12. Insiden

377 86 13
                                    

"Muka lo kenapa?"

"Lo ngapain di kamar gue?" tanya Anna balik, ia terkejut atas kehadiran Gilang di kamarnya.

"Jangan mengalihkan pembicaraan, An. Gue tanya muka lo kenapa?"

Anna menutupi lukanya, duduk di bibir kasur. Kepalanya tertunduk.

"Gue nggak papa, Bang. Tadi keseleo, terus muka gue kena wastafel."

Gilang duduk di samping Anna, memperhatikan luka-luka tersebut.

"Gue bukan anak kecil yang bisa lo bohongi, An. Lo berantem sama siapa?"

Anna diam, ia tidak mungkin menceritakan kebenarannya. Ia tidak mau membuat keluarganya khawatir, terutama Gilang.

"Jangan bilang lo sengaja ngajak orang lain berantem, buat ngelampiasin amarah lo?"

Anna memejamkan matanya. Kepalanya ia anggukan, tidak ada cara lain selain berbohong.

Lebih baik Gilang memarahinya, daripada Gilang harus mengkhawatirkannya.

"Otak lo dimana sih!" bentak Gilang,

"kelakuan lo yang kaya gini itu, bisa buat diri lo bahaya!"

Anna meneguk salivanya dengan susah payah, ini pertama kalinya ia melihat Gilang semarah ini.

Gilang membalikkan tubuh Anna untuk berhadapan dengan dirinya.

"Otak lo dimana? Kenapa bisa senekat itu?" Gilang menekan lengan atas Anna. Hal itu membuat Anna diam, menahan sakit.

Karena yang Gilang tekan, tepat dimana luka tadi berada.

"Jawab gue!"

"Tadi gue kalut, Bang. Jadi nggak bisa berpikir jernih."

Gilang berdecak, mengacak rambutnya frustrasi.

"Lo itu anggap gue apa sih, An?" pekik Gilang,

"gue tahu, gue anak dari seorang pembunuh. Tapi, nggak seharusnya lo kaya gini, An. Gue sayang sama lo, gue tulus sama lo, gue pengen jagain lo. Tapi kenapa lo selalu menututupi semuanya dari gue?"

Kecewa, itu yang dirasakan Gilang sekarang. Ia kira Anna sudah menerimanya, tetapi ternyata gadis di hadapannya itu masih belum bisa mempercayai dirinya.

"Emang sesulit itu ya, lo percaya ke gue?"

"Bukan gitu maksud gue. Gue percaya kok sama lo, tapi... "

"Tapi apa, An? Nyatanya dimata lo, gue nggak ada apa-apanya."

Anna memeluk tubuh Gilang. Menangis di dalam pelukan tersebut.

"Gue berani sumpah. Gue nggak pernah mikir kaya gitu. Bagi gue, lo adalah segalanya, Bang. Lo Kakak gue."

Gilang melepas pelukan Anna, ia beranjak pergi meninggalkan Anna sendiri.

Ia tidak mau emosinya semakin menyakiti Anna.

"Maaf, Bang. Gue nggak bermaksud bikin lo kecewa," monolog Anna, setelah kepergian Gilang.

Malam itu, Anna dan Gilang kalut dengan perasaan mereka sendiri.
Mereka sama-sama dipenuhi dengan ego nya masing-masing.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sayap Pelindung 2 : Cerita yang belum usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang