Chapter 13

458 96 136
                                    

Selamat Ambroise, sudah mencapai 11.000 mata.
Selamat menunaikan ibadah puasa pula, untuk para pembaca yang menunaikannya🥰
Pastikan kalian baca semua catatan!

~ • ~ 💜 ~ • ~

Banyak sekali Dewa dan Dewi di Ambroise, bahkan tiap bangsa memilikinya. Namun, yang paling populer adalah Dewi Bulan Ambrosia yang diagungkan oleh Werewolf dan Vampire, ia Dewi pengikat takdir jiwa.

Dewi seluruh bangsa peri sekaligus Dewi penulis takdir---Dewi Kamelia. D'arcy, Dewa-Dewi peperangan dan balas dendam yang diagungkan para Iblis dan monster. Dewa Cuaca Skythenaroza serta Dewi Samudera Athealuna, kebanggaan para Mermaid dan Siren.

Dewa Iaros, Dewa tertua di Ambroise, sang pengendali malam dan siang. Dewi Zamrud, Ibu Alam Ambroise sekaligus Dewi bangsa surgawi; Griffin, Phoenix, dan malaikat.

The Svarga, nama kekaisaran bangsa yang sekaligus merupakan julukan sepasang Alicorn---Dewa dan Dewi tiga bangsa kuda; Unicorn, Pegasus, Poni dan yang paling disegani, Dewa para Naga; Aleythron.

Puluhan kuil berdiri tegak, kokoh, juga angkuh di berbagai sudut di Ambroise ini. Semua menyucikannya. Semua berdoa di kuil-kuil suci tersebut, sesuai dengan Dewa atau Dewi yang dimiliki bangsa mereka, mencurahkan apa saja yang mereka rasakan atau butuhkan.

Namun, dari semua itu, seluruh makhluk Ambroise---terkecuali para rogue tentunya---percaya jika Tuhan mereka hanya satu. Tuhan yang sama, dengan Tuhan yang menciptakan Dewa-Dewi yang mereka agungkan.

Saat banyak sekali Dewa-dewi mereka, tak ada satupun yang mampu membuat Ambroise damai dahulu kala. Hanya Ia, Tuhan Yang Maha Esa yang mampu menciptakan tiga kaisar dan memerdekakan dunia fana yang disebut dunia Immortal ini.

Dewa dan Dewi mereka sekadar utusan-Nya, mungkin pula dianggap God Elder atau Nabi? Doa yang mereka sampaikan pun merupakan sanjungan, pula meminta untuk dibantu menyampaikan pada yang Esa.

Berbeda dengan Dewa dan Dewi yang memiliki tempat beribadah, Yang Maha Esa tak memiliki satu pun. Setiap saat hambanya bisa berdoa tanpa ke tempat suci karena Ia lah yang Maha Dekat, tetapi juga Maha Jauh.

Konon di kepercayaan Ambroise, Yang Maha Esa akan menilik. Di saat itu, dunia ini akan bergeming, seolah-olah telah mati. Angin tidak lagi berembus menciptakan suara dedaunan yang bersinggungan. Tidak lagi ada suara merdu nyanyian-nyanyian para peri atau suara mengerikan monster dan hewan nokturnal, mereka semua bungkam.

Matahari dan bintang-bintang di angkasa meredupkan sinarnya, seolah tidak ingin menunjukkan sinar tak seberapa itu pada penciptanya---yang bersinar begitu Dahsyatnya. Api maupun obor yang menyala pun mati dengan sendiri, takut dengan janji akan adanya dunia pembalasan dan itu terbuat darinya (api).

Di saat seperti ini, semua makhluk bahkan yang tak percaya adanya Ia akan tunduk dan ketakutan, meski sekali, lagi ada pengecualian, yakni anak-anak. Hati mereka masihlah bersih, meski kesal tak ada dendam meski itu sekecil atom. Begitu bahagia mereka ketika Tuhan penciptanya menilik mereka.

Salah satunya, gadis berambut biru yang kini rambut itu terombang-ambing mengikuti gerakannya yang cepat. "Yang Esa menilik kita! Ia menilik kita sekarang!"

"Putri Isy! Tunggu, tunggu saya!" Nata pun juga begitu bahagia, ia menyusul Delixy dan diikuti anak-anak yang lainnya.

Meski gelap lorong asrama itu, mereka tidak sedikitpun kesusahan berlarian menuruni tangga. Lift asrama tak akan berfungsi di saat yang seperti ini. Sementara keempat nona yang mau tak mau juga ikut, takut dengan aura ini, begitu kuat. Ya, mereka tidak seperti anak-anak lainnya, mereka telah bereinkarnasi. Hati mereka tidak suci lagi.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang