"Aku sudah selesai mengurus kepindahan mu dan mulai sekarang kau sudah resmi menjadi mahasiswi Oxford University, amour."
Kunyahan Nara terhenti mendengar perkataan mengejutkan Isaac. "Kenapa cepat sekali?" Tanyanya tak percaya.
"Karena suamimu ini bukan orang biasa." Terselip nada bangga di dalam ucapan Isaac sehingga membuat Nara memutar bola mata malas.
"Lalu, bagaimana dengan orangtuaku?"
"Mereka juga sudah setuju."
"What?! Kenapa semudah itu? Apa yang kau lakukan pada mereka? Kau tidak mengancam mereka bukan?" Nara bertanya beruntun lantaran terlalu penasaran.
Isaac menyeringai. "Hanya memanfaatkan sedikit kekuasaan ku."
Nara terdiam. Mengerti arti ucapan Isaac. Namun, dia tak bisa melakukan apapun karena berselisih dengan Isaac sama saja membuang-buang waktu karena Isaac tak akan pernah mengalah darinya.
"Universitas baruku libur juga, bukan?"
"Iya, amour. Masa liburnya masih ada satu minggu lagi."
"Baiklah."
"Di waktu yang singkat ini, kau mau melakukan dan menginginkan apa? Aku akan mewujudkannya untukmu," kata Isaac begitu perhatian.
"Tidak ada."
Isaac memicingkan matanya. "Benarkah?"
Nara mengangguk meyakinkan namun pada dasarnya saja Isaac keras kepala. "Jangan berbohong, amour. Katakan saja. Aku pasti akan mewujudkannya untukmu."
"Tidak ada." Sahut Nara gusar.
Isaac mengelus dagunya dengan wajah yang tampak berpikir keras. "Kau tidak ingin kutemani shopping sepuasnya seperti yang diinginkan wanita pada umumnya?"
Nara terkekeh kecil. "Kau suka menemani wanita shopping?"
Isaac mencondongkan tubuhnya ke arah Nara dan mencubit pipi istrinya gemas. "Sebenarnya aku tidak suka tapi karena menemani dirimu, aku pasti suka."
Nara menggelengkan kepala heran mendengarnya sedangkan Isaac menyengir. "Aku tidak berbohong, amour. Aku pasti akan menyukai apapun yang menyangkut dirimu."
Hati Nara berbunga-bunga mendengar perkataan manis suaminya namun ia tak menunjukkan hal tersebut.
Jantungnya berdegup kencang dan rasa penyesalan akan kesalahan di masa lalu kembali menghantuinya.
Rasa senang sekaligus bersalah menyelimutinya secara bersamaan. Akan tetapi, rasa senang lebih mendominasi karena Isaac masih berada di depannya. Masih bersamanya. Masih menjadi suaminya.
"Begitupun dengan diriku. Aku akan menyukai apapun yang menyangkut dirimu. Jika tidak suka, maka aku akan berusaha untuk menyukainya." Ungkap Nara sungguh-sungguh.
Sederhana, akan tetapi mampu membuat Isaac merasa bahagia. Terbukti dari senyuman manis dan pipi merah pria itu.
Nara juga ikut salah tingkah melihat reaksi menggemaskan Isaac. Lantas menunduk dan sok fokus ke makanan di hadapannya. Mengambil potongan sandwich terakhir dan melahapnya pelan seraya mencuri pandang ke arah Isaac yang kini mulai beranjak dari kursi.
Keningnya mengernyit melihat pria itu bangkit. Namun, ia tak bersuara. Dia tetap mengunyah makanannya dalam diam.
Wanita cantik itu hampir tersedak kala Isaac duduk disampingnya dan mencium pipinya tanpa aba-aba.
"Mulutmu sangat manis, membuatku ingin merasakan mulut manismu sekarang juga." Bisikan Isaac sontak membuat Nara tersedak. Wanita cantik itu terbatuk-batuk hebat. Wajahnya memerah dan matanya berair.
Isaac panik. Buru-buru mengambil air minum dan menyodorkannya ke arah Nara. Diterima langsung oleh Nara dan dihabiskan dalam satu kali teguk.
Nara menghela nafas lega kala keadaannya terasa lebih membaik dari sebelumnya.
"Maaf, amour." Tutur Isaac bersalah.
Nara mengerucutkan bibirnya sebal. "Makanya kalau aku sedang makan itu jangan diganggu." Rajuknya.
Isaac tertunduk. Terlihat jelas sedang bersalah. "Iya, aku tidak akan pernah menganggumu lagi saat kau sedang makan."
Nara tersenyum geli. Tingkah pria itu membuatnya merasa sangat gemas.
Baru kali ini dia melihat Isaac yang menggemaskan seperti anak kecil dan ternyata sangat menyenangkan.
Andai saja dari dulu dia menyadari betapa baiknya seorang Isaac, mungkin dia tak akan mengalami akhir yang menyedihkan. Diceraikan Isaac dan dibunuh George.
Tidak hanya itu, Isaac bahkan tak menemuinya secara langsung untuk mengurus perceraian. Pria itu hanya memberikan selembar kertas surat cerai lewat pengacara. Isaac seakan benci, jijik, dan tak sudi lagi melihatnya.
Berulang kali berusaha mencari Isaac untuk memastikan tapi dia tak pernah menemukan pria itu lagi.
Isaac bagaikan hilang ditelan bumi. Sedangkan Nara berusaha bersikap bodo amat setelah lelah mencari. Lalu, menjalin hubungan secara terbuka dengan George meskipun jauh di dalam lubuk hati terdalamnya dia selalu merindukan kehadiran Isaac yang selalu mendominasi hidupnya.
Terakhir, saat di hari pernikahannya dengan George, pria itu menusuk perut dan jantungnya di dalam rumah yang harusnya menjadi saksi keromantisan mereka. Menyedihkan.
Bersambung...
21/11/21
Pollow akun ku ya firza532 siapa tau kalian suka cerita-ceritaku yang lainnya><
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Husband
RomanceDi akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan membunuhnya. Namun, siapa sangka Nara kembali ke masa lalu. Lebih tepatnya saat dia diculik saat jalan...