Chapter 06

738 182 206
                                    

Silakan kritik tanda baca, EYD, dan KBBI akan diterima sepenuh hati. Akan tetapi, jangan sekali-kali kritik masalah alur dan bagaimana aku menuliskan segala hal sini.

Bukan antikritik.

Aku masih belajar dan akan terus jadi pelajar, kritik mengandung ilmu pasti dicerna dan aku pula adalah Tuhan di duniaku ini, aku yang menentukan alur kehidupannya dan yang kutulis adalah yang terbaik untuk jalannya cerita.

Jadi, kuharap pembaca menikmati tanpa ikut campur masalah alur.

~ • ~ 💜 ~ • ~

Saat anggota meja mulai fokus untuk makan, Delixy berdeham, mengetuk meja tiga kali, dan membuat membuat ketiga pangeran menoleh. Dengan nyalang Delixy tersenyum pada mereka. "Aura kalian! Ini kantin, bukan medan perang."

Verick Graff, anak laki-laki berambut emas di samping Lycia tertawa pelan dan menaruh garpunya. "Aku lupa, maaf," ujarnya tanpa menengok pada Delixy di sebelahnya, di kepala meja.

Detik itu, aura kekuasaan ketiga pangeran mulai netral. Semua orang di kantin bisa mengembuskan napas lega karenanya. Sementara Delixy bersedekap. Rasanya jengkel sekali pada teman-temannya itu dan ia kembali berujar, "Kalian membuat lima teman baruku takut."

Langsung menunduk kelima teman baru yang disebutkan Delixy. Ketiga anak laki-laki menatap mereka. Di detik itu pula, Deline merutuk dalam benak jika, ketiga anak laki-laki itu amatlah kuat. Aura mereka mengerikan karena merekalah entitas tertinggi di bangsanya. Keringat dingin pun mulai muncul di telapak tangan Deline, hingga garpu yang digenggam jadi licin.

Di poin Lycia yang tengah termangu, Lycia tahu jika katanya semua kaisar dan permaisuri utama Immortal diwajibkan akrab satu sama lain karena beberapa alasan. Di antaranya jika para pemimpin tak akrab bagaimana bisa bekerja sama jika suatu saat perang besar terjadi. Agak konyol, sialnya itu masuk akal.

Lycia tak menyangka jika akrabnya mereka bukan sekadar solidaritas, melainkan benar-benar persahabatan. Meski bisa ditebak, jika ada yang hanya solidaritas, terutama Iblis, Siren, Vampire, lebih-lebih penyihir yang benar-benar ingin individu bukan koloni.

Canggung. Suasana hening mulai menyelimuti mereka lagi. Dentingan garpu dan sendok kembali merdu bersahutan. Delixy mengembuskan napas, tak nyaman berada di situasi seperti ini karena di keluarganya selalu ada saja obrolan tentang segala hal di saat makan, terlebih makan malam saat anggota keluarga berkumpul karena tidak ada tugas dari pusat.

"Oh ya! Kira-kira, di antara kalian berempat, siapa yang akan jadi permaisuri Kylarzo?" Delixy pada akhirnya memecah keheningan. "Lord Francis tidak mau, 'kan? Ia ingin jadi Duke Morstan."

Sungguh di akhir kalimat Delixy memelankan suara karena takut ada yang menguping. Obrolan ini sensitif dan Delixy berani mengambilnya karena di lingkaran meja kini hanya ada tiga pangeran, keempat nona, dan Nata.

Deline tersedak. Entah kompak atau bagaimana, setelah Delixy bertanya, tiga saudarinya serentak menunjuknya. Langsung saja mata insan di meja tertuju padanya. Namun, tak berselang lama mereka menengadah karena suara dentum keras. Atap kantin tiba-tiba terbuka menampakkan purnama.

Di sela ribuan Pixie---peri-peri kecil seperti capung yang bersinar bak kunang-kunang--- yang masuk mengelilingi dan suasana riuh siswa-siswi angkatan tahun pertama tertawa bahagia karena disapa, Deline malah menatap dengan nyalang. Lycia tahu betul arti tatapan itu, Deline tidak terima.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang