Niat pergi untuk kembali menjadi pribadi yang lebih baik sepertinya tidak akan berjalan dengan mudah. Adara dibuat kaget saat mengetahui Radewa sang mantan kekasih akan melangsungkan pertunangan belum genap sehari sesampainya dia di Indonesia.
Cint...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
* * *
***
"Dara... awas!!"
Bumi langsung berlari, memeluk dan menarik Dara menjauh setelah melihat muatan dari truk yang melintas jatuh. Batu bata sebanyak lima belas buah hampir saja mengenai kepala Dara jika saja bumi tidak cekatan menyelematkan gadis itu.
"Lo-- eh, Nona tidak apa-apa?" tanya Bumi. Dia sudah melepaskan pelukan dan sedang mengamati seluruh tubuh Dara memastikan tidak ada luka.
"Ra, kamu nggak papa?" tanya Maxim khawatir.
Dara menggeleng. "Nggak papa. Nggak kena juga. Thanks, Bum," ucapnya.
"Sudah menjadi tugas saya sebagai pengawal untuk memastikan keselamatan, Nona Dara," jawab Bumi.
Sudah kesekian kalinya Bumi dan Angkasa bersikap formal. Tapi Dara masih saja belum terbiasa dan selalu menahan tawa, ketika mendengar cara mereka berbicara. Bibirnya mengatup ke dalam. Dara berpura-pura merapikan anak rambut dan menoleh ke belakang untuk tertawa sebentar tanpa suara.
Sopir pengendara truk turun. "Maaf, Pak, Bu. Ini keteledoran saya dan anak buah saya." ucapnya menunduk ketakutan.
"Nggak papa, Pak. Lain kali kalau bawa muatan jangan terlalu penuh seperti itu. Membahayakan," jawab Dara.
"Sudah, Pak, lanjutkan perjalanan," ujar Maxim.
"Baik, Pak, Bu. Saya minta maaf sekali lagi. Permisi."
Mereka tidak mau membuang waku karena harus segera tiba di kantor BUMANTARA. Sampai di parkiran, Dara memasuki mobil Maxim agar bisa saling bertukar pikiran sebelum rapat dimulai. Lima belas menit waktu perjalanan menjadi waktu yang amat sangat berharga untuk mereka.
Sementara Bumi dan Angkasa menaiki mobil Dara dan berada di belakang mobil milik Maxim. Mereka tetap akan membuntuti ke manapun Dara pergi.
"Sa, lo lihat ada yang aneh nggak sama mobil truk tadi?" tanya Bumi. Kali ini dia berada di sebelah kursi kemudi. Angkasa lah yang bertugas mengendalikan mobil, menggantikannya.
"Muatannya nggak benar-benar penuh. Tadi pas terpalnya dibuka gue liat. Tapi kenapa bisa jatuh? Terpal di atasnya sengaja untuk menutup batu batanya atau sengaja untuk menutup seseorang yang ditugaskan mendorong batu bata itu agar jatuh," jawab Angkasa. Dia berkata tanpa menoleh. Harus tetap fokus dengan jalanan karena mobil Maxim melaju cukup kencang. Mereka tidak boleh tertinggal.
"Itu yang mau gue cek tadi. Sayang banget mereka buru-buru. Solanya jalannya mulus, Men... truk nggak goyang sama sekali. Kecuali jalannya banyak lubang, baru gue percaya," kata Bumi.
"Kita harus kasih tau Dara supaya dia lebih hati-hati." Angkasa berkata masih dengan fokus sebelumnya.
Bumi menggeleng. Dia tidak setuju dengan saudara kembarnya itu. "Jangan dulu. Takut Dara jadi panik dan malah bikin dia kambuh. Biarin dia berpikir positif. Yang penting kita selalu mawas, jangan sampai Dara kenapa-napa."