40. Agni Si Menyebalkan

374 93 7
                                    

Kini Gilang berada di Cafe. Tadi setelah membersihkan diri, ia segera menghubungi Ricky, untuk bertemu dengannya.

Alhasil, kini mereka berada di Cafe, dengan seorang gadis di samping Ricky, yang tak lain kekasih Ricky.

"Lo bisa kan Rick, bantu gue?" ujar Gilang, "cuma lo harapan gue yang bisa bantu."

Ricky menggelengkan kepalanya. Ia sudah kukuh pada pendiriannya.

"Dia bakal baik-baik aja, Han. Gue yakin, dia lagi butuh waktu sendiri buat nenangin hati dan pikirannya," kata Ricky.

Gilang berdecak, tak habis pikir dengan ucapan Ricky barusan. "Dia semalaman nggak pulang, bahkan sampai nggak ada kabar. Gue bisa ngertiin kalau dia ada kabar, ini nggak ada, malah dia ninggalin ponsel dan sebelah sendalnya di dekat makam orang tuanya."

"Mungkin dia cari perhatian, dia pengen di cariin makanya berbuat kaya gitu," celetuk Agni membuka suara.

Gilang menghela napas, menulikan pendengarannya. Agar tidak terlalu peduli pada ucapan kekasih sahabatnya itu.

Gilang pun berlutut di hadapan Ricky, tidak peduli dengan tatapan aneh dari orang-orang sekitar. Karena yang ia butuhkan adalah pertolongan dari sahabatnya.

"Batu banget sih lo, pacar gue kan udah bilang nggak mau. Jadi jangan di paksa," pekik Agni kesal, "makanya punya adik itu di jaga yang bener, ajarin mandiri jangan di manja terus. Udah gede kok hobinya lari dari masalah."

Gilang berdecak, ia memutar bola matanya dengan malas. Ia melirik Ricky yang hanya diam saja.

Ia mendengus, rasanya sudah cukup ia menjatuhkan harga dirinya di depan orang-orang yang tidak punya hati seperti mereka.

Gilang segera beranjak, menatap tajam Agni. "Oke, kalau lo emang nggak mau. Gue nggak akan paksa lo lagi, udah cukup gue jatuhin harga diri gue," katanya, matanya beralih menatap Ricky,

"jujur, gue kecewa sama lo. Lo nggak bisa ambil keputusan lo sendiri, bahkan sekarang, lo nggak setegas dulu. Dan ini cuma karena cewek yang nggak ada otak," sarkas Gilang,

"kalau lo udah nggak nyaman lepasin, jangan di paksain. Satu lagi, jangan sampai terlambat Ky, atau lo bakal nyesel karena gue dan Anna."

Gilang pun berbalik, berjalan meninggalkan sepasang kekasih tersebut. Ia tidak mau berdebat dengan mereka, lebih baik mencari Anna daripada membuang energi untuk hal tak berguna.

****

"Kenapa gue harus terlibat sama lo sih?" pekik Leo menatap tajam Anna yang berada di sampingnya.

"Maaf, Le."

"Maaf lo nggak di terima," ketus Leo, "sedari dulu, lo selalu ngerecokin hidup gue, dan setiap deket lo gue selalu sial."

Anna tertegun, entah kenapa ia seperti deja vu dengan situasi ini. Ia menatap Leo, kini ia mulai sadar jika wajah lelaki tersebut begitu familiar.

Anna memejamkan matanya, sebuah bayangan terlintas di kepalanya. Mengingat momen semasa kecil, dimana ia sering di rundung dan disebut pembawa sial.

Gadis itu berdecak, berusaha menghilangkan pikiran buruknya.

"Lo tahu, gue nyesel nolong lo kalau berakhir kaya gini."

"Gue minta maaf, Leo. Gue nggak bermaksud melibatkan lo disini," balas Anna lirih.

Suara pintu pun terbuka, menghentikan percakapan Anna dan Leo.

"Hai, Annabelle!"

Anna berdecak, ia mengenal pemilik suara tersebut. Lelaki tersebut menyunggingkan senyumnya, matanya menatap Anna remeh.

Sayap Pelindung 2 : Cerita yang belum usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang