34. Tangisan Pilu

385 89 24
                                    

"Lo mau sampai kapan sih ganggu Anna?" tanya Fiki penuh penekanan,

"lo nggak kasihan apa sama dia. Dia itu sahabat lo, Man. Kita udah sahabatan dari SMP."

Manda mendelik, ia sudah sangat bosan mendengar ucapan Fiki yang membahas tentang Anna.

"Lo nggak ada bahasan lain apa? Kuping gue panas nih, denger lo ngomongin Anna mulu."

"Man, gue serius," ucap Fiki.

"Gue juga serius, Fik. Lo kira gue main-main."

Fiki menyandarkan tubuhnya di kursi pengemudi, matanya masih fokus menatap jalanan.

"Gue ngga akan berhenti sampe gue bisa dapetin cinta lo, Fik," kata Manda menatap tulus wajah Fiki.

Lelaki itu menyunggingkan senyumnya. Ia tidak menyangka jika Manda akan berpikir bodoh seperti itu.

"Jangan bodoh."

"Gue serius, Fik. Gue sayang sama lo," ungkap Manda, entah sudah berapa kali ia mengungkapkan perasaannya pada Fiki. Namum hasilnya tetap sama, Fiki tetap menolaknya.

Fiki diam, ia sudah malas adu mulut dengan gadis itu. Sudah jelas bukan jawabannya, Fiki tidak akan membalas perasaan Manda, karena perasaannya telah di miliki Anna seutuhnya.

"Kalau gue nggak bisa miliki Lo, maka Anna juga nggak bisa miliki lo." Manda kehilangan akal, tiba-tiba gadis itu menyerang Fiki. Membuat lelaki itu kehilang kendali.

"Man, kita bisa celaka. Lo tenang," ucap Fiki berusaha merebut kemudinya dari Manda.

"Gue nggak peduli, lebih baik kita mati sama-sama, daripada lo sama yang lain."

"Lo gila!" bentak Fiki, Manda benar-benar sudah kehilangan akal hingga berpikir sejauh itu.

Fiki mendorong tubuh Manda, ia sudah tidak bisa menahan emosinya. Alhasil gadis itu terlempar, di tempat duduknya.

"Gue belum siap mati," ucap Fiki.

Namun naas, sebelum Fiki berhasil mengendalikan mobilnya. Sebuah mobil berlawan arah, menabrak mobil Fiki dengan kencang.

Brak!

****

"Fiki mana?" tanya Anna pada suster yang baru saja keluar dari ruangan UGD.

"Tenang ya, Mbak. Kami sedang melakukan yang terbaik untuk pasien," balas Suster tersebut.

"Saya bisa masukkan, Sus?"

Suster tersebut menggelengkan kepalanya. "Mohon maaf, Mbak. Yang di perkenankan masuk hanya petugas. Mbak bisa tunggu disini saja."

Suster tersebut pergi meninggalkan Anna sendiri. Gadis itu menyandarkan tubuhnya di dinding dekat pintu. Ia memejamkan matanya, air matanya sudah membasahi pipinya.

"Tuhan, aku mohon, selamatkan dia. Aku nggak mau kehilangan dia."

Tubuh Anna merosot ke bawah, ia tertunduk memeluk tubuhnya sendiri.

"An," panggil Bunda Fiki, wanita itu terlihat panik saat menghampiri Anna.

Anna berdiri memeluk tubuh Bunda.

"Fiki dimana?"

"Masih di dalam, Bun," balas Anna disela isak tangisnya.

Bunda mengusap punggung Anna. "Kita berdo'a untuk keselamatan Fiki dan Manda ya, Sayang. Mereka pasti bisa melewati masa kritisnya."

Anna mengangguk di dalam pelukan Bunda. Ia tidak bisa menghentikan tangisnya, ia begitu khawatir pada kedua sahabatnya, terutama Fiki. Anna benar-benar takut kehilangan dia.

Sayap Pelindung 2 : Cerita yang belum usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang