***
Mendengar Selina berkata bahwa dia dan Dewa akan menikah membuat Dara kaget bukan main. Dia menahan ekspresi kecewanya dengan tetap berdiri tegak meski kakinya sudah sangat lemas.
Dewa sendiri juga bingung. Kenapa semuanya berjalan secepat itu. Kenapa Ayahnya tidak memberitahukan padanya padahal tadi pagi mereka berpapasan di ruang tamu meski tanpa sapa diantara keduanya.
"Kamu senang kan, Dewa. Pernikahan kita dipercepat sama Ayah kamu, loh," ujar Selina lagi yang membuat Dewa meradang. Marah, kecewa, kesal semua bercampur menjadi satu.
"Ya udah aku pergi dulu. See you." Selina memberikan kecupan singkat di pipi Dewa yang masih terdiam.
Berjalan begitu angkuh, Reina dan Selina keluar dari dalam cafe. "Dewa masih ada rasa sama Dara ya?" tanya Reina.
"Hmm. Dara aja yang gatel. Udah tau Dewa udah jadi tunangan gue, masih aja deketin!" jawab Selina kesal.
"Lo tenang aja, Sel. Kan bentar lagi kalian nikah. Dia pasti bakal mundur. Nggak tau malu banget kalo tetep maju!"
"Semoga aja. Gue nggak mau kehilangan Dewa soalnya."
"Santai. Kalo Dara macem-macem, biar gue ikut bantu kasih perhitungan sama dia. Gue bakal bikin dia kambuh lagi, kalo bisa sampai benar-benar gila!"
"Sinting! Gue nggak mau ikut-ikutan. Kalo ketahuan yang ada reputasi gue sebagai dokter psikolog terancam."
Reina merangkul pundak Selina. "Ya gue juga nggak bakal bawa-bawa lo kali. Main aman, yang penting shopping-shopping gue lancar."
"Haha. Boleh juga. Gue bakal pikirin. Lagian si Dara juga kayanya emang udah kumat. Lo tau, pas dia debat sama lo tadi, tangannya gemetar. Pinter aja dia nyembunyiin ke belakang."
"Serius? Udah kumat aja masih songong. Beban! Ckk!"
Di dalam cafe, suasana mendadak hening selepas kepergian Selina. Dara masih berusaha menetralkan diri dengan tatapan khawatir dari semua orang.
"Gue nggak papa. Nanti kalo Ayah Pandu tetep maksa kamu, aku nggak ada cara lain selain nyulik kamu dari pelaminan sebelum akad," cetus Dara tiba-tiba. Dia memaksa tawa mencoba menghangatkan suasana dengan gurauannya.
"Gue bantu, Ra," Joko ikut tertawa, terpaksa agar Dara tidak sendirian meski rasanya sangat canggung.
"Gue sabotase listriknya biar makin epik," imbuh Zidan ikut-ikutan tertawa.
"Gue yang bawa mobil." Sebastian menambahkan.
"Gue nggak ikut-ikutan. Urusannya sama komandan." Bumi mengangkat tangannya. Tertawa sendirian karena Dara dan ketiga kakak tak sedarahnya kembali diam menatapnya.
"Gue salah ngomong ya?" tanya Bumi menggaruk kepala.
Angkasa geleng-geleng kepala. Bumi merusak suasana tanpa dia sadari. "Lo mending diem deh, Bum."
KAMU SEDANG MEMBACA
ADARADEWA2 [END]
Fiksi RemajaNiat pergi untuk kembali menjadi pribadi yang lebih baik sepertinya tidak akan berjalan dengan mudah. Adara dibuat kaget saat mengetahui Radewa sang mantan kekasih akan melangsungkan pertunangan belum genap sehari sesampainya dia di Indonesia. Cint...