Chapter 03

1.3K 288 217
                                    

Masih bertahan dengan cerita ini? Kenapa?

Apresiasi kisah apalah ini dengan tekan bintang, ya😇

~ • ~ 💜 ~ • ~

Deline dan Viane, entah apa yang dibicarakan mereka. Deline terlihat sedikit menginterogasi. Bukan apa-apa, hanya saja tingkah dua bocah itu membuatnya tidak bisa fokus membaca. Lebih tepatnya ... penasaran.

Lycia tersenyum. Kadang, ada sekelebat ingatan tentang sahabat yang tidak dari sini ketika Lycia melihat tiga saudarinya. Sayangnya Lycia tidak dekat dengan mereka. Lycia sudah bereinkarnasi. Lycia tidak hidup di dunia ini sebelumnya.

Dengan artian, Lycia bukan kakak kembaran mereka yang sejati dan terkadang, Lycia berpikir, bagaimana jika ayah atau dua selir beliau, bahkan ibu asuhnya tahu?

Lycia mengembuskan napas, berusaha menghempas seluruh ingatannya. Lycia bisa kembali fokus, andaikan telinganya tidak berdenging. Sakit, perih, itu membuat Lycia meringis dan memegangi pelipisnya dengan tangan kiri. Lycia menanggalkan buku yang dibaca.

Pusingnya makin jadi, keringat dingin mulai muncul di beberapa bagian tubuh, Lycia berusaha merebahkan diri. Ruang kamar sudah berputar tak karuan dan penglihatannya menggelap. Meski Yang Maha Esa tampaknya tak mengizinkan. Dengarlah, adik kembarannya yang pertama---Leria memanggil.

"Ini bulu rogue werewolf, 'kan?" Leria menyodorkan seonggok kecil bulu kecoklatan. Diambilnya tadi dari rak kecil dekat jendela, tempatnya meletakkan Apple---ikan guppy jenis cherry grass peliharaannya.

Lycia menoleh. "Iya," katanya, setelah melihat dengan saksama di sela pening kepala. "Kita harus waspada---"

Lycia menghentikan ucapannya ketika benar-benar menatap Leria, semua hal di sekitarnya menjadi hitam legam dan tidak tahu kenapa, tiba-tiba Lycia berada di posisi berdiri. Apa-apaan ini? Lycia membatin panik. Saking paniknya, sakit di kepala beralih pada dada, sesak.

Ruangan ini mengingatkannya pada kematian enam tahun lalu. Lycia menoleh ke sana-kemari, berusaha mencari jalan keluar, layaknya dulu. Keringat dingin yang belum kering bertambah banyak. Lycia mendengar suara kaki wanita melangkah, dari arah belakang dan memaksanya berbalik badan.

Gaun panjang wanita itu menyapu lantai. Warna putihnya begitu kontras dengan kegelapan yang menyelubungi, sementara matanya gemerlap menenangkan, hijau laksana dedaunan muda yang diterpa cahaya. Sayap kupu-kupu bak galaksi yang terentang indah perlahan menghilang, terkikis seperti jarak.

Di balik rasa kagum akan indahnya kejadian di hadapannya, Lycia mengenali wanita itu; Ia yang lukisan wajahnya terpampang pada aula utama Duchy Morstan. Duchess Morstan yang paling berjaya sebab ialah juga kaisar bangsa peri.

Darah wanita tersebut mengalir pada Lycia. Banyak, lebih banyak daripada air mata yang hampir luruh dari kelopaknya saking tidak lagi bisa ditampung. Dalam satu tarikan napas berat, Lycia menggumam, "Ibu?"

Wanita itu tersenyum getir. Ia terus mendekat hingga berada tepat di hadapannya. Ketika berjongkok, rambut hitam tergerai yang persis seperti milik Deline mengenai wajahnya.

Wangi melati. Sangat menyegarkan, tetapi membuat Lycia tak tahan dan menundukkan pandangan. Jadi, seperti ini wangi ibu yang melahirkannya kembali?

"Velycia," panggil wanita itu, selagi tangan lentiknya menyisir rambut pirang Lycia yang lebat dan membawanya saling menaut pandang.

Wanita itu senantiasa tersenyum. Ia hapus mata Lycia yang menggenang sebelum jatuh, hanya untuk melihat air mata Lycia lebih banyak luruh. Semuanya tumpah.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang