READERS BARU HARAP FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!
HAPPY READING!
.
.
.
.
.Gadis cantik yang memegangi erat kedua sisi tasnya itu memasuki rumahnya dengan senyuman yang terus mengembang. Hari ini ia benar-benar senang. Arthur langsung pulang setelah mengantarkannya sampai di depan rumah.
Ayya memasuki rumahnya yang sepi. Ia melangkahkan kakinya menuju kamar, tapi sebelum itu, Keira menyapanya saat gadis kecil itu keluar dari kamarnya.
"Loh, Keira sendirian?" tanya Ayya.
Keira mengangguk. "Iya. Mama sama Papa nggak pulang-pulang," jawabnya lesu.
Ayya menghela napasnya pelan, lalu mengusap pelan kepala atas Keira. "Nanti juga pulang, kok. Keira tidur aja, ya, udah malem," titahnya.
Gadis itu menurut. Ia mengangguk dan kembali masuk ke dalam kamarnya.
Ayya menaruh tasnya di atas meja belajarnya, lalu ia merebahkan tubuhnya di kasur empuknya.
Pikirannya bergelut memikirkan kedua orangtuanya dan juga Keira. Entah sudah berapa lama keluarganya menjadi berantakan dan tak lagi harmonis. Ia takut jika hal ini dapat menyebabkan psikis Keira terganggu. Adik kecilnya itu masih butuh sosok orang tua yang memperhatikannya dalam masa pertumbuhannya saat ini.
Brakk!
Suara pintu terbuka dengan keras.
Ayya beranjak dari tidurnya, dan langsung pergi dari kamar untuk mengecek siapa yang membuka pintu rumahnya itu.
"Aku udah capek ya, Mas, sama kamu. Mau kamu itu apa, sih?" tanya Kartika dengan nada kerasnya.
Pria setengah paruh baya itu menatap tajam sang istri, lalu ia menjawab. "Aku, maunya apa? Gak salah nanya kamu? Seharusnya aku yang nanya, mau kamu itu apa?! Kamu gak pernah bersyukur sama semua yang udah aku kasih ke kamu. Kamu selalu bilang kurang dan kurang! Apa kamu gak pernah mikir? Aku ini kerja capek! Dan kamu, selalu tanya tentang uang dan uang!"
Tak jauh-jauh dari uang lagi permasalahan mereka saat ini. Semenjak usaha papa Ayya menurun drastis dan keuangan juga otomatis menurun, mamanya itu terus uring-uringan mengenai uang. Seperti tidak bisa hidup dengan uang, Kartika akhirnya kembali bekerja sebagai sekertaris di perusahaan lain, bukan milik suaminya.
Ayya menghampiri kedua orangtuanya yang bertengkar di ruang tamu.
"Kalo mau berantem di luar aja, jangan di sini. Di sini ada Keira, apa kalian nggak pernah mikirin dia?" tanya Ayya dengan nada santainya.
"Jangan ikut-ikut kamu Ayya! Balik sana ke kamar kamu!" jawab Kartika dengan nada tingginya.
Kartika menghela napasnya pelan seraya menghadap ke suaminya. "Aku mau kita cerai. Aku nggak bisa hidup kayak gini, Mas. Maaf," ujarnya.
Aldian menyunggingkan bibir kanannya sedikit. "Oke kalo itu yang kamu mau. Kita cerai!"
Ayya terkekeh pelan. Bak kesenangan, ia menyahutinya dengan suara keras. "Kenapa nggak dari dulu, sih? Perceraian kalian yang selama ini aku tunggu!"
Gadis yang masih memakai seragam sekolahnya itu berjalan menuju kamarnya.
Suara pintu kamar terbuka menampilkan Keira yang sesegukan dan mengelap air matanya.
"Papa!" Ia berlari menuju ke ruang tamu, tapi Ayya tahan. Ia menggendong Ayya dan membawanya ke kamar gadis kecil itu.
Aldian akhirnya memutuskan untuk keluar dari rumah itu dengan tidak membawa apa-apa. Hanya baju di badan dan tas kerjanya. Sedangkan Kartika, ia masuk ke dalam kamarnya tanpa memperdulikan kedua anaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT MISSION [END]
Teen Fiction"Lo mau jadi pacar gue yang ke 898 gak, Ay?" "Mau. Tapi lo harus siap, jadi mantan gue yang ke 899." Arthur Adam El-farez. Cowok jangkung berparas tampan itu kerap disapa Arthur. Ia adalah ketua geng motor sekaligus most wanted boy di Lentera High...