Chapter 04

1.1K 238 274
                                    

Seminggu lebih telah berlalu. Semua maid mulai bergosip gemas. Nona mereka telah akrab, tidak seperti dulu yang jarang menyapa padahal ditempatkan di kamar yang sama.

Lycia sudah tidak mengurung diri di perpustakaan kediaman, melainkan pergi ke perpustakaan dan membawa buku-buku yang akan dibacanya ke kamar. Saat ditanya kenapa Lycia hanya menjawab: Ingin belajar bersama Viane.

Begitupun dengan Leria, dulu selalu berlatih pedang kini sering bermain di kamar. Deline juga tidak mau ketinggalan, gadis itu sudah jarang kabur ke kebun dan membuat para maid bersyukur tidak harus susah payah mencari sang nona, sebab kebun begitu luas dan tempat persembunyian Deline selalu berganti-ganti.

Di dalam kamar begitu tenang, terlebih bagi Lycia yang sering sakit kepala karena belum mampu mengontrol mata Dewi miliknya. Kini, mereka berempat duduk, membaca di ruang tamu kecil di dalam kamar berpemandangan kebun bunga mawar.

Kaki mereka sama-sama ditekuk hingga terlihat berjongkok. Lihat pula gaun tidur kembar yang senada dengan iris mata mereka---Lycia hijau muda, Leria merah muda, Deline ungu muda, Viane biru muda---tampak indah dikenakan.

"Kenapa kita baca buku sejarah, sih?" Deline membuka obrolan. Sudah satu setengah jam mereka diam-diaman.

"Cari tau siapa pembunuh ibu," jawab Lycia yang senantiasa fokus pada bacaannya. "Ibu itu titisan Dewi, pasti punya musuh bebuyutan, mungkin tercatat dalam sejarah, tapi kenapa sejarahnya aneh, ya? Di sini tertulis ribuan tahun lalu Immortal ada dalam masa kegelapan, tiba-tiba merdeka karena tiga orang yang disebut cahaya, tidak tertulis kenapa dunia ini terjerumus ...."

Sudut mata Deline berkedut. Tidak lagi acuh pada ucapan kakaknya dan memilih menunduk. "Bisa sampai situ mikirnya." Deline bergumam dan sungguh, Deline ingin tahu terbuat dari apa otak Lycia.

Mendengar Leria berdeham, Deline jelas tahu kakaknya yang satu itu benar-benar tidak setuju. Logisnya, mereka sudah hidup tenang sekarang. Siapa yang tidak bersyukur bereinkarnasi jadi putri seorang Duke? Bergelimang harta, disayang---ah, jangan lupa mereka memiliki kakak kandung laki-laki bernama Francis.

Lelaki yang sungguh tampan itu sudah berumur dua puluh tahun dan begitu sayang pada mereka. Buktinya, lelaki itu membuatkan gelang kembar yang membuat makhluk lain tak bisa mendeteksi mereka. Satu kata, sempurna. Meski ada dua ibu tiri yang kadang menyebalkan. Belum lagi putri ibu tiri mereka.

Suara benda berbahan keramik pecah di luar kamar dan tahukah? Jika salah satu cara mengetahui karakter seseorang adalah ketika terperanjat.

Lycia menoleh ke asal suara dengan tenang, setenang dedaunan merambat yang hijaunya sama dengan hijau di iris matanya. Berbanding balik dengan Leria yang bergeming. Suara keras itu tak mengganggunya membaca buku sejarah yang Lycia bawa. Sementara Deline menoleh dramatis sambil bertanya, "Apa itu?!"

Pertanyaan Deline mendapat gelengan serta bahu terangkat tanda tak tahu dari Lycia dan Leria. Lalu, jangan bertanya tentang Viane. Si bungsu itu masih memegang kedua telinganya dan beringsut hingga buku kuno miliknya jatuh.

Viane baru membuka mata dan melepas tangan mungilnya ketika samar-samar mendengar suara Kyra---teman bermain dan maid pribadi Viane yang disediakan duchy lantaran Viane tidak dekat dengan tiga saudarinya.

"Maaf, Yang Mulia." Begitu kata Kyra dari luar sana. Suaranya sedikit bergetar seperti sedang ketakutan.

"Minggir!"

Suara cempreng yang menggertak itu adalah suara selir Estia. Istri Duke Elf of Morstan setelah Kamelia. Kalau kata Deline: selir yang selalu datang dengan segala masalah ke kamar. Terbukti benar kini dan mungkin itu salah satu alasan Duke Elf of Morstan tidak menjadikannya Duchess. Meski jika berbicara masalah hak, ialah yang paling berhak.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang