6. Tangis

504 101 12
                                    

"Hai, Zwei! Apa kabar?" tanya Anna mengelus nisan Zweitson,

"gue bawa bunga buat lo, semoga lo suka ya." Anna menyimpan rangkaian bunga yang ia bawa di atas makam Zweitson.

"Zwei, gue kesini nggak sendiri loh. Gue bawa temen, namanya Adel, dia sahabat baru gue."

Adel tersenyum, mendengar penuturan dari Anna "Halo Zweitson, gue Adel!" ucapnya ikut memperkenalkan diri, walau ia tahu tidak akan ada jawaban.

"Maaf, Zwei. Gue nggak bisa lama-lama. Gue harap, kedatangan gue kemari bisa buat rasa rindu lo mereda," kata Anna,

"gue pulang ya." Anna dan Adel pun beranjak pergi. Sebelum pergi Adel dan Anna memanjatkan do'a untuk Zweitson.

Setelah selesai, keduanya berjalan beriringan, sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Adel melirik wajah Anna, terlihat jelas jika gadis itu sedang menyembunyikan kesedihannya.

Adel menghela napas pelan, bibirnya tertarik membentuk senyuman. Ia ingin mencoba menghibur sahabatnya.

"An, cafe yuk!" ajak Adel, menggandeng lengan Anna.

Anna melirik pada Adel "Lo yang traktir, baru gue mau."

Adel nampak berpikir, sebelum akhirnya mengangguk penuh antusias.

"Ayo ke Cafe!"

"Oy, kalian udah makan ice cream berapa banyak?" tanya Fiki saat melihat beberapa mangkok, berderet di meja Adel dan Anna

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Oy, kalian udah makan ice cream berapa banyak?" tanya Fiki saat melihat beberapa mangkok, berderet di meja Adel dan Anna. Lelaki itu pun mendaratkan bokongnya di hadapan Anna dan Adel.

Anna dan Adel bertukar tatap, sebelum akhirnya menyengir sebagai jawaban. 

"Dih, malah nyengir," ujar Fiki, lalu memanggil pelayan untuk memesan.

Fiki menopang dagu, menatap kedua gadis di hadapannya "Cantik sih, tapi sayang pengikut ice cream."

Adel mendelik sebal, lalu mengikuti Fiki menopang dagu.

"Ganteng sih, tapi sayang hobinya ngikutin Anna, nggak ada kerjaan."

Mendengar itu Anna terkekeh kecil, bisa-bisanya Adel berucap seperti itu pada Fiki.

"Nyinyir mulu lo," gerutu Fiki memanyunkan bibirnya.

"Kenyataan kok, lo kan emang selalu ngikutin Anna kemana-mana."

Anna mencubit pipi Fiki "Nggak papa dia ngikutin gue, kan dia itu sahabat sekaligus pelindung gue," ucapnya dengan senyuman yang mengembang.

Fiki tertegun, detak jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Entah mengapa, efek dari sentuhan Anna bisa separah ini.

Seorang pelayan menghampiri meja mereka, memberikan 3 minuman.

"Terimakasih, Mbak!" ucap Adel pada pelayan tersebut, lalu berbalik pergi.

Sayap Pelindung 2 : Cerita yang belum usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang