Mazhab Athena

57 13 0
                                    

Pada suatu waktu.
Kesadaran turun padaku.
Bangkitkan hayat dari matiku.
Pertama, kusaksikan cahaya lampu.
Berdiri, lihat, amati sekelilingku.

Panjang lebar sama.
Semua dinding satu warna, kecuali tabir sisi kiri.
Kiri berlapis hasil cipta, olahan jiwa berwujud seni.
Taswir tokoh-tokoh Baheula, pemuka dan bintang filosofi.
Mazhab Athena, Fresko - Rafael Sanzio bin Giovanni Santi.

Kuperhatikan dengan persamaan matematika.
Mirip dengan di sana, di Stanza Della Signatura.
Apa ini imitasi, dari Fresko yang di sana?
Atau ini yang asli? Pancarkan bayang hingga sana.
Dan tempat ini? Ada di luar gua Politeia.

Tiba-tiba Mazhab Athena berbunyi.
Hingga renunganku mendadak berhenti.
Muncul pintu berhiaskan bentuk-bentuk geometri.
Pintu terbuka seolah memanggilku pribadi.
Bertanya, apa aku ini inisiasi?

Dari pintu kulihat lantai pualam dan cahaya temaram.
Dihadapan sang portal aku terdiam, pikirkan macam-macam.
Apa di sana akan kujumpai abadinya malam?
Atau tarian almagam atau hidupnya ambigram?
Dua delapan detik lamanya kumenimbang.
Angka sempurna kuputuskan masuk kedalam.

Darah berdesir, jantung berdentam detak bagai spektogram.
Terdorong penasaran bukan demi sebuah piagram.
Mungkinkah kutemui rumusan dalam cakram?
Mungkinkah kudapati catatan angka alam?
Atau mungkin tidak ada apa-apa.
Hanya niskala yang akan bungkam?

Ex nihilo: tetiba sehelai Chiton terinjak kaki.
Archimedes: apa ini miliknya yang terlupa lagi?
Pembuat Poligon nilai PI: diminta Raja lagi?
Berpikir apa kali ini? Lupa berbaju lagi?
Dan Chiton hilang, apa Eureka telah di eksekusi?

Dinding di kanan terbuka seketika dan tampakkan belantara.
Jalan diantara flora tak kusangka, kujumpa para manungsa.
Pythagoras naik ke mimbar bersabda: semua adalah angka.
Ibnu Thufail naik rusa berkata, "Kutulis tentang yang Mulia."
Pascal datang berkhotbah dan berwancana: Taruhan dan Segitiga.

Seketika belantara berubah menjadi bidang kartesius.
Belum hilang kagetku muncul Descartes si jenius.
"Cogito ergo sum", "aku berpikir maka aku ada" katanya.
Ingin ku berkomentar, aku berkarya maka aku ada.
Tapi aku sungkan karna karyaku masih seadanya.

Benjamin Franklin muncul dari cermin.
Bawa pena setinggi kepala, berhiasan bahasa arin.
Gambar kotak-kotak berangka, lukisan Magic Square Raksasa.
Goresan berhenti, belum jadi Ia izin minta jeda.
"Permisi", ujarnya. "Ada janji dengan teman seanggota".

Datang group gerak jalan berbaris seperti tentara.
Yang paling depan Aristoteles membawa etika.
Aristoteles guru pertama dan Al-Farabi guru kedua.
Kurasa para pemuda tak tahu dan tak acuh guru ketiga.
Jika kaum muda hanya liat idola selanjutnya.
Dan seleb yang berdrama.

Atau kamu-kamu bertanya dengan curiga dan benci.
Kenapa Franklin ikut ini, kenapa Al-Tusi begitu dan begini.
Komentarku: tak hanya di atas, lihat juga kanan-kiri.
Parpol Murobi, Parpol Dinasty, Madridista, Juventini, Wota, Army.
Tiap group ini ada distingsi, ikatan sosial itu terjadi alami.
Kerbau kumpul kerbau, monyet dengan monyet, dan sapi sama sapi.

PULAU PUISITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang