Happy reading ͡°ᴥ ͡°
Senyuman puas terus menghiasi wajah Nara akibat melihat keadaan mengenaskan George. Wajah babak belur, tubuh dipenuhi luka, dan tangan di gips.
Isaac yang melihat senyuman Nara pun ikut tersenyum puas karena Nara tidak mencintai pria itu lagi.
"Bagaimana kalau kita menambahkan penderitaannya satu level lagi?" Celetuk Nara.
"Apa maksudmu, amour?"
Nara memeluk leher Isaac manja. "Kita buat dia kehilangan beasiswa sehingga dia tidak akan bisa kuliah lagi."
Isaac menyeringai. "Rencanamu bagus juga, amour."
"Kalau begitu, cepat suruh orang untuk mengurusnya."
Nara tersenyum lebar melihat Isaac menelpon bawahannya.
"Setelah dia kehilangan beasiswa, kita harus terus mempersulit hidupnya. Jangan biarkan dia diterima di universitas manapun. Kalau dia mencari pekerjaan, maka halangi juga supaya dia semakin frustasi."
"Ternyata kau kejam juga, amour."
"Oh, itu belum seberapa. Masih ada lagi rencana lainku. Apakah kau mau mendengarnya?"
Isaac tersenyum lembut seraya membelai wajah Nara. "Tentu saja. Rencana apakah itu, amour?"
"Menusuk jantungnya dan menjual semua organ tubuhnya ke pasar gelap." Nara tersenyum jahat sedangkan Isaac menggelengkan kepala tak habis pikir.
"Idemu bagus juga. Nanti aku bantu kau menjual organnya."
Sepasang suami istri itu menyeringai senang memikirkan rencana tersebut.
"Oh iya, kalau begitu aku buat tugas dulu." Nara hendak beranjak dari atas pangkuan Isaac namun pria itu menahannya. "Kenapa?"
Tatapan memelas Isaac muncul ke permukaan. Tampak sangat menggemaskan di mata Nara.
"Aku masih ingin memelukmu, amour."
"Tapi aku ingin membuat tugas."
"Memangnya kapan tugas itu akan dikumpulkan?"
"Minggu depan."
"Masih lama. Nanti saja buatnya, amour."
"Nanti aku lupa."
"Akan aku ingatkan supaya tidak lupa."
"Baiklah, baiklah. Kau menang."
Isaac tersenyum lebar. Tanpa disangka-sangka menindih Nara begitu saja.
Nara mengerjap terkejut melihat posisi mereka yang berubah dalam sekejap mata.
Wajah Isaac terlihat lebih menggoda jika ditatap dari bawah. Menghantarkan ribuan kupu-kupu ke dalam perut Nara. Membuat dirinya memiliki keinginan untuk menyentuh sang suami.
Tak sanggup menahan godaan, Nara mengusap rahang tegas Isaac. "Kenapa, suamiku?"
Wajah Isaac memerah mendengar kata suamiku. Ia masih belum terbiasa dipanggil demikian. Selalu merasa malu dan salah tingkah kala mendengarnya. Sedangkan Nara semakin gemas melihat wajah blushing Isaac.
Tanpa pikir panjang, wanita itu pun menarik tengkuk Isaac dan menyatukan bibir mereka. Dia tertawa di dalam hati melihat wajah terkejut Isaac. Namun, hal tersebut hanya berlangsung sebentar karena Isaac langsung memegang kendali.
Mencium Nara dengan menggebu-gebu. Seolah tak akan ada hari esok.
Nara sudah menjadi candunya sejak pertama kali bertemu. Jauh sebelum perempuan itu mencintainya.
Dulu dia selalu menahan diri supaya Nara tidak semakin membencinya tapi sekarang ia sudah bebas mengungkapkan perasaannya tanpa takut dibenci.
Mendapatkan cinta perempuan yang didambakannya membuat Isaac menggila dan tak bisa menahan diri.
"Tunggu dulu, aku tidak bisa melakukannya sekarang." Cegat Nara kala Isaac hendak membuka pakaiannya.
Tatapan Isaac terlihat sayu akibat dikuasai nafsu. "Kenapa, amour? Kau tidak nyaman?"
"Bukan."
"Lalu, kenapa?"
"Karena aku sedang datang bulan."
Isaac tertegun sedangkan Nara tertawa tanpa dosa.
"Padahal tadi pagi kau tidak sedang datang bulan." Gumam Isaac kemudian.
"Yah, datangnya baru malam ini."
Isaac semakin lesu. Beranjak dari atas tubuh Nara. Menggulingkan tubuh ke samping. Mengacak-ngacak rambutnya kesal.
Nara terbahak melihatnya. Lalu menepuk-nepuk puncak kepala Isaac bak sedang menenangkan anak kecil. "Cup cup cup, jangan kesal begitu, Tuan Isaac. Puasa dulu selama 7 hari ke depan."
Bibir Isaac mengerucut. "Sangat lama, amour. Rasanya aku tidak bisa menahan untuk tidak menyentuhmu."
Nara menjambak rambut Isaac gemas. "Awas saja kalau kau mencari wanita lain untuk melampiaskan nafsumu. Aku akan meninggalkanmu dan tidak mau mengenalmu lagi."
Suami tampannya meringis. "Mana mungkin aku mencari wanita lain, amour. Sampai mati pun, aku tidak akan pernah mencari wanita lain."
"Bagus, bagus." Nara melepaskan jambakannya. Berganti dengan mengelus puncak kepala Isaac.
Isaac pun memeluk tubuh Nara. Meletakkan kepalanya di dada Nara seraya memejamkan mata bak seorang anak kecil.
"Elus terus kepalaku sampai aku tertidur, amour." Pintanya manja.
"Harus ada bayarannya. Baru aku mau mengelus kepalamu terus." Celetuk Nara.
Isaac mendongak. Menatap polos Nara. "Apa bayarannya, amour?"
"Dress dan tas baru." Kikiknya.
"Oke. Tidak masalah. Besok aku akan membelikannya untukmu."
Bagi Isaac, memenuhi permintaan Nara bukan lah suatu hal yang berat. Ia akan mengeluarkan semua uangnya demi membuat Nara bahagia. Berapapun nominalnya.
Bersambung...
23/12/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Husband
RomanceDi akhir kehidupannya, Nara sangat menyesal telah meragukan Isaac dan lebih memilih George yang menghancurkannya tanpa sisa. Merebut hartanya dan membunuhnya. Namun, siapa sangka Nara kembali ke masa lalu. Lebih tepatnya saat dia diculik saat jalan...