Chapter 15

514 119 186
                                    

Setelah part ini, akan banyak adegan campur aduk, jadi bersiaplah. Oiya, part ini masih sama panjangnya dengan part sebelumnya, 4100 kata.

Teraweh dulu kalian sebelum baca, ya😌❗

Apresiasi kisah yang apalah ini dengan memberikan vote dan komentar :)

~ • ~ 💜 ~ • ~

Di lorong istana yang gelap, hanya diterangi oleh obor, lelaki berpakaian pakaian bangsawan nuansa royal purple, hitam, dan emas sedang dipanggil secara resmi ke kekaisaran Renfred, kediamannya sendiri.

Lelaki itu adalah salah satu Naga Agung, trah Aleythron sang Dewa bangsa Naga. Tanpa sinar rembulan pun melihat bayangannya saja, semua langsung tahu seberapa tampan dan bersahajanya ia dengan manik lavender nan memukau.

Langkahnya teratur menapaki keramik putih gradasi emas yang abstrak, tetapi rapi dan bukan lagi rahasia, jika emas di keramik tersebut memanglah terbuat dari emas murni.

Saat gerbang putih berukir sosok Naga Agung dalam diri orang yang kini menduduki takhta dibuka dari dalam, orang di dalam kiani tersebut langsung membungkuk, memberi hormat serta salam.

Kecuali satu. Lelaki yang berdiri di sisi kanan singgasana. Diiringi masuknya ia, lelaki tersebut berkata, "Kudengar, tadi kau menggunakan identitas aslimu?"

Senyum yang begitu tipis terpatri. "Bukannya kau yang terus mendorongku, Paman?" Ia menjawab, tanpa hentikan melangkahnya di atas karpet merah penghubung pintu dan singgasana.

Dapat dilihatnya, lelaki dengan ciri khas Naga Agung di hadapannya itu terkikik pelan dan mengangguk, meski ruangan ini sama gelapnya dengan lorong istana.

"Sayangnya tidak berhasil, bukan?" Cormac Drago, pria tersebut bersedekap. "Aku jadi penasaran, siapa yang membuatmu menunjukkan jati diri yang sebenarnya, Al."

Aldrick diam, enggan menjawab. Ia memilih duduk di singgasana yang terbuat dari besi hitam, tetapi keunguan. Besi-besi itu tidak beraturan. Namun, begitu Aldrick duduk, besi yang tidak beraturan tersebut membentuk sesosok Naga. Naga Agung di dalam alam bawah sadar orang yang mendudukinya.

Naga yang membuat Lycia terkesima karena begitu agung perawakannya, juga ketakutan karena begitu kuat ia. Dengan aktifnya singgasana tersebut, berganti pula ukiran di tiap pintu, gerbang, pahatan patung, bahkan anyaman bendera di seluruh dunia Ambroise yang melambangkan Naga.

Bukan lagi Naga milik pemimpin terdahulu, melainkan milik Aldrick. Perubahan drastis ini tidak diketahui siapa pun karena ini telah tengah malam, meski perubahannya ditandai angin hangat yang menyenangkan jiwa.

"Jadi, kenapa aku dipanggil malam-malam buta begini?" Aldrick tidak ingin basa-basi. Ia menatap tiap perwakilan dari enam kekaisaran dan satu kerajaan, juga termasuk dua profesornya; Firgin dan Bugenvil. "Tidakkah tahu, ini sudah jam dua pagi, lewat jam tidurku. Aku masih mahasiswa, besok---"

"Harus belajar di akademi, atau ingin bersamanya, Aldrick?"

Suara lembut menginterupsi begitu gerbang kembali terbuka, menampilkan anggunnya wanita berambut api yang berkibar dan gaun kerajaannya berwarna kuning muda. Aldrick tersenyum sesaat setelah melihat kehadiran wanita tersebut.

"Baiklah, Bibi, kuakui jika menempuh pendidikan di akademi saat ini adalah bonus." Aldrick menyilang kakinya dan bersandar, bahkan melipat kedua tangan dan bertumpu di sisi singgasana. "Aku lebih banyak menghabiskan waktu dengannya."

Sejenak melirik Firgin dan Bugenvil di sisi kiri yang menggelengkan kepala, entah kenapa membuat Aldrick kikuk. "Namun, sungguh, aku mengantuk sekarang. Tolong langsung mulai saja, apa yang ingin kita bicarakan?"

Book I : Ambroise Immortality {Revisi}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang