HAPPY READING!
.
.
.
.
.Suara ombak melantun indah di indra pendengaran kedua insan yang masih bergeming di hamparan pesisir pantai.
Gelap. Sunyi. Nyaman dan tentram berada di pantai yang sepi ini.
"Pulang?" tawar Arthur.
Ayya menggeleng pelan. "Nanti."
Arthur menghela napasnya pelan. Ia menoleh ke gadis cantik itu. "Gak dicariin Mama lo?" tanya cowok itu.
Ayya tersenyum miring. "Mustahil banget, Mama nyariin gue," jawabnya.
"Uhm, kalo Keira? Dia pasti suka nyariin lo, kan?"
Ayya mengangguk pelan. "Masih mungkin kalo Keira."
Cowok berkaos hitam polos itu kembali menatap air laut yang tak terlihat. Hanya bintang dan lampu-lampu kecil berwarna kuning yang menerangi penglihatan mereka.
"Gue nggak tau masalah lo apa. Tapi gue selalu berdoa biar lo gak kenapa-kenapa."
"Thank you, Arthur," jawab Ayya tulus.
"Tapi gue gak suka dikasihani. Jadi, gue minta, jangan pernah natap gue pake tatapan kasihan," lanjutnya.
Arthur mengangguk kecil. "Gue paham. Dan gue gak bakal ngelakuin itu ke elo."
Dua sejoli itu akhirnya kembali menikmati semilir angin dengan pemandangan air laut yang nampak gelap. Entah sudah berapa lama mereka singgah. Tapi, gadis cantik itu masih enggan meninggalkan tempat yang tenang ini.
"Thur, gue laper," ujar Ayya tiba-tiba.
"Ya udah, ayo makan!" putus Arthur.
Gadis itu mengangguk senang, kemudian beranjak dari duduknya dan menarik tangan Arthur membawa cowok itu berlari jauh dari pantai.
***
Ayya dan Arthur naik ke atas motor, lalu melesat pergi dari pantai. Mereka menuju ke restoran terdekat. Cacing-cacing dalam perut Ayya harus segera diberi jatah, karena sedari siang belum terisi apa-apa. Begitu pun dengan Arthur.
Gadis cantik itu mengangkat kedua tangannya ke atas seraya menghirup udara malam Jakarta dalam-dalam. Menikmati suasana malam ini, itulah yang ia lakukan sekarang. Tersenyum, menyibak anak rambutnya, lalu melihat Arthur dari kaca spion, adalah hal-hal yang ia lakukan selama perjalanan.
Seragam abu-abunya masih melekat ditubuhnya. Rok pendeknya itu kini ditutupi oleh jaket milik Arthur. Cowok itu melarangnya mengumbar paha mulusnya di jalanan. Sedangkan Arthur, ia sudah membuka kemeja putihnya. Kini ia memakai kaos oblong warna hitam dan celana abu-abunya. Perfect!
Arthur menambah kecepatan laju motornya. Sengaja. Agar pacarnya itu memeluknya dengan erat.
"Arthur! Nggak usah nyari kesempatan, ya! Gue nggak mau meluk, lo!" teriak Ayya dengan keras.
Arthur tersenyum di balik helm-nya. "Bodo! Pokoknya lo harus meluk gue!" balasnya dengan teriakan yang tak kalah keras.
Tak mau ambil pusing, akhirnya Ayya melingkarkan kedua tangannya di perut Arthur. Ia juga menaruh kepalanya di punggung kokoh Arthur. Nyaman sebenarnya, namun ia terlalu gengsi untuk mengakuinya.
"Terpaksa ya, gue!" kata Ayya. Arthur mengangguk singkat.
Semilir angin yang semakin kencang itu membawa Ayya larut dalam pejaman matanya. Lelah seharian bermain, tapi ia tak ingin hari ini cepat berakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT MISSION [END]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue yang ke 898 gak, Ay?" "Mau. Tapi lo harus siap, jadi mantan gue yang ke 899." Arthur Adam El-farez. Cowok jangkung berparas tampan itu kerap disapa Arthur. Ia adalah ketua geng motor sekaligus most wanted boy di Lentera High...