Chapter 30

203 26 12
                                    

Hampir 4000 kata dan kondisi Ambroise saat ini masih berduka.

Maaf, ya, up-nya lama kali ini, soalnya lagi sibuk banget. Aku mau KKN🥰

~ • ~ 💜 ~ • ~

Dari kedua sihir hitam dan dendam, kenapa semua yang harusnya Halia tahu itu disembunyikan darinya? Semua terlalu cepat dan berat ketika dia tahu, tetapi bukan karena itu Halia kehilangan kesadaran.

Darah yang menggenang di lapangan hijau kekaisaran Renfred membuatnya mual, darah dari keluarga bersejarah panjang yang begitu kotor dan menjijikkan.

Ketika sadar, rasa sesak benar-benar menghantam. Air mata yang tak baik untuk diri dan bayinya hampir saja kembali jatuh, andaikan tidak ada pergerakan di sekitarnya.

Manik biru permata Turquoise mengedar, ke belakang juga ke depan. Empat adiknya bersamanya. Tangan bersarung tangan renda transparan itu bergerak, menyisir rambut cokelat tebal si bungsu yang memeluknya.

Sihir hitam ... apa pun caranya, bahkan menggunakan sihir hitam juga, tetap akan meregang nyawa, maka Halia berterima kasih karena yang terkena dendam masih di dekapannya.

Halia balas memeluk salah satu adiknya begitu kuat, tetapi tak menyakitinya. Halia hampir saja kembali tertidur, jika tak ada yang mengetuk pintu kamar yang bukan kamarnya.

Ketika dipersilakan masuk, sudah hal biasa bagi peri biru Nivyx menembus pintu. Sambutan berupa senyum saling terlontar, sampai Nivyx tersebut berucap, "Nak, ke ruanganku." Setelahnya Nivyx itu hilang begitu saja.

Butuh waktu untuk Halia duduk di tepi kasur, mengembuskan napas berat dan menyentuh keningnya yang terasa sakit. Kedua adiknya yang termuda memeluknya begitu kuat, sementara dua adiknya yang lebih tua tidur dengan tenang.

Gaun formal hitam luruh begitu berdiri, terseret anggun pula saat kaki indahnya melangkah. Senyum terpatri, tampak pedih saat lemari Halia buka. Benar, bajunya kini berada di lemari yang sama dengan baju Reyfan.

Seperti impiannya, tetapi lelaki itu tiada, maka pupus sudah. Cinta yang awalnya terhalang ras, kini terhalang alam. Ironis. Penderitaan apa lagi selanjutnya?

Setiap langkah terasa hampa, tidak ada lagi payung hitam yang menemaninya. Halia tahu perasaan ini akan selalu ada di akhir, tetapi ... Halia mengira meskipun payung miliknya remuk, ia tetap bisa memandangnya, siapa yang menyangka akan tak tersisa?

Embusan napas terdengar jelas begitu Halia berhadapan dengan pintu cokelat berukirkan Naga, tetapi begitu ia ketuk dan dipersilakan membuka, Halia kembali bergerak untuk menutup pintu. Ibu dan ibu dari ayah bayinya turut serta di kumpulan itu.

"Halia!"

Halia berhenti bukan karena teriakan itu, melainkan sulur biru yang mengikat perutnya. Itu milik Era. Rasanya, emosi Halia meledak.

Sulur sihir ini sungguh tidak ada apa-apanya. Halia Fighter tingkat atas, tetapi karena sihir yang terkunci hampir sepenuhnya, Halia mau tidak mau membuka portal pertahanan yang bisa membawanya ke ruang paling aman.

Portal pertahanan ini sama saja bentukannya dengan portal biasa, berupa gumpalan awan yang serupa warna mana, penghubung tempat ke tempat lainnya.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang