KAU YANG TERLEPAS
Kau tahu?
Ketika aku menulis tulisan ini.
Kepala dan jemariku mundur maju, menenak-nebak apa yang akan terjadi.
Hatiku terhibur atau rasaku terkubur?
Semakin termangu aku, semakin dalam pula kesakitan menenggelamkanku.Segala kepasrahan.
Kekecewaan.
Serta kerinduanku padamu.
Kata pertama dalam tulisan ini muncul dengan haru.
Sekaligus menjadi alasanku untuk mampu meliarkan keseluruhan aksara.
Yang sekarang ini mengiang-ngiang di kepalaku.Bertahun-tahun lamanya aku kehilanganmu, lalu memantaskan diriku.
Kau masih ingat itu?
Aku terus berjuang mencari dan mengumpulkan apa-apa yang sekiranya mampu mengembalikanmu ke dalam hidupku.
Hari-hari kuisi dengan harapan juga do'a menggebu-gebu dengan alamat yang tentu saja tertuju padamu.Tapi semua itu kulakukan tanpa sepengetahuanmu.
Aku selalu merahasiakannya padamu.
Aku tidak berani menunjukkan rasaku ini yang masih hidup kepadamu.
Sebab tiga hal yang aku tahu:
Kau akan membenciku.
Memerintahku untuk membinasakan rasa itu tanpa ragu.
Lalu kemudian menciptakan jarak yang semakin jauh dari hidupku.Sejak hari itu.
Aku berusaha untuk sebisa mungkin menjaga semua rasaku;
Doa-doaku;
Akun media sosialku;
Bahkan hidup dan matiku dari rada keingintahuanmu.Aku juga tidak berani melihat keseharianmu
Meskipun sebenarnya aku mampu memata-mataimu dengan identitas palsu.
Tapi,
dibalik sikap itu, aku hanya khawatir melihat selainku disisimu.
Dan kau terlalu tahu bahwa itu selalu bisa membunuhku.Lambat laun, kehancuran sejak kepergianmu itu kutata kembali dengan susah payah.
Jelas sekali bahwa semua itu tidaklah mudah.
Aku harus merasakan patah;
Jengah;
Napas terengah;
Atau bahkan sering kali terluka dan bercucuran darah.Sungguh, demi menjadikanmu rumah.
Saat itu aku tahu betul-betul mengharamkan diri dari kata "menyerah".
Sampai aku berhasil menuai kestabilan langkah dengan menjadikan Tuhan sebagai Yang Memberi arah.Aku mulai kembali berkarya.
Menenggelamkan diri dalam hobiku.
Lalu mulai berani bermimpi setinggi angkasa.
Hingga beberapa hal yang kecil darinya perlahan menjadi nyata.Dan kau tahu?
Bila suatu hari dunia membutuhkan karena: maka kaulah alasan utama.
Walau tak terasa membawaku pada hari ini.
Segala pencapaian-pencapaian yang telah kudapat benar-benar membuatku ingin segera mewujudkan visi;
Merayumu dengan segala keberhasilan ini,
untuk menyatukan kembali mimpi-mimpi kita yang dulu sempat terhenti.Tapi,
kemudian sebuah kabar beraroma sendu mendarat halus tepat di depan pintu hatiku.
Rupanya tentang;
Hari pernikahanmu.Tunggu;
Aku ingin bernapas dulu.Sebab;
Untuk menuliskan dua kata itu.
Aku hampir saja kehilangan detak jantungku.Sungguh.
Aku benar-benar tidak mengerti.
Aku benar-benar tidak mampu memahami.
Maksudku, setelah semua perjuangan ini?Ayolah.
Beritahu aku, di tingkat berapa aku sedang bermimpi?Tadi ketika matahari menutup pintu.
Seseorang memberiku potret wajahmu.
Kau tahu? Kau terlihat amat bahagia sekali mempersiapkan segalanya untuk hari itu.Seolah aku tak pernah ada di hidupmu.
Seolah kebersamaan kita yang lalu, tak pernah ada di hatimu.
Seolah ketiadaanku tak pernah menciptakan rindu di dadamu.
Seolah dialah penyelamatmu.
Seolah bibirnyalah yang selalu basah menyebut-nyebut namamu didalam do'a-do'a sendu.
Seolah penantiannyalah yang sudah berjuang melebihi lamanya perjuanganku.
Seolah hatinyalah yang sudah lebam membiru namun masih saja mau mencintaimu.
Seolah dialah yang sudah mampu menjadi bodohnya aku.Senyumanmu menusukku.
Membuatku tak lagi mengenalmu.
Membuatku bertanya-tanya sejuta pilu.
"Siapakah yang sebenarnya sedang mengendarai ragamu?"Tatapku menjadi rentan kosong.
Aku tahu semua ini bohong.
Omong kosong.
Seperti mimpi yang mengerikan di siang bolong.Tapi, seberapa pun kuatnya aku mencoba,
realita tetap selalu menjadi pemenangnya.Lantas aku melarikan diri;
tanpa seorang pun yang peduli.
Aku berkendara menembus embun dingin perbukitan di mana kau dan aku pernah bertukar hati.
Hanya untuk berharap menemukan sesuatu tentangmu yang mungkin saja belum sempat aku maknai.Hidupku berdarah lagi.
Kesakitan dari dalam diri terlalu menguasai diri.
Aku kehilangan gravitasi,
hingga akhirnya ragaku lunglai terjatuh membentur bumi.Tak ada yang peduli.
Maka terbukti, aku tak memiliki teman sama sekali.Entah berapa banyak air mata dan darah yang harus mengalir.
Untuk meyakinkan diri, bahwa ini bukanlah akhir dari seorang penyair.Setelah aku sadar, aku membawa diriku pulang dengan gontai kaki yang bergetar.
Aku bersandar.
Roda akalku perlahan-lahan kembali berputar.
Rasaku tidak wajar dan sedari awal seharusnya aku sadar.Kini aku memiliki waktu beberapa hari menuju hari bahagiamu atau hari kehancuranku terjadi.
Sekilas aku sempat berpikir bahwa beberapa hal dalam hidup ini seharusnya tidak pernah diketahui.Namun percuma,
ini jalan satu-satunya yang harus kulalui.
Aku tidak bisa pergi;
Semesta ingin kedua mataku bersaksi.
Aku harus hadapi;
Entah nanti aku hidup atau aku harus mati.
Aku harus tegas;
Entah nanti hatiku berujar ikhlas atau jatuh terkapar tewas.Sebab, untuk bisa mencintamu segila ini.
Aku tak pernah memiliki waktu dan batas.Teruntuk kau, yang terlepas.
Dari aku, yang terhempas.

KAMU SEDANG MEMBACA
PULAU PUISI
PoesiaMasuk ke dalam puisiku, sebetulnya salah kamar. Tak perlu buru-buru keluar, kau tersesat di tempat yang benar. Kumpulan puisi-puisi yang kutulis 2 tahun yang lalu hingga sekarang. Akan update waktu suka-suka.