Chapter 05. ARC 2: Purefic Academy

1K 284 371
                                    

Menyungging senyum, Evy tutupi dengan telapak tangan. Kenzie dan Lycia, begitu mirip ayah dan anak itu, rambut pirang mereka sama. Pasti takkan ada celah membedakan jika manik Lycia juga biru lautan seperti ayah dan tiga lainnya--- Francis, Halia, dan Viane.

Selain warna mata yang sama yakni turquoise---warna mata khas Morstan, rambut Francis, Halia, dan Viane pun senada. Mereka benar-benar seperti kembar beda usia. Namun, begitu iris hazel kehijauan Evy beralih pada dua putri lain, kedua putri itu tampak identik meski nyatanya tidak.

Mereka mirip mendiang Kamelia---Duchess Elf Hutan Morstan sekaligus Kaisar Wanita bangsa peri. Evy jadi berpikir, apa iya raga Kamelia diwariskan hanya kepada Leria? Sebab Deline hampir sama miripnya.

Kana dan Sona tidak kalah menawan. Kana memiliki rambut hitam seperti Deline, Sona berambut coklat muda seperti ketiga saudaranya, sementara manik kedua gadis itu berwarna hijau muda seperti daun yang baru saja lepas dari kulit arinya---Jude Green, sangat cantik.

Pada akhirnya Evy tertawa pelan. Tidak ada yang melihat sebab semua sibuk mengobrol. Melangkah lah Evy, mendekat, sembari membagikan kantung kulit kecil berdiameter delapan kali sepuluh pada ketujuh anak di hadapannya dan berkata, "Untuk satu bulan."

Viane kegirangan, wajahnya sudah benar-benar berbinar. Gadis itu membuka kantungnya dan tercengang. "Woho! Ini semua punya, Vi?" tanyanya, seraya mendongak menatap Evy yang kini bersanding dengan Kenzie.

Evy tersenyum kecil, mengangguk. "Ya, ada masalah?"

Viane lekas menggeleng dengan senyum yang lebih mengembang, lalu kembali menatap kantung kulit itu penuh batu mulia, juga permata berukuran kecil yang sudah dipahat rapi tersebut. Gila! Setelah enam tahun hidup di dunia ini, Viane baru sadar akan kegilaan ini!

Di bumi berlian adalah perhiasan, tetapi di Immortal adalah mata uang. Itu sungguh gila dan benar-benar menakjubkan. Terdapat beberapa jenis di kantung Viane, seperti zamrud dan ruby, tetapi kebanyakan clear quartz---kristal bening yang bukan berlian dan jadi nominal paling rendah di Immortal.

"Kau kurang?" Evy khawatir akan tatapan putri tirinya yang bungsu, ia bertanya lagi.

Pun sekali lagi Viane menggeleng. Meski tidak ada amethyst yang jadi nominal tertinggi setelah diamond, uang saku ini lebih daripada cukup. Viane jadi membayangkan, bagaimana jika Viane punya batu mulia sebanyak ini ketika di bumi. Apa kekayaannya akan sama seperti Lycia, dulu?

Sementara Lycia sendiri, bersama dengan Leria dan Deline, menatap jauh ke depan sana. Sangat indah, suasana senja makin membuat rimba yang pepohonannya besar menjulang pun berdiri kokoh pemukiman di sana sudah seperti negeri khayalan. Lycia, Leria, dan Deline tidak bisa berhenti kagum.

Angin hangat pertanda portal terbuka membuat semuanya menoleh pada Francis tanpa terkecuali. Pemuda dua puluh tahun itu kemudian berkata, "Lian mengirim telepati, semua siswa berkumpul di aula."

"Ah!" Halia mengangguk dengan kening berkerut. "Lian? Siapa dia?"

Bukan tanpa alasan Halia menanyakannya. Sekali lagi, tak semua bisa memanggil nama orang sembarangan di Immortal. Meski seorang tuan, ketika ia memanggil hambanya harus didahului embel maid atau warrior.

Jika golongan pertama adalah keluarga, maka golongan kedua adalah belahan jiwa. Begitu Halia berpikir dan tepat sasaran. Francis menjawab, "Evilian, kakakmu."

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang