PM - Damai

3.4K 349 133
                                    

HAPPY READING!

.
.
.
.
.

Usai membahas liburan bersama, inti Aroxer dan DG akhirnya berlabuh ke rumah Biru guna merayakan perdamaian ini sekaligus tasyakuran Biru dan Ayya yang menjadi saudara. Jika menurut kalian ini adalah ide dari Biru, maka jawabannya salah. Karena Bigel lah yang menyarankan acara dadakan ini.

"Yuk-yuk, masuk," ajak Bigel kepada teman-temannya.

"Yang punya rumah siapa dodol!" balas Tara.

"Halah ... Anggep aja rumah sendiri lah," kata Bigel.

"Rumah sendiri matamu," sahut Tara.

"Di rumah orang yang sopan," tutur Chenno dengan tatapan sinisnya.

"Ampun, Bang." Bigel menyatukan kedua telapak tangannya menjadi satu menghadap ke Chenno.

Biru membuka pintu rumahnya dan mempersilahkan teman-temannya untuk masuk ke dalam.

Mereka semua duduk di sofa ruang tamu sembari menunggu Biru dan Ayya yang ke dapur guna membuatkan mereka minuman segar.

"Udah lama gak ke rumah Biru, makin gede aja nih rumah," ujar Bigel.

"Kenapa? Rumah lo makin kecil emang?" tanya Tara.

"Mana ada rumah makin kecil goblok."

"Mana ada juga rumah makin gede tolol!"

"Udah, sesama bego gak usah berantem," sahut Riana.

"Maap, ibu guru gak diajak," jawab Bigel.

"Jangan gitu, nanti singa-nya keluar baru tau, lo," celetuk Alana.

"Oh, Riana punya singa? Oke! Gue keluarin monyetnya Tara!"

Tara melengos pada Bigel. "Tolonglah, aku tidak menyentuhmu, Bestie. Jadi jangan menyenggolku."

"Tidak apa-apa Bestie. Tugas kita di sini kan memang untuk meramaikan suasana."

"Tidak apa-apa matamu, Bestie. Aku yang tertekan di sini." Tara melototkan matanya pada Bigel di akhir kalimat.

"Najis, random banget." Setelah berucap, Aci kembali memainkan ponselnya.

"Ye ... Bilang aja pengen diajak ngobrol juga," ucap Bigel.

"Maap, gak dulu," jawab Aci.

"Eh, katanya lo pengen punya cewe, kan?" Tiba-tiba Arthur menanyakan hal itu kepada Bigel.

"Iya, mang napa?" tanya Bigel.

"Tuh, sama Aci aja. Aci jomblo kan, ya?" kata Arthur sembari bertanya kepada Alana.

"Iya-iya, Aci jomblo." Alana mengangguk.

"Ogah!" ujar Aci dan Bigel bersamaan.

"Cie, barengan," goda Tara.

"Diem!" jawab Bigel dan Aci bersamaan lagi.

"Jodoh," sahut Chenno singkat.

Sontak mereka semua terdiam. Hingga akhirnya suara cantik salah satu dari inti DG itu terdengar.

"Em ... Biasanya kalo Chenno yang ngomong, sih, jadi beneran," ucap Nata.

"Bener. Bener banget, Ta," timpal Tara.

"Sok tau banget, dah." Bigel melirik Tara dan Nata secara bergantian.

"Gak usah sok iye deh, lo, emang gue mau sama lo!" tukas Aci.

Bigel berdecih. "Janji gak bakal mau sama gue?"

"HUSSTTT! DIEM!" cetus Ayya.

Gadis itu jengah mendengar perdebatan mereka sejak di dapur.

Ayya menghampiri mereka bersama Biru dengan tangan yang penuh dengan toples-toples makanan ringan. Dan Biru membawa nampan yang sudah penuh dengan beberapa gelas minuman segar.

"Minum dulu, jangan ngoceh mulu. Gak pegel, lo?" tanya Ayya kepada semua teman-temannya.

"Makasih, Ay," ujar Alana.

