HAPPY READING!
.
.
.
.
.Sudah sebulan lamanya Ayya bekerja di Art Cafe. Sebulan ini cukup menguji kesabarannya. Di mana ia harus bisa membagi waktunya sekolah, Keira, dan Arthur. Hubungannya dengan Arthur sejauh ini tetap baik-baik saja. Begitupun dengan yang lain. Mereka sangat mendukung Ayya untuk tetap semangat menjalani hidup. Alana, dan inti Aroxer lainnya sudah mengetahui permasalahan yang dimiliki Ayya, tapi hal itu tidak membuat Ayya marah berlebihan. Cepat atau lambat, masalahnya juga akan diketahui orang sekitar.
Sebulan ini juga kedua orangtuanya tidak mengabarinya sama sekali, begitupun dengannya. Ia juga enggan memberi kabar orangtuanya. Untuk apa? Sepertinya dua orangtua itu tidak membutuhkan anaknya. Namun, dengan ketidakhadirannya Kartika dan Aldian di rumah, membuat Keira selalu bertanya-tanya. Ke mana orangtuanya itu? Untung saja Arthur selalu membantu Ayya untuk memberi hiburan sementara guna mengelabuhi pertanyaan Keira.
Ya, cowok itu sangat berjasa untuk Ayya saat ini.
"Capek, Ay?" tanya Tara seraya mengelap meja yang kotor.
Dua orang itu kini tengah bekerja. Sudah sebulan Ayya dan Tara bekerja sama di Art Cafe. Tara membantu Ayya banyak hal di sini.
"Lumayan," singkat Ayya. Tentu saja lelah. Bagaimana tidak? Ia baru saja duduk, kemudian tak lama ada pelanggan lagi. Terus seperti itu. Ayya memang sepertinya tidak boleh berisitirahat.
"Gue selama kerja di sini belum pernah liat ni Cafe sepi. Jadi, sabar-sabarin aja ya," ujar Tara.
Ayya manggut-manggut. Cafe milik pacarnya ini memang laris manis. Selain harganya terjangkau, Art Cafe ini juga sangat instagramable. Membuat kaum-kaum selebgram dan generasi Z sering mengunjungi Cafe ini.
Gadis berkepang satu itu melihat jarum jam di tangannya. Pukul 9, dan Cafe ini masih ramai. Ia menghela napasnya, kemudian menyemangati dirinya dalam hati. Kurang satu jam lagi, Ayya.
Mau tidak mau gadis itu harus menelan pahit kehidupannya sekarang. Tidak ada lagi mama ataupun papa. Ia harus berdiri sendiri, bisa ataupun tidak bisa.
Gadis itu kembali melayani pelanggan. Begitupun dengan Tara yang berbolak-balik mengantarkan pesanan pelanggan.
Mengingat bulan depan sudah memasuki bulan-bulan ujiannya. Ia pasti membutuhkan uang lebih untuk membayar itu semua. Belum lagi SPP sekolah Keira dan gaji Bi Nila. Kepalanya ini akan meledak rasanya.
"Tar, gue balik dulu, ya," pamitnya dengan tergopoh-gopoh.
"Mau ke mana? Buru-buru banget," tanya Tara.
"Mau pulang. Keira nge-chat gue mulu soalnya." Bohong. Gadis itu berbohong kali ini.
Tara ber'oh' ria. "Oke. Hati-hati, Ay!"
Ayya berjalan seraya mengacungkan satu jempolnya tanpa menoleh ke Tara.
"Aneh," gumam Tara.
Tak biasanya gadis itu seperti ini. Biasanya ia sebelum pulang selalu meminum es dulu di sini. Terkadang juga makan dan nyemil. Pekerja di Art Cafe memang sering makan secara gratis karena memang diperbolehkan oleh Arthur.
Ayya memakai helm hitam full face-nya, lalu menancapkan gasnya dengan cepat. Meski badannya ini lelah sekali, tapi tidak ada lain. Ia harus ke tempat itu sekarang juga.
***
Ayya memberhentikannya motornya di area parkiran. Kemudian ia berjalan dengan santai menuju ke segerombolan cowok yang sedang mengobrol di samping trotoar.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERFECT MISSION [END]
أدب المراهقين"Lo mau jadi pacar gue yang ke 898 gak, Ay?" "Mau. Tapi lo harus siap, jadi mantan gue yang ke 899." Arthur Adam El-farez. Cowok jangkung berparas tampan itu kerap disapa Arthur. Ia adalah ketua geng motor sekaligus most wanted boy di Lentera High...