40. Lavary [END]

2.5K 169 9
                                        

Ini part terakhir😊

Ini part terakhir😊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*
*
*

"Sayang ...."

"Hmmm ...."

"Dih ... baru juga empat tahun nikah, dipanggil sayang jawabnya cuma hmm. Emang, ya, semua cowo sama aja. Berjuang cuma di awal. Giliran udah dapet dicuekin. Nikah aja sono sama tablet!!!" Istri mana yang tidak kesal jika panggilannya yang begitu lembut dibalas hanya dengan deheman, pun tanpa menoleh.

Bukan sekali dua kali Dara protes mengenai tabiat Dewa yang seperti ini, tapi selalu saja, marahnya hanya dianggap angin lewat. Setelah menjadi orang tua, pria itu seratus persen menjadi suami pada umumnya. Suami yang membuat kesal istrinya setiap saat.

"Aku lagi nyusun materi buat rapat besok, loh. kamu mau apa. Kenapa nggak to the point aja."

"Tau ah. Nggak usah urusin aku, urusin aja sono tablet kamu!!" kesal Dara langsung pergi.

"Ya, Tuhan ... salah lagi. Ini punya mulut kebiasaan banget pula. Udah tau, punya bini yang modelan apa aja dibuat ribut!!!" Dewa ikut kesal sendiri, memukul mulutnya berkali-kali.

"Sayang ... maaf ... kamu mau apa. Aku nggak sengaja tadi. Janji besok nggak gitu lagi." kata Dewa berlari menyusul sang istri. Buru-buru menuruni tangga sebelum Dara semakin menjauh.

"Sayang ... aku salah, aku minta maaf, ya." kata Dewa lagi, "mampus!!" kagetnya saat melihat Miranti sudah berada di ruang tamu.

"Dewa, mau ke mana?!" seru Miranti mencegah Dewa naik kembali. Jika sudah seperti ini, apapun masalahnya, pasti dia yang akan dipojokan. Rasanya seperti Dara lah yang anak kandung wanita itu, bukannya dirinya.

"Setiap Bunda ke sini, ada aja kelakuan kamu yang buat Dara kesal. Minta maaf sekarang!" seru Miranti lebih keras. Benar, kan, wanita itu bahkan tidak mau bertanya lebih dulu apa dasar masalahnya. Taunya hanya dia yang salah, dan Dara yang benar.

"Sukurin, dimarahin Bunda," ejek Dara menjulurkan lidahnya. Umur mereka hampir kepala tiga, tapi kelakuan mereka tidak ada bedanya dengan saat remaja. Dara dan Dewa, setiap kali bertengkar harus ada orang lain yang menjadi penengah. Gaya bertengkar mereka pun seperti anak kecil, saling ejek, lantas berbaikan kembali dengan cepat.

Dewa menarik tangan Dara. Menggigit gemas pipi chubby istrinya. "Maaf ya, Sayang," katanya lalu menciumi pipi itu berulang kali.

"Dewa ... astaga!" Miranti hampir saja berhasil memukul lengan Dewa, jika saja pria itu tidak menjadikan istrinya sebagai tameng, "sini, kamu. Bisa-bisanya anak Bunda kamu gigit-gigit begitu!!"

"Mana ada aku gigit diri sendiri." kata Dewa sambil terus menghindar dengan bersembunyi di punggung Dara.

"Kamu gigit aku. Yang anak Bunda kan aku, bukan kamu. Marahin, Bund." Dengan senang hati, Dara mendorong Dewa agar Miranti bisa memukul pria itu sesuka hati. Lengan menjadi titik pusat Miranti mendaratkan pukulannya.

ADARADEWA2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang