Chapter 12

519 133 270
                                    

Teman malam minggu kalian, meski aku gak tau saat ini ada pembaca setia atau nggak. Yang penting up aja dulu.

~ • ~ 💜 ~ • ~

Ruangan remang berlampu kuning keemasan, suasana di situ entah mengapa suram. Ketiga laki-laki yang ada di dalam sama sekali tidak bersuara. Mereka saling berhadapan dengan tatapan yang hanya mereka tahu artinya.

Suara helaan napas terdengar pelan dari laki-laki bermata emas, memancing dua lainnya untuk menatap, takut jika temannya itu akan berbicara, tetapi yang terjadi, si bermanik emas pelan-pelan memejamkan matanya.

"Siapa mereka?" Laki-laki pemilik mata berwarna abu-abu membuka obrolan.

Si bermanik emas kembali membuka mata. Cukup kaget, ternyata rekannya itu mengumpulkan ia dan si bermanik lavender untuk masalah ini. Hanya sedikit bibir laki-laki bermanik emas itu terangkat, tidak akan kentara terlebih ruangan ini benar-benar remang.

"Bukannya sudah dikatakan jika adalah rogue." Laki-laki bermanik lavender kemudian berkata. Ia memposisikan dirinya sendiri bersandar dan bersedekap di kursinya.

"Aku tahu." Si bermanik abu-abu menjawab. Ia memijat pelipisnya sesaat dan kembali menatap si bermanik lavender. "Dari organisasi apa? Rogue tidak sepenuhnya jahat." Kala itu, manik matanya makin mendung, badai emosi terpancar begitu dahsyat di sana.

Si bermanik emas terkikik geli. "Kenapa?" tanyanya dengan nada seloroh yang kentara. "Semangat sekali kau bahas masalah ini, padahal sudah ditangani pusat dan sudah empat hari terlewati. Kita hanya tinggal menunggu informasi."

Si bermanik abu-abu mendengkus kasar. Ia juga tidak tahu kenapa begitu kesal dengan penyerangan empat hari lalu. Ada satu dorongan kuat untuknya membalas. "Baiklah. Kita bahas saja, apa kemungkinan motif mereka melakukannya. Jangan bilang ... karena aku?"

"Bukannya selalu seperti itu," sosor si bermanik lavender. Ia kembali menegakkan duduk dan mulai serius memulai obrolan ini. "Mereka ingin retakan dimensi dunia lain."

Ah, masalah retakan dimensi itu lagi. "Mereka lebih hina daripada iblis." Si bermanik emas mengepalkan tangan, tetapi menyeringai. Ya, pelan-pelan emosi menggerogotinya. "Di dunia ini saja iblis menjadi baik karena tuannya, tapi mereka ... menjijikan."

Hening kembali menggerayangi ruangan ... yang tampak seperti ruang asrama itu. Suasana makin mencekam karena angin berembus di luar sana dan pintu ruang asrama dibuka.

Cuaca ini bukan cuaca biasa di Ambroise, ketiganya tahu saat mereka menoleh ke arah jendela. Tampaknya ada yang membuat trah Dewa Cuaca dan Dewi Samudera marah.

Laki-laki bermanik abu-abu berdeham, seringai tercetak pelan-pelan di wajahnya yang tampan. "Bodoh, mereka mengincar saat semua bersamaku, bukan saat sendiri."

Si bermanik lavender tiba-tiba tertawa karena ucapan rekannya. "Jika pun kau sendiri, Kak, kau bisa melawannya," katanya, "tapi penyerangan itu memang aneh. Siapa Asap Hitam yang kalian katakan? Kalian dapat informasi?"

"Tidak," ujar pemilik mata abu-abu setelah beberapa saat diam. "Tapi rasanya damai saat melihatnya."

Laki-laki bermanik emas menjawab, "Ya, kurasa dia di pihak kita."

~ * ~

"Lancang!" Gebrak terdengar lantang bersamaan Delixy yang berteriak. Sementara Viane yang duduk di kasur Leria dan Nata yang bersila di karper kaget tak kepalang. Tidak peduli pada mereka, Delixy kembali berkata, "Mereka berani mengganggumu, Nata?!"

Nata mengangguk patah-patah. Mereka baru di sini lima hari dan tentu ini pertama kalinya Nata melihat Delixy marah. Lihatlah cuaca yang berubah drastis, amat mencekam, mengagumkan, tetapi menyeramkan.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang