Chapter 19

368 60 11
                                    

Selain mabuk opor dan aku dapet THR lumayan di umur segini, aku merasa berdosa banget publish part ini wkwk.

Cerita ini 🔞+, kenapa nggak ada adegan iya-iya?
Karena dewasa nggak melulu hubungan pria dan wanita, adegan war juga adegan dewasa, apa lagi penyiksaan dan gore (pembunuhan secara jelas).

Vote dan komen cerita ini, biar aku tau kalian baca😘 tandai typo juga!

~ • ~ 💜 ~ • ~

Dikuti sihir masinis yang tadinya mengelilingi kereta beralih mengelilingi anak-anak, suara ledakan kembali terdengar. Kereta luruh begitu saja, penyeimbangannya tidak ada. Anak-anak tanpa terkecuali menjerit, mereka akan ditimpa atap kereta. Namun, yang terjadi mereka menembusnya.

"Phantome itu kemari!" Saat anak-anak yang lain melongo dengan hal yang baru mereka alami, siswa bangsa Naga dari gerbong empat menjerit, "Awas!"

"Oh, Dewiku, kenapa ini terjadi saat tidak ada yang melindungi kami?!" Berhasil menghindar, siswi Siren di sebelah siswa bangsa Naga merutuk. Geram lantasan suara yang paling dibenci oleh bangsanya; Siren, kembali melengking.

Anak-anak serentak menoleh. Lengkingan tadi berubah jadi jeritan dan napas mereka tersenggal, menyaksikan sang iblis berhasil memenggal kepala Phantome tersebut, dengan ekornya yang meruncing seperti tombak hitam.

Mengerikan. Anak-anak tidak mungkin tidak ketakutan dihadapkan dengan iblis yang seluruh tubuhnya berwarna hitam legam pum dua tanduk kecil yang tampaknya baru saja tumbuh. Iblis tersebut masihlah muda, tetapi kekuatan yang mengerikan terpancar darinya.

Saat menoleh dan pandangan iblis kecil itu mengedar, tubuh Viane entah mengapa bergetar. Elven kecil itu makin memeluk lengan kakaknya. Lycia pun begitu, ia ketakutan dan tidak mengerti kenapa iblis tersebut menatap mereka.

Deline di sebelah kanannya diam-diam juga beringsut, Lycia bisa mendengar Deline bergumam, "Nggak jadi oleng ke iblis!"

Leria di belakang Deline ingin tertawa, tetapi urung melihat betapa menakjubkan sayap yang lebih besar terentang di belakang sang iblis. Berwarna putih dan terdengar pula suara menggelegar keras diikuti semburan api berwarna biru, membakar Phantome yang akan menyerang.

Deline tergemap sesaat, tetapi pelan-pelan matanya berbinar. Varrel tidak bohong tentang Naganya. Naga itu besar, sangat-sangat besar dan kuat.

"Pasang barier!" Sang masinis yang ternyata seorang wanita menjerit. Bukan apa-apa, sihirnya kini hanya berfungsi tuk membuat anak-anak melayang, tidak bisa pula mereka mendarat karena di bawah sana adalah samudera.

Banshee awak tiap gerbong mulai mengambil posisi melingkari anak-anak---kecuali Varrel dan Korvin---partikel-partikel pentagram sihir kecil mulai bermunculan, tanda barier telah dibuat.

"Phantome makin banyak berdatangan, Nona!" ujar salah satu Banshee lelaki yang diketahui awak gerbong pertama pada masinis. "Kita tidak bisa terus menghadang! Lord Zevan dan Grovardor masih bayi, mereka tidak mampu."

Tidak ada yang bisa mengelaknya, mereka menyaksikan dengan mata telanjang jika itu benar. "Ini tidak biasa, Phantome biasanya keluar saat malam hari, tapi ini---"

"Bisa!" sela Valter pada Banshee wanita awak gerbong tiga. "Semua bisa terjadi jika mengincar kami." Valter lantas menunjuk Phantome paling besar yang melesat ke arahnya.

Mengerang, Zevan sadar jika Phantome itu lebih besar dari ukuran tubuhnya dan dalam sekejap Naga itu kepakkan sayap, ingin menghadang Phantome yang kini dibutakan niat membunuh. Namun, Phantome itu malah terjun bebas ke bawah di jarak sepuluh meter, membuatnya ikut berhenti mengepakkan sayap.

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang