44. Tangisan Pilu

451 97 11
                                    

Anna membuka sebuah album foto milik Gilang. Perlahan, ia membuka satu persatu foto tersebut.

Menampakkan Gilang kecil yang begitu manis. Anna tersenyum kecil, mengelus foto tersebut.

Lagi, ia membuka lembaran foto tersebut. Hingga berakhir di sebuah foto dirinya, bersama dengan Gilang dan Ricky.

Anna tertegun. Air matanya meluncur dengan bebas di pipinya. Gadis itu memeluk foto tersebut.

Ia rindu kedua lelaki tersebut, ia merindukan senyuman keduanya.

"Kalau lo gue jadiin rumah, boleh?"

"Hah?"

"Gue suka sama lo, An. Gue pengen lo jadi tempat pulang gue."

Anna teringat kejadian itu, kejadian 2 tahun lalu sebelum ia pergi. Ricky mengungkapkan perasaannya, lelaki itu dengan tulus memintanya untuk menjadi rumah.

Anna menghela napas, mengacak rambutnya frustrasi. Ia masih belum bisa menerima kepergian Gilang dan Ricky.

Ia berusaha ikhlas, tapi nyatanya, semakin ia berusaha semakin ia memikirkan keduanya.

Andai ia bisa mengulang waktu, ia akan mencegah kejadian ini, ia akan memilih tetap di rumah bersama Gilang saat itu.

"Argh... ," erang Anna melempar album milik Gilang. Gadis itu menangis histeris, bayangan itu masih terlintas di kepalanya.

Bagaimana Gilang dipukuli, dan bagaimana Ricky tergeletak lemah.

Anna membenturkan kepalanya ke nakas di sampingnya. Entah apa yang gadis itu pikirkan sekarang, ia seperti kehilangan kewarasannya.

Tok... Tok... Tok...

"An," panggil seseorang di luar kamar,  berniat membujuk Anna,

"An, ini Kiki."

Mendengar suara tersebut, Anna diam. Ia beranjak berjalan ke depan pintu.

"Lo siapa? Jangan bohong," ujar Anna dengan suara seraknya.

"Gue Fiki, sahabat lo."

Anna membuka kunci pintu tersebut. Menatap Fiki yang kini berada di kursi roda.

Gadis itu berjongkok, menggenggam erat tangan Fiki. Ia mulai terisak, entah apa yang gadis itu rasakan sekarang. Namun ia terlihat begitu terluka.

Melihat Anna seperti itu, membuat dada Fiki terasa sesak. Ia tidak suka melihat keadaan Anna yang seperti ini, ia benci melihatnya.

"Bang Lang, Bang Rick udah pergi, Fik," ujar Anna memberitahu Fiki,

"mereka pergi karena selamatin gue. Gue pengen putar waktu, gue pengen ngerubah semuanya."

Fiki hanya diam, membiarkan gadis itu mengungkapkan perasaannya. Karena jika ia menyangkalnya, gadis itu mungkin akan mengurung dirinya lagi.

"An," seorang lelaki menghampiri Anna dan Fiki.  Lelaki itu mengelus punggung Anna.

"Gue nggak sanggup nahan semuanya. Gue pengen tukar posisi mereka, biar gue aja yang mati jangan mereka."

Mendengar itu, lelaki tersebut memeluk erat tubuh Anna. Lelaki itu adalah Shandy, Abangnya. Dia baru saja keluar dari rumah sakit.

"Harusnya mereka masih ada disini," rengek Anna semakin histeris.

Shandy dan Fiki tidak bisa menahan kesedihannya, keduanya ikut menangis melihat kondisi Anna seperti ini.

Semakin lama, gadis itu tidak bisa mengontrol dirinya. Ia semakin menjadi-jadi, memukuli punggung Shandy.

Shandy mengerang kesakitan, ia tidak bisa menahannya karena bagaimanapun lukanya belum seutuhnya kering.

Sayap Pelindung 2 : Cerita yang belum usai [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang