Di akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan membunuhnya.
Namun, siapa sangka Nara kembali ke masa lalu. Lebih tepatnya saat dia diculik saat jalan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sepasang pengantin baru yang baru selesai mengucapkan janji suci keluar dari gereja dengan wajah berseri-seri.
Para pekerja yang dibawa Isaac sebagai saksi pernikahan mereka ikut bahagia melihat senyuman sepasang pengantin. Mereka berharap keduanya akan selalu bersama sampai kapanpun. Terkecuali untuk Ella.
Ella tidak merasa senang melihat pernikahan Isaac dan Nara karena sejak awal dia sudah mencintai tuannya. Dia merasa tidak terima melihat Nara mendapatkan pria pujaannya, padahal dialah yang lebih dulu bertemu dengan Isaac. Atas dasar apa Nara bisa mendapatkan Isaac-nya?!
Meskipun merasa geram dan tidak senang, Ella hanya bisa memendam. Namun, di dalam pikirannya sudah terpikirkan berbagai cara untuk memisahkan pengantin baru itu.
Sementara itu, Nara sudah duduk di dalam mobil bersama Isaac. Pria itu memasangkan seatbelt dan melayangkan kecupan di pipi Nara.
"Resepsi pernikahan kita akan diadakan 1 bulan lagi. Kau mau tema pernikahan yang bagaimana, amour?"
Nara tersentak. Tak menyangka akan diberikan pertanyaan itu.
"Sudah kubilang. Aku tetap akan mengadakan resepsi meskipun kau menolak." Seringai Isaac seraya membelai pipi Nara lembut tapi penuh intimidasi.
Nara mengerucutkan bibir kesal sembari menatap Isaac datar. "Kau egois."
"Yah. Itulah aku."
"Kau memang sangat egois. Untung saja aku suka padamu. Kalau tidak, aku pasti sudah menendang pantatmu."
Isaac terbahak mendengar perkataan terakhir istrinya.
Lantas bergerak mendekat dan berbisik lirih di telinga Nara. "Bagaimana kalau mengelus, menampar, dan mencium pantatku saja, amour?"
Nara sontak menatap Isaac horor sedangkan yang ditatap semakin menyeringai.
Tangan Isaac terangkat secara perlahan. Mengelus pipi Nara lembut seraya menatapnya lekat.
"Persiapkanlah dirimu untuk malam pertama kita, amour."
Nara menegang kaku sedangkan pipinya bersemu merah akibat mendengar perkataan Isaac. Membuat pria itu semakin bersemangat untuk menggodanya.
"Tenang saja. Aku pasti akan bersikap lembut padamu dan membuatmu menjerit nikmat sampai pagi." Lantas menarik tengkuk Nara dan menyatukan bibir mereka. Menciumnya lembut tapi penuh tuntutan.
Nara mendorong dada Isaac kuat dan menutup wajahnya malu. "Aku belum siap untuk melakukan itu!!" Jeritnya tertahan.
Isaac tersenyum gemas melihat tingkah malu istrinya.
"Harus siap, amour. Bukankah kita ini sudah menjadi sepasang suami istri yang sah dimata agama dan hukum?" Godanya.
Nara mengintip dari sela jarinya. "Jangan memaksaku, paman. Aku ini masih anak kecil loh."
Isaac tertawa geli. Mendekatkan wajahnya ke Nara dan menarik tangan gadis itu secara paksa sehingga bisa melihat wajah blushing Nara. Dikecupnya pipi, hidung, kening, dan bibir Nara secara bergantian. "Tenang saja, anak kecil. Paman akan berlaku lembut padamu. Setelah selesai melakukannya, paman akan memberikanmu permen satu kotak."
Nara tertawa kencang melihat Isaac memainkan peran pedofil.
Isaac yang melihat tawa Nara tak kuasa menahan rasa bahagianya sehingga langsung memeluk istri cantiknya itu.
"Jadi, bagaimana anak kecil? Kau mau menemani paman bermain?" Lanjutnya lagi.
Nara mengelus punggung Isaac pelan. "Nara mau paman tapi sayang sekali, Nara sedang datang bulan."
Isaac melepaskan pelukannya dan menatap Nara penuh selidik. "Kau pasti bohong!"
Nara memutar bola mata malas. "Untuk apa aku berbohong padamu?"
"Tentu saja untuk menghindari malam pertama kita." Seringai Isaac.
Nara mencebik kesal. Kemudian, melipat tangannya di depan dada. "Kalau kau tidak percaya, ya sudah. Aku tidak akan memaksa."
Isaac melepaskan seatbelt yang dipakai Nara dan mengangkat gadis itu ke atas pangkuannya secara mendadak. Tanpa sempat mengelak.
"Aku baru percaya setelah memeriksanya sendiri."
Perkataan Isaac membuat Nara melotot kaget. Dan semakin melotot ketika merasakan tangan Isaac menerobos masuk ke dalam roknya.
"Dasar mesum!" Jerit Nara malu seraya berusaha menahan tangan Isaac.
Isaac tersenyum miring. Kemudian, mengurung tangan Nara dalam satu kali hentakan. "Aku sedang memeriksanya, amour. Bukan berbuat mesum."
"Sama saja!"
Isaac mencengkram dagu Nara gemas. "Sekarang biarkan aku menghukum istriku yang pembohong ini. Enaknya memberikan dia hukuman apa?" Tanyanya penuh intimidasi.
"Hukum saja dia dengan makanan enak." Sahut Nara berbinar.
Isaac memijit kepalanya yang mendadak pusing.
"Tunggu apalagi? Ayo cepat hukum istrimu ini dengan makanan. Hukumlah dia sebelum dia mati kelaparan." Sorak Nara seraya memeluk Isaac erat.
Isaac mendesah pasrah melihat kelakuan aneh istrinya. Tidak menyadari Nara yang tersenyum penuh kemenangan karena berhasil mengalihkan topik pembicaraan tentang first night.