HAPPY READING!
.
.
.
.
.Selepas bel pulang sekolah berbunyi, dengan terburu-buru Ayya merapikan tasnya dan keluar dari kelas. Hari ini, ia berniat bertemu dengan seseorang yang sangat ia rindu. Lebih dari teman, namun bukan keluarga. Sebelumnya, play girl itu sudah berbicara dengan Alana jika ia akan mengunjungi seseorang itu. Untung saja Alana sudah paham akan hal itu.
Di sini lah Ayya berdiri. Tempat masa depan seluruh umat, 'Pemakaman Umum'.
Dengan tangan kosong Ayya berjalan menuju makam yang sering ia datangi.
Gadis itu tersenyum kala melihat makam itu bersih, meski tidak ada taburan bunga di atasnya.
Ayya berlutut di depan nisan putih yang lusuh itu.
"Hai, apa kabar?"
Ayya tersenyum terpaksa. Ia ingin menangis, tetapi ia tahan agar air matanya tak meluruh.
"Gimana keadaan di sana? Bisa gak, lo ceritain ke gue lewat mimpi?"
Lagi-lagi Ayya memaksakan senyumannya.
Ayya mengelus pelan nisan putih itu, lalu berkata, "Gue kangen, lo."
"Gue janji, gue bakal balesin dendam, lo."
Di sisi lain, ada seorang cowok yang bersembunyi di balik pepohonan sedang melihat Ayya yang tengah bersimpuh di depan nisan putih.
Tara. Ya, cowok itu.
Cowok itu memang sering ke pemakaman guna menghampiri mendiang ayahnya. Jika ia sedang merasa lelah, suntuk ataupun merasa susah, ia selalu ke makam ayahnya. Meski hanya bercerita, tetapi hatinya merasa lega. Cowok itu merasa bahwa ayahnya dapat mendengarkan curahan hatinya.
***
"Gimana di LHS, seru, kan?" tanya gadis berambut sebahu kepada Ayya.
"Lumayan. Cowoknya juga lumayan-lumayan," jawab Ayya sembari tertawa singkat.
"Emang sabi, sih, cowok-cowok LHS dibuat stock," ujar Aci, si cewek gamers.
"Ayya udah punya target baru tuh, kayaknya," sahut Alana seraya memasukkan kentang goreng ke dalam mulutnya.
Ayya, Alana dan Aci, mereka berada di Art Cafe. Mereka memang berniat untuk berbincang ria malam ini, malam minggu. Karena mereka semua jomblo, kata Aci 'Mending ngopi aja'.
Ayya memang bukan jomblo, namun ia bingung malam minggu kali ini harus jalan bersama siapa. Maka dari itu, ia lebih memilih malam mingguan bersama teman-temannya.
"Widih ... Ngeri, siapa, tuh?" tanya Aci sambil menaik turunkan alisnya menggoda Ayya.
"Arthur," singkat Ayya.
"What?!" pekik Aci kaget.
"Gak salah, lo, mau narget si buaya buntung?" lanjutnya.
"Gampang, Ci. Jangan panggil gue Ayya, kalo gue nggak bisa bikin dia bucin akut sama gue!" Ayya mengeluarkan smirk-nya.
"Cocok, deh, buaya buntung ketemu sama kadal betina."
Alana hanya terkekeh pelan melihat ekspresi teman-temannya.
"Hai, guys!" sapa gadis ber-hoodie hitam dengan memakai masker bewarna hitam.
"Halo," sapa balik Alana.
"Lama banget, lo," cetus Aci.
"Macet, Beb," jawab cewek itu sembari membuka maskernya.
"Gimana kerjaan lo?" tanya Ayya.
"Suka, sih, gue. Daripada sekolah, males banget," jawab gadis itu dengan tersenyum senang.
"Menikmati peran banget kayaknya, lo," ujar Ayya.
"Gue mau cerita deh, sama kalian. Tapi, gue malu," cicit gadis berambut panjang itu di akhir kalimat.
"Aelah, kayak punya malu aja lo," balas Alana.
"Jadi, gu---"
"Widih ... Ada siapa nih, di sini," celetuk cowok yang baru saja datang bersama keempat temannya.
Gadis yang hendak bercerita itu sontak memakai kembali maskernya. Ia seperti kenal dengan suara itu
Ayya dan Alana mengabaikan lima cowok yang berdiri di hadapannya.
"Eh, kutil badak! Ngapain lo di sini juga?" tanya Bigel tidak ramah.
"Eh, cucu Fir'aun! Mau gue di sini, mau gue di sana, gak ada urusannya sama, lo," balas Aci tak kalah ketus.
Sebelum Bigel membalas perkataan Aci, Arthur sudah mengodenya agar tak berbicara lagi.
"Ayya, besok hari terakhir, ya. Siap-siap jadi pacar gue," ucap Arthur sembari melempar senyum kepada Ayya.
Gadis itu berdecih. "Pede banget, lo. Lo yakin, kalo lo yang bakal menang?"
"Iyalah. Gue pasti yang menang," jawab Arthur PD.
"Oke. Kita liat besok aja," ujar Ayya.
Uhuk! Uhuk!
Gadis ber-hoodie itu terbatuk-batuk.
"Gais, gue pulang duluan, ya. Badan gue makin nggak enak, nih," pamit cewek itu.
"Oke. Hati-hati, ya," jawab Alana.
"Pinter juga aktingnya," batin Ayya.
Gadis itu berdiri, kemudian melenggang pergi.
Tara yang sedari tadi memandangi gadis itu pun melayangkan tatapan penasarannya. Ia seperti mengenalnya, tetapi siapa?
"Lo ngapain masih di sini? Sana pergi," usir Ayya.
Arthur mengangkat kedua tangannya di pinggang. "Art Cafe. Arthur Cafe, alias cafe gue," jelas Arthur.
Ayya memutar kedua bola matanya malas. "Ngapain ngafe di sini, sih," gumamnya pelan.
Alana menundukkan pandangannya sedari tadi. Ia sedikit risih karena terus-terusan dipandangi oleh Chenno.
"Thur, gue kerja dulu, ya," pamit Tara kepada Bos-nya.
Ya, Tara sekarang bekerja di Cafe Arthur.
"Iya. Gue sama ni orang-orang samain aja pesenannya," kata Arthur.
"Oke." Tara melenggang pergi ke dalam dapur Cafe.
"Al, lo kok makin cantik aja, sih," ucap Bigel tiba-tiba.
Alana tersenyum kikuk. "Nggak, kok, biasa aja."
"Cewek temen sendiri kok digodain," cibir Arthur.
"Bacot, buaya!" Dengan perasaan dongkol, Bigel meninggalkan Arthur sendiri.
Sedangkan Biru dan Chenno, sudah sedari lima menit yang lalu mereka duduk terlebih dahulu.
Arthur kembali menatap Ayya. Cowok jangkung berparas tampan itu tersenyum manis kepada sang calon pacar. "Ayya, kalo lo gak mau jadi pacar gue, biar gue aja yang jadi pacar lo."
.
.
.
.
.JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN!
.
.
.
.
.Spam next dong!
Gimana, udah nemu keseruan cerita ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT MISSION [END]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue yang ke 898 gak, Ay?" "Mau. Tapi lo harus siap, jadi mantan gue yang ke 899." Arthur Adam El-farez. Cowok jangkung berparas tampan itu kerap disapa Arthur. Ia adalah ketua geng motor sekaligus most wanted boy di Lentera High...