"Yok, santuy," jawab Ayya usai menaruh apa yang ia bawa ke atas meja.

Mereka mulai meneguk minuman yang Ayya dan Biru sediakan. Bigel dan Tara pun tak sungkan lagi untuk langsung menyicipi cemilan yang disediakan.

"Keira mana, Ay? Kok gak keliatan," tanya Arthur.

"Nggak tau. Kayaknya ikut Mama keluar," jawab Ayya.

Arthur mengangguk mengerti. "Dia kangen nggak ya, sama gue?" Cowok itu tersenyum tipis.

"Nggak. Dia kayaknya udah lupa sama lo," balas Biru.

Arthur menatap cowok itu sengit. "Kenapa bisa gitu?"

"Ya iyalah, sekarang kan dia udah punya Abang. Yang lebih ganteng dan lebih tajir," jelas Biru memanas-manasi Arthur.

"Baru juga Abang. Kenalin nih, Abang iparnya." Arthur mengulurkan tangannya kepada Biru.

Biru terkekeh, lalu menghadap ke Ayya. "Mau gue restuin apa enggak?"

Ayya menahan senyumnya. Apabila boleh jujur, ia jelas mau jika kembali kepada Arthur. Namun, sifat gengsinya lebih besar dari pada rasa ingin kembalinya itu. Begitupun dengan Arthur, ia menunggu Ayya mengasih lampu hijau. Jika  gadis itu benar-benar ingin kembali kepadanya, maka dengan senang hati ia akan menerima kembali.

"Gak! Gak boleh! Sekarang giliran gue, lah." Bigel menyilangkan kedua tangannya di depan dada membentuk huruf X.

"Cowok stress nggak diajak," kata Biru.

Tara tertawa terbahak-bahak. "Rasain!"

"Bodo! Gue aduin semua lo ke Papa gue," ancam Bigel dengan raut wajahnya yang dibuat sok imut.

"Aduin. Ntar biar Papa lo berantem ama Papa gue," balas Biru.

"Aduhh, ribet banget! Ini acaranya cuma ribut gini doang? Gak ada party kek, apa kek gitu?" tanya Riana.

"Maaf, Kak, di sini kawasan halal," jawab Alana.

Riana menghela napasnya malas. "Ya udah, ngaji-ngaji kek. Kan tasyakuran acaranya?"

"Shodaqallahu--" Chenno memberhentikan ucapannya.

Bigel melotot kaget dibuatnya. "Chen? Alhamdulillah, Chenno login!"

"Chen, mau belajar ngaji sama aku, nggak?" tanya Alana.

Chenno tersenyum simpul. "Belum waktunya, Al. Doain aja."

"Najis, giliran sama Alana aja, manis banget, lo," sungut Arthur.

"Lo siapa?" tanya Chenno dengan raut wajahnya yang datar.

Ayya terkekeh. Ia senang karena dua kubu yang sempat salah paham karena ulahnya itu sekarang sudah menjadi teman. Teman se-perhobian, teman sekolah dan teman segalanya. Ia berharap jika mereka semua dapat akur dan menjadi keluarga yang menjaga keutuhan dan kesolidan.

Meski hubungannya dan Arthur nampak sulit untuk kembali seperti dulu, tapi ia tidak apa-apa. Ia mencoba untuk tidak terlihat canggung agar bisa menjadi teman seperti biasa. Ya, hanya teman.

"Ru, gak mau nyoba sama Riana?" tanya Arthur.

"Nggak. Selera gue bukan tante-tante," jawab Biru.

"Eh, kita cuma beda setahun, ya!" sahut Riana tidak terima.

"Terus? Lo mau gitu sama gue?"

"Nggak, deh. Gue gak mau punya hubungan sama cowok yang belum selesai sama masa lalunya," terang Riana.

Biru terkekeh sedikit. "Jangan pernah suka sama gue. Gue kasih peringatan dari sekarang."

.
.
.
.
.

JANGAN LUPA VOTE & KOMEN!

.
.
.
.
.

Maap sedikit, ya.
Kalo tembus 100 komen besok up lagi!

PERFECT MISSION [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang