8. Fake News

1.2K 88 3
                                    

"Ahh tas itu, Bunda dulu sudah mau beli, tapi kalah cepat sama ibu-ibu sosialita yang tiba-tiba datang dari arah belakang dan main rampas saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ahh tas itu, Bunda dulu sudah mau beli, tapi kalah cepat sama ibu-ibu sosialita yang tiba-tiba datang dari arah belakang dan main rampas saja. Bunda masih gemas sampai sekarang, Ra."

Dara tertawa kencang mendengar ucapan Miranti. Mereka tengah bercakap-cakap di halaman belakang rumah gadis itu. Menikmati angin sore yang bertiup ke barat. Sejalan dengan Matahari yang satu perempat jalan lagi akan tenggelam.

"Orang kaya gitu emang nyebelin, Bund. Dara pernah kaya Bunda waktu beli baju dulu. Karena males ribut, Dara ngalah aja deh."

"Tapi kalu Dewa kamu nggak akan ngalah kan?" Miranti bertanya kemudian memasukan satu buah anggur yang dia bawa tadi ke dalam mulut Dara.

Dara menggeleng, menelah cepat buah anggur itu. "Nggak akan, Bund."

Tangan kiri Dara ditepuk-tepuk pelan. Miranti menatap Dara dengan binar menyemangati. "Bagus, Bunda akan dukung kamu."

Mereka berdua memang sangat cocok selayaknya ibu dan anak kandung. Apa yang disuka, entah itu tentang makanan hingga model tas, semuanya sama. Itulah yang menjadi alasan kenapa Miranti tetap kekeh ingin menjadikan Dara sebagai menantu. Di umurnya yang tidak lagi muda, dia ingin memiliki teman mengobrol yang satu frekuensi.

Insting Miranti saat pertama kali bertemu Dara dan Selina juga berbeda. Dengan Dara dia merasa senang dan damai. Bahkan saat dulu mendengar suara Dara dari sambungan telepon untuk pertama kali, dia langsung menyimpulkan bahwa Dara adalah anak yang baik dan cantik.

Sementara Selina, Miranti merasa ada gelagat aneh yang dibuat-buat. Sopannya tidak mencerminkan ketulusan. Dengan mata kepalanya sendiri, Miranti bahkan pernah melihat Selina tengah menyela makanan yang ia hidangkan. Sejak saat itu dia semakin tidak suka dengan gadis itu. Titlenya sebagai dokter yang ramah ternyata hanya bualan semata agar dipandang baik oleh orang lain.

"Kamu pasti cape banget ya, Ra. Masalah Dewa, kerjaan kantor, semuanya kamu pikul sendirian."

"Nggak juga kok, Bund. Urusan kantor, itu memang sudah jadi tanggung jawab Dara sebagai pemimpin. Dan untuk yang satunya, Dara nggak akan pernah merasa cape. Lagi pula Dewa juga selalu kasih semangat buat Dara."

"Anak baik, cantik, mandiri seperti kamu nggak pantas buat disia-siakan. Apapun yang terjadi nantinya, kamu akan tetap Bunda anggap sebagai anak Bunda. Sabar ya, Sayang."

"Makasih, Bund."

Miranti memberikan pelukan terhangat yang bisa ia berikan untuk menenangkan Dara. Sebaik apapun gadis itu menutupi gelisahnya, Miranti tetap bisa melihat bahwa dia jelas sedang tidak baik-baik saja.

Dara juga merasa sangat bersyukur. Di satu sisi, semesta sedang mengujinya dengan berbagai masalah, namun di sisi lain, semesta juga memberikannya tempat istirahat untuk melepas lelah. Banyak orang-orang baik yang mengelilinginya.

Puas bercakap-cakap, Miranti akhirnya berpamitan dengan Dara. Dia sudah berada di dalam mobil Alphard milik gadis itu. Dara memaksa agar Miranti diantar pulang oleh Pak Rudi.

ADARADEWA2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang