13. Bipolar?

1.1K 110 36
                                    

"B-Bum, le-lebih ce-cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"B-Bum, le-lebih ce-cepat. Gu-gue lupa ba-bawa o-bat!"

"Lo kenapa, Ra?" Angkasa dan Bumi panik melihat Dara yang terus memegangi dadanya. Dia kesulitan bernapas. Dadanya sesak, tangannya gemetar, keringat keluar dari sela-sela jari dan juga wajahnya.

"Bum, fokus nyetir. Biar gue yang tenangin, Dara." Angkasa melompat ke kursi belakang. Dia juga bingung harus melakukan apa. Lebih baik menangani rekan yang berdarah-darah dibanding yang seperti ini. Yang berdarah jelas lukanya ada dimana, sementara Dara, dia bahkan tidak tau apa yang sedang dialami gadis itu.

"Ra, lo kenapa? Gue nggak tau harus ngapain," tanyanya.

"G-gue ka-kambuh. Ce-cepet, Sa. Gu-gue butuh o-obat i-itu."

"Bum, bisa lebih cepet lagi? Sumpah gue nggak tau harus ngapain."

"Ini udah paling cepet yang gue bisa," jawab Bumi sedikit kesal. Pasalnya di depan mobil mereka ada mobil yang menghalangi laju jalan.

Saat konsultasi kemaren, Shanna sengaja memberikan obat untuk Dara. Jaga-jaga. Karena melihat bagaimana keadaan Dara dan masalah yang dihadapi kemungkinan besar Dara akan kambuh lagi.

Shanna khawatir, jika Dara terus-terusan seperti ini penyakitnya akan berkembang lebih parah. Bukan hanya sekedar gemetar, rasa cemas atau sesak napas, Shanna takut, Dara akan melakukan hal diluar kesadarannya.

Namun karena merasa dirinya sudah sembuh, dan menganggap gemetar kemaren hanyalah gemetar biasa, Dara meremehkan pesan Shanna agar selalu membawa obat yang sudah diberikan.

Angkasa hanya bisa memberikan minum pada Dara. Selain itu, dia bingung harus melakukan apalagi. Dara sendiri terus mengatur napas agar kembali normal. Berusaha sebisa mungkin mengontrol diri meski cemas dan rasa takut terus menyerang.

Beruntungnya setelah lima belas menit berkendara dalam kecepatan di atas rata-rata, mereka akhirnya sampai. Bumi habis dimaki oleh pengendara lain karena ugal-ugalan. Tapi dia menutup telinga. Semua demi kebaikan Dara.

Angkasa langsung membopong Dara membawa gadis itu ke kamarnya dengan Bumi yang menyusul di belakang. Sampai di kamar, Dara langsung menunjuk obat yang berada di samping nakas tempat tidur. Segera, Angkasa membantu Dara meminum obat itu.

Dara masih terus mengontrol diri. Menarik napas lalu membuangnya perlahan. Sepuluh menit berlalu, dia berangsur membaik. Nyeri di dadanya juga sudah hilang. "Kalian keluar aja. Gue udah baikan," ujarnya.

"Lo yakin, Ra?" tanya Bumi memastikan.

"Hmm. Obatnya udah mulai bereaksi. Dan sekarang gue mau istirahat. Cape."

"Ya udah. Nanti kalo lo butuh bantuan langsung hubungin lewat panggilan aja. Jangan teriak. Kita bakal siap siaga dua puluh empat jam," kata Angkasa tersenyum.

Dara mengangguk. Dia merebahkan tubuh setelah Bumi dan Angkasa keluar dan pintu sepenuhnya tertutup.

"Ternyata bener. Gue kambuh lagi," ucapnya lirih. Dia kecewa pada diri sendiri. Penyakit yang ia miliki tidak bisa ia cegah kedatangannya. Dara ingin sembuh karena tidak mau merepotkan orang lain. Tapi sepertinya dia akan merepotkan lagi orang-orang di sekitarnya mulai detik ini.

ADARADEWA2 [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang