Chapter 11

615 179 343
                                    

BESOK SENIN! Tugasku belum rampung, tapi sempet juga up. Demi kalian, jadi VOTE dan komen lah kalian☺️🔪

~ • ~ 💜 ~ • ~

Sudah tiga hari Leria hanya di kamar. Kakinya masih perih karena dibedah demi hilangkan racun sebelum menyebar banyak ke bagian lain daripada tubuhnya.

Satu novel pun sudah dibaca hari ini. Ternyata Deline salah, dunia ini bukan tidak punya novel, melainkan Morstan yang tidak menyediakan! Viane saja ke perpustakaan sebelum ke kelas kimia bersama Lycia langsung menemukan.

Novel yang tadi baru selesai Leria baca adalah novel romansa, judulnya 'Enemy Love' kisah seorang sahabat yang selalu ribut, hingga akhirnya sadar jika saling jatuh cinta, menikah, lalu hidup bersama dengan segala pertengkaran kecil dan aksi manis selamanya.

Benar-benar bukan genre Leria, tetapi karena sudah lama tidak membaca novel, Leria membacanya. Sungguh geli, meski tak dapat dimungkiri Leria menikmati setiap desiran halus yang membelainya. Kisah klise yang menyenangkan.

Di antara tiga saudarinya, apa akan ada yang mengalami?

Leria termenung secara mendadak, kenapa malah memikirkan hal seperti itu? Padahal di kehidupan sebelumnya tidak tertarik sama sekali. Benar-benar tidak tertarik, bahkan tidak tahu apa itu ketertarikan, apa lagi cinta.

Di Ambroise ... Leria merasakan perasaan-perasaan baru. Dari peran seorang ayah yang tak pernah Leria rasa, ibu tiri yang baik meski menyebalkan, kakak tiri juga seperti itu, kecuali Halia, kakaknya itu sempurna, selalu menjadi contoh baik untuk adik-adik.

Ada kakak laki-laki kandung yang senantiasa mendukungnya; saudari kembar yang selalu Leria sesali karena bukan yang sesungguhnya dulu, kini menjadi amat akrab, sebab mereka adalah sahabatnya yang juga bereinkarnasi.

Terakhir ... teman baru yang senantiasa melindunginya, mungkin? Leria belum pasti atau mungkin nanti Leria yang harus melindungi mereka.

"Leria! Oi, Leria!"

Leria mendengkus kasar, lamunannya seketika pecah berkeping-keping. Deline menggedor pintunya cukup keras. Mau apa anak itu? Tidak bisakah dia langsung masuk? Padahal dia tahu kondisinya sedang tidak bisa berjalan jika tidak dibantu.

"Berhenti menggedor pintu! Masuk!" Berteriak Leria, berusaha tahan dengan tingkah Deline.

Barulah saat itu Deline membuka pintu dan kepalanya muncul, gadis berambut hitam itu menyelisik kamar beberapa saat. Ah, ini yang pertama kali Deline ke kamarnya. Begitu Deline menoleh padanya setelah beberapa saat, Leria duduk bersandar di kepala ranjang. Manik lila gadis itu tampaknya berbinar karena melihat sesuatu di jendela kamar.

"Ambil, itu milik umum," kata Leria sembari menaruh novel ke meja di sebelah kanannya.

"Oke, terima kasih!" Deline masuk begitu saja, mengambil langkah lurus karena jendela kamar dan pintu kamar saling berseberangan.

Anggur yang Deline lihat di jendela menggantung begitu saja, sudah seperti korden. Tepat di bawah jendela diberi kursi cukup panjang dan bantal, ada juga selimut, pas sekali untuk bersantai.

Di sebelahnya pun terdapat rak buku dan meja belajar. Di sebelahnya lagi, ada pintu untuk kamar mandi dalam dan ruang ganti. Meski kecil dan minimalis, kamar ini benar-benar nyaman. Terlebih karena menyajikan pemandangan dari lantai empat.

Anggur yang Deline petik juga cukup manis, meski jujur tidak semanis yang di Morstan. Malah masam mungkin jika dicicipi orang lain, tetapi ini tergolong manis karena tumbuh liar. Andaikan Deline yang menempati kamar ini, sudah dipastikan buah anggurnya habis dipetik tiap hari.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang