Di akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan membunuhnya.
Namun, siapa sangka Nara kembali ke masa lalu. Lebih tepatnya saat dia diculik saat jalan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Semua orang bubar setelah Nara dan Isaac menghilang. Sibuk pada kegiatan mereka masing-masing tanpa mempedulikan keadaan Logan.
Krasnaya berjongkok di hadapan Logan dan menatap pria itu datar. "Kau lihat itu? Nara terluka karenamu."
Logan menunduk dalam. Tubuhnya gemetar samar. Terlihat jelas ketakutan dan rasa bersalah mendalam pada pria itu. "Aku tidak sengaja."
Krasnaya menghela nafas sejenak. "Akan ada banyak ketidaksengajaan lagi ke depannya jika kau masih bersikeras mengejar Nara. Apakah itu yang kau inginkan? Apa kau senang melihat Nara terluka karenamu?" Tatapannya kian menelisik reaksi Logan.
"Tidak. Bukan itu yang aku inginkan. Yang aku inginkan hanyalah hidup bahagia bersama Nara dan mendapatkan cintanya."
"Masalahnya, keinginanmu tidak akan terkabulkan karena dia sudah menemukan cinta sejatinya. Apakah kau benar-benar mencintai Nara seperti apa yang kau katakan selama ini?"
"Tentu saja. Aku mencintainya. Sangat mencintainya."
"Lalu, apakah kau tega melihat orang yang kau cintai menderita karenamu?"
Logan menggeleng kuat. Persis seperti anak kecil.
"Kalau begitu, lepaskan dan relakan perasaanmu padanya. Jangan menganggunya lagi karena itu hanya akan menyakitinya."
Logan mendongak. Menatap Krasnaya lurus. "Apakah dia akan bahagia jika aku melakukan itu?"
Krasnaya tersentuh mendengar pertanyaan polos Logan. "Ya. Dia akan bahagia."
Logan tersenyum kecut. "Kalau begitu aku akan berusaha melepaskan dan merelakan perasaanku padanya." Tuturnya penuh keyakinan sehingga membuat Krasnaya tersenyum.
Logan memutuskan untuk menghentikan perasaannya pada Nara karena ia tidak ingin Nara terluka lagi karenanya. Mungkin ini adalah jalan terbaik untuknya dan juga Nara.
"Aku tahu kau bukan orang jahat, Logan."
Krasnaya membantu Logan berdiri. "Ayo ke rumah sakit. Kita obati dulu lukamu."
"Kau saja yang mengobatiku."
"Ta--"
"Tidak ada penolakan."
Krasnaya merenggut kesal.
Padahal dia sudah berbaik hati mengulurkan tangan untuk membantu tapi Logan malah memanfaatkan kebaikannya dengan tidak tahu diri.
"Dasar menyebalkan. Kalau kau bukan teman sekelasku, aku pasti akan mengabaikanmu dan membiarkanmu mati membusuk di sini." Omelnya.
Logan tertawa kecil melihat wajah kesal Krasnaya.
Mereka terus melangkah. Meninggalkan cafe yang menjadi saksi bisu menyerahnya Logan terhadap Nara.
Meski seluruh tubuhnya terasa sakit akibat dihajar oleh Isaac, pria itu tidak memendam dendam karena ia sadar bahwa dirinya salah.
Jangan salahkan Logan mencintai wanita bersuami karena cinta itu datang dengan sendirinya tanpa dapat dicegah.
Andai kata bisa memilih untuk jatuh cinta pada siapa, tentu Logan akan memilih jatuh cinta pada perempuan yang juga mencintainya.
Bukan kah semuanya akan lebih mudah jika jatuh cinta pada orang yang juga mencintaimu?
Tapi, apalah daya. Hati tak bisa diatur begitu saja karena ada permainan takdir di dalamnya.
****
"Lain kali jangan melakukan hal berbahaya lagi, amour. Jangan pernah mengorbankan dirimu untuk melindungiku karena bagiku keselamatanmu adalah hal paling penting." Ucap Isaac tercekat seraya menatap tangan Nara yang telah dibalut perban.
"Bagaimana mungkin aku bisa berdiam diri melihat suamiku hendak disakiti orang lain?"
Tatapan khawatir nan penuh kasih istrinya membuat Isaac bahagia bukan main tapi di sisi lain, ia tak ingin melihat istrinya terluka lagi karena melindungi dirinya.
"Tidak apa, amour. Aku bisa menahan luka yang diberikan orang lain. Aku bisa menahan semuanya asalkan jangan melihatmu terluka."
Dipeluknya tubuh Nara erat. Melampiaskan rasa cinta mendalamnya lewat sana. Cinta yang bisa dirasakan oleh Nara meskipun tanpa pengungkapan.
"Kau tahu betapa paniknya aku melihat darahmu menetesi lantai?"
Belum sempat Nara menjawab, Isaac kembali melanjutkan ucapannya.
"Saat itu, rasanya jantungku seakan ditarik secara paksa oleh tangan tak kasat mata. Jika aku punya riwayat penyakit jantung, sudah pasti aku akan pingsan di tempat, amour."
Nara terkikik geli. "Masa sampai segitunya?"
Isaac menenggelamkan wajahnya di bahu Nara. Bersandar di sana. Seolah ingin membagikan beban yang ditanggungnya ke Nara supaya istrinya itu tahu betapa khawatirnya ia.
"Aku takut. Jangan seperti itu lagi. Jangan pernah mengorbankan dirimu lagi demi diriku." Lirihnya memohon.
Nara mengulum senyum seraya mengelus punggung Isaac. Berharap sentuhannya membuat sang suami menjadi lebih tenang. "Aku mencintaimu, Isaac. Sangat sangat mencintaimu. Makanya aku tidak akan pernah ragu mengorbankan diriku untuk menyelamatkanmu."
Isaac tertegun dan air matanya meluncur begitu saja mendengar perkataan mengharukan Nara.