WANITA DI PENGHUJUNG SENJA
Langit utara berbias cahaya.
Terbit memancar dari mata wanita yang kehilangan timurnya.
Terkadang dipersenda oleh lembayung senja,
atau terbenam sebatang kara di bawah pentas asmara.Sunyi.
Sepi.
Ia menangis sendiri.Hati.
Hati-hati.
Tangan gagah akan datang dan pergi.Benci.
Ia benci.
Sebab ia tak mampu membenci.Ada berjuta kidung yang kadang mampu membuat langitnya terbelah.
Penuh terbendung bersama air mata yang sedikit malu-malu untuk tumpah.
Di antara sajak indah dan kalimat-kalimat yang berdarah.
Ia tegas bersumpah atas nama rumah.Tapi sekarang.
Saya melihat cinta dalam labirin pikirannya,
menyudut lara berpangku rasa menunggu hujan yang tak kunjung reda.
Sendu berteman kopi yang sedikit dicampur vanilla,
atau do'a-do'a mesra yang entah siapa tuannya.Ada rindu dipelukan bunda.
Ada kasih di dalam hati saya.
Tapi,
ia tidak disana,
ia tidak tahu apa-apa.
Dan saya tidak mengerti kenapa.Kemudian Tuhan tersenyum di malam sepertiga.
Malaikat-malaikat menangis dalam tasbihnya.
Bergetarlah jadinya singgasana Raja.
Disambangi do'a-do'a mesra yang tercipta dari air mata bunda.Untuk ananda.
Yang tak kunjung nampak batang hidungnya.Dari bunda.
Yang mungkin takkan lagi nampak pucuk senyumnya.Lalu ia lalu lalang mencari jalan pulang.
Ia ingin terbang, namun sayapnya hilang.
Ya Tuhan.
Rindu menjerit bukan kepalang.
Dalam rasa bersalah yang berdinding bimbang.Linang air matanya tak kunjung berhenti.
Luka hatinya silih berganti.
Ia terduduk meratapi diri.
Memapah sesal yang liar berlari-lari.Di sudut nestapa, ada malaikat congkak yang tengah menyulam puisi.
Urat bahagianya mati, tapi hatinya bak pelangi.
Dalam luka, ia adalah alumni.
Dalam cinta, ia adalah pemimpi.Tiba-tiba terdengarlah teriakan dalam sunyi.
Yang ia sangkakan itu adalah milik seorang bidadari.Tapi ia heran setengah mati,
"Untuk apa bidadari turun ke bumi?"Ia tahu sesuatu sedang terjadi
dan ia tahu,
ia tak bisa untuk tidak peduli.Diam-diam malaikat itu menghampiri.
Dalam diam bidadari itu menangis lagi.
Berhenti;
Cukupi;
Kau jelek bila bersedih hati.Kerap kali ia membuatnya tertawa geli.
Tak jarang pula membuatnya terbakar emosi.
Dalam do'a, malaikat itu labuhkan sejuta semoga.
Dalam-dalam, sesuatu dalam hatinya dipendam.Mereka laksana bumi dan langit.
Terpisah, namun tak bisa dipisah.
Bersama-sama melengkapi struktur semesta.
atau bersama-sama hancur dan binasa.Kemudian bunda kembali menggetarkan singgasana Raja.
Kembali pula bidadari itu menitik air mata.
Malaikat itu mengiba memberikan sayapnya.
Hingga bidadari itu ceria pada segenggam percaya.Di alinea ini,
ia benar-benar tinggal menghitung hari.
Luka-luka biarlah bosan sendiri.
Sebab perpisahan pasti akan berganti silahturahmi.
Tapi rindu ini.Ah.
Tetap saja tak tahu diri.Teruntuk bidadari yang kehilangan sayapnya.
Kau adalah kerancuan asmara yang selalu berujung tanya.Teruntuk wanita di penghujung senja.
Kau adalah kerumitan rasa yang bergelimang makna.
Yang akan saya rangkum dengan kata paling sederhana."Semoga"
KAMU SEDANG MEMBACA
PULAU PUISI
PoetryMasuk ke dalam puisiku, sebetulnya salah kamar. Tak perlu buru-buru keluar, kau tersesat di tempat yang benar. Kumpulan puisi-puisi yang kutulis 2 tahun yang lalu hingga sekarang. Akan update waktu suka-suka.