.
"Kebo. Dimana-mana aja tepar." Athala mencibir. Kemudian ia melihat jam tangan yang berwarna hitam itu. Ia telah berjanji menelfon Thalia lagi untuk menanyakan kabar gadis itu yang selalu absen di pikiran nya.
"Mau ngapain lo?" tanya Alan pada Athala. Laki-laki itu capek sendiri melihat ketuanya yang terus memegang handphone.
"Nelfon Thalia," jawab Athala seraya berdiri. Selanjutnya lelaki itu keluar untuk menelfon.
Jika seperti ini terus, ia akan terlihat seperti hubungan virtualan. Di mana kita hanya saling mengirim pesan untuk mengetahui kabar masing-masing.
Alan hanya menggeleng-geleng kepala menatap Athala. Thalia baru dua hari meninggalkan Jakarta. Tetapi Athala sudah menelfon nya dengan panggilan yang tak ada habisnya.
"Halo?" sahut seseorang dari dalam layar.
Suara ini, bukan suara perempuan. Lantas siapa?
Athala melihat sekali lagi nomor yang ia tuju. Tetapi ini jelas-jelas tertera nama Thalia. Alis Athala mengerut, berusaha mengenal suara ini.
"Lo siapa? Thalia mana?"
"Lo gak liat jam? Gak baik bro, nelfon cewek malem-malem gini."
"SHAKA! LO APA-APAAN, SINIIN HANDPHONE GUE!"
"Bentar Thal ini gue-"
"Sedetik lagi lo gak kasih hp itu ke Thalia, habis lo di tangan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA [END]
Novela Juvenil[Follow sebelum membaca] "Jadi pacar gue mau?" tanya Athala. "Gak!" ucap gadis itu. "Yakin?" balas Athala. "IYA GUE YAKIN. GUE GAK AKAN SUKA SAMA LO!" putus gadis itu lalu melanjutkan jalan nya pergi. Meninggal kan cowok yang baru saja menembak nya...