Aku.... Hanya anak biasa, mungkin itu menurutku. Aku adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan di keluargaku.
Ibuku meninggal semenjak aku berumur 6 tahun, karena penyakit. Akhirnya aku hanya hidup dengan ayahku, dan saudara-saudaraku.
Aku punya 2 kakak laki-laki, dan 1 adik laki-laki. Awalnya aku merasa kurang nyaman karena aku satu-satunya perempuan sejak ibuku meninggal....
Tapi tidak buruk juga.
Keluargaku harmonis, sangat harmonis bisa dibilang. Meski ayahku harus bekerja keras pagi atau malam demi menghidupi kami, beliau tetap mencari waktu untuk berkumpul keluarga.
Mungkin itu..... Kenapa aku sangat menyayangi keluargaku.
Kakak pertamaku, Takeda, 7 tahun lebih tua dariku. Lalu kakak keduaku, Sou, 3 tahun lebih tua dariku. Dan adikku, Hayate, 4 tahun lebih muda dariku.
BLETAK
"ADUH-" - entah apa yang kulakukan, apa salahku juga aku gatau, tiba-tiba Takeda menjitak kepalaku.
"Ini dah waktunya makan malam. Kenapa malah diem disini? Cukup tidurmu. Kau udah tidur seharian." - Takeda menyeretku ke meja makan.
"IYA IYA JANGAN NYERET! BAJUKU MAHAL!"
"APAAN SIH ITU CUMA KAOS OBLONG BIASA!"
BLETAK
"BAGUS, TOU-SAN!" - aku menyahut dengan penuh rasa bangga ketika ayahku muncul entah dari mana dan menjitak Takeda.
"KENAPA AKU DIJITAK?!"
"Aku bahkan tidak pernah menjitak anakku, dan kau menjitak anak perempuanku satu-satunya?!"
"Barusan tou-san menjitak anak tou-san!"
"Hah apa ga denger?!"
"Woi ada acara gelud nih gamau nonton?!" - sahutku memanggil Sou dan Hayate.
"Hah mana siapa menang?!"
Keluargaku hidup pas-pasan. Tidak miskin, tapi juga tidak kaya. Tapi hubungan kami akrab..... Jadi kami tidak permasalahkan soal itu.
Aku harap ini bisa bertahan lama.
Itu impianku.
Karena hidup kami yang pas-pasan, jadinya aku satu-satunya yang mendapat pendidikan secara resmi.
Takeda mencari pekerjaan yang bisa membantu pendidikanku, Sou membantu pekerjaan ayahku, dan Hayate belajar sendiri dariku.
Aku satu-satunya yang mendapat pendidikan karena aku dikatakan terlahir 'jenius'. Kecerdasanku di atas rata-rata untuk seumuranku.
Semua selalu bilang padaku, aku hanya perlu fokus belajar agar bisa mencapai apa yang kuinginkan dan membantu keluarga.
Keinginanku adalah bisa menghidupi keluargaku. Karena itu aku belajar dengan keras.
Apa memang bisa begitu?
Aku harap begitu.
Tapi aku bisa melihat kalau keluarga ini kesulitan dalam masalah keuangan.
Ayahku dipecat dari pekerjaannya dan mencari pekerjaan baru, rumah kami terancam akan dihancurkan, dan kini kakakku yang bekerja keras.
Entah kenapa aku merasa bahwa pendidikan tidak menjamin masa depan.
'Apa tidak ada yang bisa kulakukan?' - aku berjalan di luar dengan keadaan menangis. Apa aku bisa belajar dengan tanpa rasa bersalah kalau tau keluargaku kesulitan karena pendidikanku?
KAMU SEDANG MEMBACA
R E D
FanfictionRed, artinya merah. Namanya mengartikan merah, warna yang sama dengan matanya. Warna yang merupakan keunikan dirinya. 2 orang yang berbeda, seorang gadis dan seorang wanita, namun keduanya berhubungan.